Share

Bab 5

Author: Ayudia
"Iya benar, Pak. Ibu nggak nelepon saya, waktu saya telepon juga nggak tersambung. Mungkin Ibu sudah memblokir nomor saya."

Prang!

Kevin sontak meletakkan sendoknya dan pergi dengan wajah dingin.

Bi Lia hanya bisa terdiam.

Dia sudah salah. Jika Bu Raisa membuat Pak Kevin tidak senang, Pak Kevin pasti akan marah.

Bi Lia awalnya berharap Bu Raisa akan meninggalkan Pak Kevin selama beberapa hari saja, tetapi sekarang dia tidak lagi berpikir demikian.

Sebagai orang luar, dia dapat melihat bahwa Pak Kevin sebenarnya lebih suka diperlakukan lembut daripada keras, dan Bu Raisa pasti lebih tahu tentang itu. Seharusnya dia tidak perlu bermain tarik ulur seperti ini.

Perbuatan Bu Raisa itu sudah membuat hidupnya sulit.

Sungguh menyebalkan.

...

Kevin tiba di kantor dan menyelesaikan rapat rutin. Tak lama kemudian, sekretarisnya mengetuk pintu dan membawakan sebuah bingkisan hadiah.

Kevin membukanya.

Itu adalah sebuah cincin.

Rey juga mengatakan bahwa Raisa menjual cincin kawinnya dan pergi ke toko perhiasan lain.

Jadi, ini adalah akhir dari sandiwaranya menghilang selama dua hari?

Dia pasti akan membawakan bekal makan siang ke kantor nanti.

Kevin langsung mengerutkan kening.

Dia menutup kotak cincin itu, meletakkannya di samping, dan kembali fokus bekerja.

Setelah beberapa saat, dia menelepon Mario dan berkata dengan nada dingin, "Jangan biarkan Raisa datang ke kantor hari ini!"

Dia tidak suka Raisa mempermainkan trik padanya.

Setelah menutup telepon, Kevin membuang kotak cincin itu ke tempat sampah.

...

Di Hari Senin yang sama, hari kembalinya bekerja.

Raisa duduk di meja kerjanya tepat waktu.

Awalnya dia tidak ingin bekerja setelah menikah, tetapi dulu saat makan malam keluarga, ketika Kakek Toni tidak ada, ibunya Kevin yang bernama Monica Heriadi pernah memarahinya di depan semua orang.

Dia berkata bahwa Raisa tidak bisa melakukan apa-apa, hanya makan dan minum gratis di rumah, tidak bisa memberi anak, dan tidak bisa merawat Kevin dengan baik. Ketika dia berkumpul bersama teman-temannya, tidak ada sama sekali yang bisa dibanggakan darinya sebagai seorang menantu.

Kevin juga ada di sana saat itu, tapi dia diam saja tidak membelanya, membiarkan ibunya menyerang Raisa dengan kata-kata tajam yang menyakitkan.

Malam itu juga, Raisa mengirimkan resumenya.

Bukan ke Yuliardi Group, melainkan ke Tech Tower.

Tech Tower adalah perusahaan teknologi yang baru didirikan lima tahun lalu dan memiliki nilai pasar lebih dari dua ribu triliun.

Sebagai perusahaan besar pada umumnya, bahkan untuk posisi sekretaris Tech Tower haruslah lulusan dari salah satu universitas terbaik di negara ini.

Raisa adalah lulusan Universitas Arcadia dan dengan kualifikasi akademik yang memadai. Dia mengambil jurusan komputer paling populer dan bisa melanjutkan ke departemen riset dan pengembangan.

Namun, pekerjaan teknis umumnya mengharuskan hampir seribu jam kerja. Jika proyeknya besar, maka harus bekerja siang dan malam. Kalau itu terjadi, dia tidak akan punya waktu untuk mengurus Kevin.

Jadi, Raisa memilih posisi administratif yang relatif santai dan menjadi sekretaris di kantor direktur eksekutif. Ketika Kakek Toni mengetahui hal itu, dia meminta agar Raisa mau pindah ke Yuliardi Group.

Lagipula, di perusahaan keluarga sendiri, dia tidak perlu terikat jam kerja, jadi tidak akan terlalu sulit dan lebih bebas.

Namun, Raisa tahu betul bahwa Monica sangat membencinya. Jika dia pergi ke Yuliardi Group, akan lebih mudah untuk mempermalukan dan menghinanya karena ingin ikut campur di urusan bisnis keluarga.

Sedangkan di Tech Tower, tidak akan ada masalah seperti itu.

Raisa sebenarnya sudah menulis surat pengunduran dirinya minggu lalu karena kehamilannya, tetapi sekarang dia tidak berencana untuk mengirimkannya lagi.

Dia akan menulis ulang makalahnya dan perlu memahami tentang industri ini lebih dalam. Tech Tower adalah perusahaan teknologi mutakhir dengan banyak sumber daya dan peluang.

Dengan pekerjaannya sebagai sekretaris yang relatif santai, dia akan punya lebih banyak waktu untuk mengerjakan makalahnya itu.

