Dania tidak berkomentar lagi, apalagi saat ini wajah Chang An masih terlihat kesal setengah mati.
Ketika mereka tiba di tempat tujuan, mereka segera turun dan Chang An memberikan isyarat pada pelayannya. “Nona Hu, Dewa Tinggi memintaku menyerahkan ini pada Nona,” ujarnya sambil mengulurkan karung kecil pada Dania. Dania mengernyitkan keningnya. “Berikan aku sesuatu yang lebih besar dari ini,” ujarnya sambil menatap karung berukuran sepuluh kilo tersebut. “Karung ini adalah milik Dewi Tinggi, beliau selalu membawa ini saat mengambil obat.” Tuturnya. Dania menggelengkan kepalanya lalu melipat kedua tangannya dan berjalan menuju ke dalam hutan. “Dia menipuku? Karung sekecil ini mana muat untuk mengangkut semua bahan obat yang aku butuhkan?” Chang An berjalan mengikuti Dania dari belakang. Pria itu tanpa sadar mengukir senyumnya, dia merasa bahagia bisa menemani Dania seperti sekarang. Dania sejak tadi te“Iblis Su! Sialan! Aku lelah sekali! Untuk apa kamu datang ke sini?” tanyanya sambil meraba pinggangnya yang sakit tanpa berniat bangun dari atas lantai. “Kamu membawa ular raksasa itu dan kamu sengaja melakukan itu untuk membalas Yulia! Bangunlah! Ular itu ingin memakannya! Atau semua orang yang menjadi kandidat akan habis ditelan olehnya!” perintahnya sambil menarik tangan Dania agar bangun dari atas lantai. “Ular? Ularku? Di mana ularku? Aku menaruhnya di .... Sana!” tanya Dania sambil menunjuk ke arah meja samping ranjang. Tidak ada apa-apa di sana, kantongnya sudah hilang. Dania melotot dan langsung berteriak. “Pencuri! Ada pencuri!” Dania bangun dan keluar dari dalam kamarnya sambil terus berteriak. “Ada pencuri! Ada yang sudah mencuri karung obatku!” teriaknya. Semua orang yang bersiap-siap pergi menyelamatkan Yulia langsung berhenti dan batal pergi lantaran mendengar teriakan Dania.
“Ular dari padang pasir?” Sutangji tiba-tiba teringat dengan masa lalunya saat awal bertugas di wilayah perbatasan Kota Utara dia juga melihat binatang tersebut muncul di area padang pasir. Ular itu akan muncul setiap datang badai. Sutangji mengikutinya dari belakang dan dia melihat Waning berbicara dengan ular besar itu. “Kamu masuklah ke dalam sini!” perintah Dania pada ular tersebut. Ular itu menatap kening Dania yang bersinar terang, dia tahu Dania adalah reinkarnasi dari Dewi Bulan. “Kamu benar Dewi Bulan yang dikabarkan! Hahahaha!” ujar ular tersebut sambil mengangkat kepalanya lalu menatap Dania lebih dekat. “Ya, dan kamu yang membawa wabah ke seluruh wilayah Kota Utara.” “Kamu bisa menyembuhkan mereka semua dengan empedu di dalam perutku!” “Apakah itu imbalan dari keributan yang kamu sebabkan di seluruh wilayah Utara?” “Tentu saja bukan! Aku dengar Dewi Bulan sudah muncul, wabah ini adalah takd
Dania tidak berkomentar lagi, apalagi saat ini wajah Chang An masih terlihat kesal setengah mati. Ketika mereka tiba di tempat tujuan, mereka segera turun dan Chang An memberikan isyarat pada pelayannya. “Nona Hu, Dewa Tinggi memintaku menyerahkan ini pada Nona,” ujarnya sambil mengulurkan karung kecil pada Dania. Dania mengernyitkan keningnya. “Berikan aku sesuatu yang lebih besar dari ini,” ujarnya sambil menatap karung berukuran sepuluh kilo tersebut. “Karung ini adalah milik Dewi Tinggi, beliau selalu membawa ini saat mengambil obat.” Tuturnya. Dania menggelengkan kepalanya lalu melipat kedua tangannya dan berjalan menuju ke dalam hutan. “Dia menipuku? Karung sekecil ini mana muat untuk mengangkut semua bahan obat yang aku butuhkan?” Chang An berjalan mengikuti Dania dari belakang. Pria itu tanpa sadar mengukir senyumnya, dia merasa bahagia bisa menemani Dania seperti sekarang. Dania sejak tadi te
