Share

116. Pria bertopeng

Penulis: Donat Mblondo
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-01 19:48:19

Tubuh Bai menegang, lalu jatuh ke samping, menahan nyeri. Lengannya terangkat separuh, mencoba meraih Sua, tapi tak cukup cepat. Napasnya memburu, tatapannya berubah dari mabuk kekuasaan menjadi keterkejutan dan marah yang bercampur.

Sua bangkit cepat dari lantai, meski pergelangan tangannya masih terbelenggu. Dengan napas memburu, ia meraih benda tajam kecil lainnya yang ia sembunyikan di bagian dalam lengan pakaiannya, pecahan pin rambut yang ia bentuk sendiri jadi pengungkit logam.

Sambil tetap mengawasi Bai Yuan yang merintih sambil bertumpu di dinding batu, Sua menusuk kunci gembok belenggunya. Tangan gemetaran. Detik terasa panjang. Satu... dua...

Klik!

Rantai terlepas.

Sua langsung berdiri, meski lututnya sempat goyah. Bai Yuan sudah bangkit separuh, tatapannya mulai dipenuhi amarah dan kegilaan. “Kau pikir... itu akan membuatmu bisa lari?” suaranya serak, tubuhnya sedikit berguncang karena racikan paralisis yang perlahan menyebar dari titik tusukan.

“Aku tidak akan lari,” jawa
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   178. Kematian Bai Yuan

    Thai Cung menatap Bai Yuan lama, seolah menimbang sesuatu. Lalu ia menghela napas pendek — bukan karena lelah, tapi karena telah sampai pada sebuah keputusan yang tak bisa ditarik kembali."Kau pikir, mengapa aku datang sendiri ke sini tanpa seorang pengawal pun?" suaranya datar, tapi dinginnya menusuk seperti ujung tombak yang mencelup ke sungai es.Bai Yuan mendengus. “Karena kau bodoh?”Thai Cung tidak menjawab. Ia hanya mengangkat tangannya.CLANG!Sebuah pedang panjang dengan ukiran khas Rongewu muncul dari sarung punggungnya, ditarik dalam satu gerakan cepat. Cahaya senjata itu memantulkan api dari lentera kuil, membuat ruangan terasa lebih sempit dan sunyi.“Aku datang karena tahu tempat ini akan jadi titik awal pengkhianatan,” ucap Thai Cung sambil melangkah perlahan ke depan. “Pasukanku sudah bergerak ke Nemewu. Jauh sebelum Mangewu sadar bahwa mereka sedang dipantau dari dalam.”Bai Yuan menegang.Thai Cung melanjutkan dengan suara rendah, tapi bertenaga. “Dan saat aku meneri

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   177. Klan Zhen dan Mangewu

    "Jadi, seperti inikah sosok mantan putra mahkota Shewu? Benar-benar tidak layak!"Bai Yuan terhuyung, tapi segera menoleh dengan sorot mata liar. Napasnya masih terengah. Tapi wajah pria di belakangnya membuatnya terdiam sesaat.Thai Cung berdiri tegak, seperti tembok batu yang mustahil digoyahkan. Pakaian perangnya tampak nyaris tidak berdebu, meski jelas ia datang tergesa. Sorot matanya tenang, tapi pembunuhan mengintai di balik pupilnya. Ia menatap Bai Yuan seakan memeriksa seekor tikus yang baru saja mencuri dari altar suci."Tuan Muda Bai," ucap Thai Cung pelan, "Aku pernah mendengar reputasimu. Tapi rupanya, yang mulia penguasa Shewu tidak sempat mengajarkanmu perbedaan antara cinta dan pemaksaan."Bai Yuan mengangkat dagu, mencoba menutup lukanya dengan arogansi. “Kau siapa berani—”“Aku?” Thai Cung menyela dengan suara tetap datar, tapi kini ada tekanan baja di setiap katanya. "Aku hanyalah seorang jenderal kecil dari utara yang tak tahan melihat seorang wanita diperlakukan se

