Share

Tafsir Waktu
Tafsir Waktu
Penulis: Bias Sastra

Chapter 1

Di sebuah sore awan menggantung, langit diluar mendung. Kabut merangkak menyelimuti sekeliling kota. Petir mulai menggemuruh terdengar, kilatannya sampai masuk kedalam ruangan. Gelap perlahan menghalangi pandangan, ada sekat yang tiba-tiba menyumbat.

"Tik tok tik tok,” jarum jam menunjukan pukul lima sore, pengunjung satu persatu nampak berdatangan untuk berkunjung. Sekarang aku sedang membersihkan meja yang baru saja ditinggalkan pengunjung disebuah bar tempat aku bekerja. Dengan rasa letih yang menggunung, punggungku terasa pegal dan pinggang rasanya mau copot. Yak, aku bekerja sebagai pelayan disebuah bar tidak jauh dari tempatku tinggal.

Namaku Akira Carrasco, mungkin aku adalah pria keturunan jepang satu-satunya didaratan eropa ini, sekarang umurku sudah 27 tahun. Beberapa tahun yang lalu ayahku yang bekerja sebagai pelaut membawaku kekota ini, setelah ayahku meninggal aku harus melakukan pekerjaan apapun untuk menyambung hidup. Karena aku tidak mempunyai satu pun sanak saudara ditempatku tinggal sekarang ini.

Kalau ditanya soal ibuku, aku pun tidak tahu dia masih hidup atau sudah meninggalkan dunia ini, satu-satunya yang aku ingat adalah sebuah pertengkaran yang hebat terjadi dimasalalu. Hingga membuatku dipaksa berpisah dengan ibuku waktu itu.

Pengunjung malam itu semakin ramai, bar tempatku bekerja ini memang selalu ramai diminati banyak orang dikota tersebut. Bar yang berasitektur elegan dengan kursi yang begitu teratur dan meja yang sedemikian pas ditata agar setiap tamu bisa santai menikmati suasana sambil menikmati minuman dan makanan yang tersedia.

Suara musik jazz sangat merdu terdengar ditelinga. Aku selalu seperti ini di sela-sela pekerjaanku ternganga karena melihat seorang wanita yang begitu cantik. Kulitnya berwarna putih, dengan bola matanya yang berwarna kecoklatan. Senyumnya seperti bunga mawar yang sedang mekar, kakinya yang jenjang begitu gemulai, postur tubuhnya yang semampai begitu menambah keindahan dirinya. Sejak pertama kali melihatnya aku sudah jatuh cinta dengan wanita ini.

Namanya Belinda Paz Sastre, seorang wanita muda, yang dianugerahi suara merdu, primadona dikota tempatku tinggal, ia amat terkenal karena pekerjaannya sebagai penyanyi yang mengisi acara-acara saudagar kaya dikota ini. Terkadang kalau ada acara ditempat sadaugar kaya seperti itu aku pun bekerja sebagai pelayan, hanya sekedar untuk melihatnya setiap waktu dan penampilannya ketika bernyanyi, juga untuk sekalian menambah-nambah penghasilanku.

Bar tempatku bekerja ini juga selalu ramai karena banyak pria dikota ini yang mengagumi dirinya. Namun aku sadar, diriku bukanlah apa-apa untuk mendapatkan cintanya, aku pun hanya bisa mengaguminya saja. Terlebih lagi yang aku tahu dia sudah memiliki seorang kekasih, anak dari seorang pengusaha yang paling kaya dikota ini.

Ia yang menjetikkan rokok di bawah meja bar, dan menenggak sebotol bir berukuran besar. Ia yang duduk di meja depan panggung itu yang telah menjadi tempat favoritnya, Bernardo Casas seorang pria yang memiliki sifat angkuh dan sombong. Kalau harus dibandingkan dengan kekayaannya, aku sangat jauh dibawahnya.

Tiba-tiba aku tersentak lalu tersadar dari lamunan, karena suara dan tepukan tangan seseorang dipundakanku.

"Hei Akira! kenapa kamu hanya berdiam saja disini, tolong bantu aku membawakan makanan dan minuman kemeja nomor dua." seru Mario Rubio dia adalah satu-satunya teman yang aku miliki, dia bekerja sebagai pelayan juga bersamaku ditempat ini. Karena sedikit berbeda dan terlalu miskin. Aku jadi terasingkan dan sulit untuk mendapatkan teman dikota ini.

"Oh.. maafkan aku, segera akan aku kerjakan." kataku beranjak pergi untuk mengambil pesanan dari pengunjung yang memesannya.

Makanan dan Minuman telah siap, aku membawa beberapa minuman disusul dengan makanan menuju kemeja nomor dua, yang agak terpisah dan berada didekat jendela.  Aku menghela nafas sesaat karena sudah lelah, sebab pekerjaan malam ini cukup banyak juga.