Dania juga merasa ada yang menyebabkan keributan di pintu masuk gedung kepemerintahan. Sepertinya memang ada yang sengaja membuat warga datang ke sini, tapi apa gunanya? Target mereka sepertinya adalah para tabib! Mungkin ada yang ingin mencelakaiku lagi? Dania memikirkannya lalu menoleh ke sekeliling dan melihat salah satu dari warga yang mengajukan protes sedang menganggukkan kepalanya pada seseorang jauh di belakang punggung Dania. Karena banyak orang yang berkerumun dan semuanya menjadi semakin ricuh Dania tidak bisa melihat siapa orang yang sedang berbalas isyarat dengan warga. Dania tiba-tiba memiliki ide, dia segera berteriak dengan lantang. “Harap semuanya tenang! Kami datang ke sini memang ditugaskan untuk menangani warga yang sakit! Jadi kami tidak mungkin mengabaikan tugas untuk memberikan penanganan!” “Tapi kenapa Nona menolak kami! Kenapa tidak menangani kami sekarang!” teriak warga. “Tuan-tuan! Nyonya-nyonya
Tak lama kemudian Dania berdiri dari kursinya lalu bergegas pergi ke ruang belakang sementara Chang An tetap duduk di kursinya. Sejak tadi Sutangji duduk di kursi tak jauh dari posisinya sambil terus mengawasi Chang An, pelayan yang melayani Chang An mengeluarkan sesuatu dari dalam lengan bajunya lalu diserahkan pada Chang An, Sutangji tidak tahu apa itu. Setelah membaca secarik kertas tersebut Chang An berkata pada pelayan pribadinya. “Berikan surat ini pada Jenderal Agung Su!” perintahnya. “Baik, Tuan!” jawabnya lalu bergegas menyerahkan surat tersebut pada Sutangji. Sutangji agak terkejut karena pelayan Chang An tiba-tiba pergi menghampirinya. Wanita tersebut menyerahkan kertas yang tadi dibawanya dari luar gedung pada Sutangji. “Ini dari kediaman Kakek Anda Jenderal Agung Su,” ujar pelayan Chang An pada Sutangji. “Apa ini?” tanyanya dengan ekspresi wajah tidak mengerti. “Baca saja, nanti Anda juga akan tahu,
Pada keesokan harinya, Dania bangun dari atas ranjangnya dia melihat selimutnya berantakan di lantai. “Pantas saja aku kedinginan semalam, selimutku jatuh dari atas ranjang,” gumam Dania sambil menguap. Dania meregangkan otot-otot tubuhnya tiba-tiba dia ingat dengan suatu kejadian yang dia rasa mustahil disetujui olehnya. Apa ini? Semalam Sutangji kembali melakukan tindakan gila itu? Tapi sepertinya tidak benar-benar terjadi. Batin Dania sambil mengusap tubuhnya sendiri. Baju yang dipakainya juga masih lengkap sama seperti sebelum dia tidur malam kemarin. “Aku rasa itu hanya mimpi.” Gumam Dania lalu turun dari atas ranjangnya dan pergi ke kamar mandi. Di dapur dan di ruang obat, para tabib sudah sibuk bekerja, mereka merebus resep ramuan obat yang sudah disiapkan oleh Dania. “Sudah waktunya kembali bekerja!” gumamnya sambil mengukir senyum. Dania melihat mereka sebentar lalu berbalik untuk menuju ke kamar mandi, tepat pada saat itu Dania menabrak Sutangji yang tengah ber