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   176. Menghadapi obsesi

    Sua memalingkan wajah. Tapi Bai Yuan sudah menyentuhnya — hanya sebentar, cukup untuk merasakan denyutan lembut yang memancar dari tanda itu.“Ini bukan... mantra Klan Zhen,” bisiknya. “Dan bukan segel milikmu sendiri. Ini... milik orang lain.”Sua tak menjawab. Rahangnya mengeras. Matanya menatap lurus ke depan.Bai Yuan menatapnya lekat-lekat. “Kau tak pernah menyebutkan hal ini.” Nadanya berubah — ada nada getir yang nyaris seperti kekecewaan. “Siapa yang berani menandai seorang Sua Linjin Feng?”Sua menoleh. Pandangannya menusuk. “Seseorang yang bahkan kau tidak akan bisa kalahkan.”Diam sejenak.Kemudian Bai Yuan tertawa. Pelan, tapi getir. “Jadi... dia masih hidup?”Sua tak menjawab. Tapi sorot matanya cukup untuk menyatakan: Jangan usik dia.Bai Yuan menunduk pelan, menatap tanda itu sekali lagi. Jemarinya nyaris menyentuhnya lagi, tapi ia mengurungkan niat. “Segel ini hidup. Bukan sekadar simbol kepemilikan... tapi ikatan.”Sua berkata dingin, “Dan ikatan itu bukan sesuatu yan

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   175. Xiangyuan Lun

    Masih belum tampak jelas wajah sosok itu. Sua memberanikan diri untuk mendekat. Tampak wajah samar yang ia kenal. "Bai Yuan!"Sua berdiri tegak meski dadanya berdegup cepat. Hawa yang keluar dari tubuh Bai Yuan terasa aneh — bukan sekadar tekanan spiritual, tapi juga hawa penuh obsesi yang dingin dan kelam. Bayangan di sekeliling lorong seakan merapat, menyoroti wajahnya yang kini mulai tampak di bawah cahaya pelita: Bai Yuan."Tak disangka kau masih mengingatku," ucap Bai Yuan. Senyumnya masih sama seperti dulu — tenang, memikat, tapi penuh tipu daya. Rambutnya kini lebih panjang, diikat ke belakang, dan matanya... terlalu tenang untuk seseorang yang baru saja menyusup ke istana musuh.Ia melangkah mendekat, pelan, seolah jarak di antara mereka adalah sesuatu yang harus dihormati. Tapi ketika jarak tinggal satu jengkal, tangannya terangkat, hendak menyentuh sisi wajah Sua.Sua menepis dengan tegas. “Jangan sentuh aku.”Bai Yuan tak terlihat tersinggung. Ia hanya tertawa pelan, rendah

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   174. Siluet hitam

    Shan Kerei merasakan kehadiran Rai bahkan sebelum namanya disebut. Instingnya yang diasah selama bertahun-tahun dalam kegelapan dan darah berdenyut tajam. Dan saat suara Rai menyebut namanya, ia menoleh. Perlahan, tanpa terkejut, tanpa cemas.Dua pasang mata bertemu dalam bayang-bayang lorong sempit.Rai berdiri tegak, pedang tergenggam di tangan kanan. Sorot matanya dingin, bukan karena takut, tapi karena terlalu sering melihat kematian datang mendekat. Di hadapannya, Shan Kerei berbalut jubah hitam legam, wajah setengah tertutup kain gelap hanya menyeringai tipis.“Lama tak bertemu, Rai Yuan,” ucap Shan Kerei. Suaranya serak, seperti suara batu diasah di atas logam."Atas dasar apa kau menginjakkan kakimu di Shewu, Shan Kerei!" Suara Rai menggelegar rendah, seperti gemuruh dari dalam bumi.Shan Kerei mengangkat bahu, santai, seolah mereka hanya dua orang lama yang kebetulan bertemu di pasar. Tapi sorot matanya tajam, penuh kepastian.“Atas dasar perintah,” jawabnya. “Aku mendapat taw

  • Tabib Cantik Milik Pangeran   173. Musuh lama

    Malam turun tenang di Istana Shewu. Langit di luar kelabu, tapi di ruang tengah istana, cahaya lampu minyak memantul hangat di dinding-dinding batu yang dihias lukisan bunga Xiang dan sulur-sulur dedaunan. Di ruang makan yang dikelilingi pilar giok itu, duduk empat orang: Rai, Sua, Su Ying, dan Zihan.Mereka makan dalam keheningan yang tidak canggung, tapi dipenuhi rasa saling mengamati. Sendok kayu dan sumpit perak beradu pelan dengan mangkuk, suara pelan sup herbal mendidih di wadah tanah liat, dan aroma teh chamomile memenuhi udara.Zihan duduk di sisi Sua, sesekali mencuri pandang ke kakaknya. Sua tampak tenang, tapi Su Ying, yang duduk di seberangnya, bisa membaca garis lelah halus di sudut matanya. Sementara itu, Rai, duduk menghadap jendela terbuka, tetap diam. Satu tangannya memegang cawan anggur, tapi tak kunjung diminum.Tiba-tiba—Suara tajam melesat membelah udara.“UGH!”Erangan prajurit terdengar dari arah luar. Rai sontak berdiri. Kursinya terjungkal ke belakang, mengha

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status