Aku selalu memikirkan mungkinkah ini awal yang mesti ku jalani, atau mungkin akhir dari segalanya. Entahlah,aku sangat takut meraba –raba masa depan. Aku selalu berdoa dimalam ketika semua orang tak bisa mendengarnya. Berharap masih ada kesempatan untuk memupuk kembali masa depan yang semestinya, mungkin setidaknya untuk bisa bertemu lagi dengan ibuku.

Malam ini begitu penat, tepat pukul 22.00, aku baru selesai bekerja digantikan oleh karyawan yang lain. Malam semakin sunyi dan udara dingin terasa semakin menusuk. Sejak tadi juga tidak ada satu orang pun yang melewati jalan ini. Namun aku tetap melangkahkan kedua kakiku di tengah-tengah keheningan yang semakin mencekam bersama Mario, tidak sering aku pulang bersama dirinya karena rumah kami yang berdekatan dan satu arah juga. 

"Hei, Akira aku sering sekali memperhatiaknmu melamun melihat Belinda saat sedang bekerja, apa kamu menyukai dirinya?" tanya Mario.

"Apa maksutmu? siapa pun dikota ini pasti menyukai Belinda karena parasnya yang cantik." elak Aku menjawab pertanyaan Mario yang membuatku jadi salah tingkah.

"Aku hanya bertanya saja, dan mengingatkan kita ini bukan siapa-siapa! jadi untuk mendapatkan wanita seperti dia itu sangat tidak mungkin." kata Mario menasehati.

Aku pun sebenarnya sadar dengan ucapan Mario, tetapi karena rasa suka yang berlebihan, aku jadi sulit mengendalikan diriku sendiri saat melihat Belinda yang begitu cantik ketika bernyanyi.

"Aku tau itu, tidak perlu mengingatkan. Aku memang tidak pantas untuknya." bela aku.

"Baguslah kalau kamu sadar, jadi lebih baik kamu mencari uang saja yang banyak. Agar tidak kelaparan." ujarnya.

"Tenang saja, memang hanya itu yang aku lakukan saat ini!" kataku.

"Oh, iya nanti akan ada acara besar dari seorang saudagar kaya dikota ini, lumayan untuk menambah penghasilan kita nanti." katanya.

"Benarkah! terimakasih atas infonya, aku pasti akan melakukan pekerjaan itu." kataku.

"Iya, nanti kita akan bekerja disana bersama, kalau gitu aku pulang duluan. Kamu hati-hati dijalan." kata Mario kami berpisah disebuah persimpangan dekat rumahnya, lalu aku melanjutkan perjalanan.

Tetapi saat dalam perjalanan tiba-tiba saja aku merasa lapar, untung saja masih ada stand makanan pinggir jalan yang masih menjajakan dagangannya. Kemudian aku berhenti sejenak untuk membeli Taco, mengganjal perutku dan membeli secangkir kopi, sesaat aku makan dan menyesap kopi yang kubeli.

Suaraku benar-benar terkunci karena menikmati makanan dan kopi yang baru saja kubeli. Setelah beberapa saat aku melihat keujung jalan, kepada seseorang yang sedang berdiri disana tidak begitu jelas, orang itu seperti terus menatap lurus kedepan, kearah tempatku berada sekarang. Dikejauhan aku melihat tampak sapuan cahaya lampu kota diatas kepala orang tersebut, papan-papan iklan menjulang tinggi, serta pabrik. Tapi yang kurasa disekelilingku seketika malam ini hening menyelimuti, teramat sepi sehingga jangkrik begitu nyaring mengerik. Didekat kakiku batu-batu sebesar kepalan tangan berserakan dari keramaian yang sudah berlalu. "Siapa orang disana itu, menatap aneh seperti itu?" gumam aku dalam hati.

Karena sudah terlanjur melihatnya dan penasaran maka aku menghampirinya, mencoba memberanikan diri dan mengalahkan rasa takutku.

Ketika aku menoleh kiri dan kanan untuk mengawasi situasi, kalau-kalau orang itu ingin melakukan perbuatan jahat denganku paling tidak aku bisa meminta tolong kepada orang lain. Tetapi apa yang terjadi aneh sekali? orang itu lenyap dari tempatnya begitu cepat, aku tidak melihatnya disekitar situ. "Sialan! sebenarnya siapa orang tadi itu, atau mungkin dia bukan orang?" bergumam aku memikirkan sesuatu yang tidak bisa dijelaskan oleh nalar.

Barangkali itu adalah seorang gelandangan yang baru saja melintas, atau seorang buruh pabrik sehabis kerja lembur. Sebab jalan itu aksesnya dekat dengan pabrik. Sangat memungkinkan akan bertemu seseorang, pikirku. Karena aku pikir orang itu sudah tidak ada, masa bodo denganya! aku melanjutkan perjalananku kembali kerumahku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status