"Raisa, kok tumben kamu nggak bawa bekal hari ini?"

Seorang rekan kerja di meja sebelah bertanya penasaran. Raisa memang sesekali membawa bekal makan siang ke kantor, tetapi saat siang hari, dia akan keluar membawa bekal makan siang itu, dan tidak ada yang tahu kepada siapa dia memberikannya.

Bekal makan siang itu dibuatkan Raisa untuk Kevin.

Kevin sering minum-minum saat bersosialisasi, jadi keesokan harinya Raisa akan bangun pagi-pagi untuk membuatkannya bekal yang menenangkan pencernaannya.

Membawa sendiri bekalnya ke kantor akan menjadi cara termudah, tetapi Kevin merasa itu merepotkan, jadi dia tidak ingin melakukannya.

Raisa pun terpaksa membawakan bekalnya ke kantor. Dia selalu naik taksi untuk mengantarkannya saat istirahat makan siang.

Untung saja, jaraknya tidak jauh dan cukup waktu.

Raisa berkata, "Aku nggak mau bawa bekal lagi."

Tidak perlu.

Saat itu, Bu Arini yang menjabat sebagai kepala kantor sekretaris, datang dengan tergesa-gesa dan mengumumkan sebuah berita besar. "Presdir akan kembali Senin depan. Kita perlu menyusun dan mengatur berbagai dokumen dari semua departemen untuk memastikan dokumen yang akan diperiksa Presdir lengkap dan akurat."

Bu Arini mengetuk meja dengan tegas dan berkata, "Semuanya, ayo cepat bekerja."

Perkembangan Tech Tower dalam beberapa tahun terakhir adalah sebuah keajaiban, tetapi yang paling misterius adalah pendirinya.

Dia sedang melakukan ekspansi di luar negeri, dan perusahaan ini dipimpin oleh Angga Frimawan sebagai Wakil Presdir.

Raisa belum pernah melihat langsung pemilik perusahaan ini.

Setelah merasa terkejut dan bersemangat, mereka pun memulai hari yang sibuk.

...

Di Yuliardi Group.

Seorang wanita muncul di kantor Kevin tanpa pemberitahuan apa pun.

Padahal, untuk bisa bertemu Kevin, semua perlu membuat janji terlebih dahulu, tetapi nama wanita itu tidak ada dalam daftar.

Selain itu, Mario sendiri yang turun untuk menjemputnya secara langsung, mengantarnya untuk menemui Kevin, dan menutup pintu ketika dia keluar.

Perlakuan istimewa itu mengejutkan para staf di kantor sekretariat dan membuat penasaran, mereka berkata, "Siapa dia? Cantik dan anggun sekali seperti artis."

"Pak Kevin nggak suka pertemuan yang nggak direncanakan, tapi hari ini dia membuat pengecualian untuk wanita itu. Ini langka sekali."

"Pak Kevin juga nggak pernah dekat dengan wanita. Aku sudah bekerja di sini selama bertahun-tahun, tapi belum pernah melihat Pak Kevin sendirian di kantor dengan seorang wanita."

Semua orang memiliki pemikirannya masing-masing, "Apa jangan-jangan dia calon istri bos?"

Kevin menikah dengan Raisa secara diam-diam. Kecuali teman-teman dekat mereka, tidak ada yang tahu bahwa dia telah menikah.

Kevin adalah pria yang disiplin dan bebas dari gosip. Dia jarang memperlakukan lawan jenis secara spesial. Jadi spekulasi tentang calon istri bos tersebut memang sangat masuk akal.

Di ruangan Kevin.

Setelah melihat Siska datang, Kevin menghentikan pekerjaannya.

Siska pun berjalan ke meja Kevin, meletakkan tangannya di atas meja, mencondongkan tubuh ke depan, dan menundukkan kepala. Melihat jari-jarinya yang kosong, dia lalu bertanya, "Apa kamu sudah menerima cincinnya?"

Kevin tertegun, "Itu dari kamu?"

Bukan Raisa yang membelikan untuknya?

"Aku kan sudah janji makan denganmu semalam, tapi karena Prof Fredi ada urusan mendesak, jadi aku nggak bisa datang. Itu hadiah untukmu sebagai permintaan maaf."

Siska memamerkan cincin di jari manisnya dan berkata, "Cincin pria dari merek ini jarang banget, dan satu-satunya model yang kusuka adalah cincin pasangan ini. Jadi, aku memakainya untuk bersenang-senang dan memberimu model ini karena desainnya bagus. Kamu nggak keberatan, kan?"

Meskipun berkata begitu, dia tahu Kevin tidak akan keberatan.

Kevin tersadar dan ingat sudah membuang kotak cincin itu ke tempat sampah. Dia pun membungkuk untuk mengambil dan memeriksanya. Ekspresinya tidak lagi seburuk tadi.

Wajah Siska membeku sesaat dan bertanya, "Kamu membuangnya?"

Kevin meliriknya dan mencerna maksud di balik perkataannya.

Lalu dia membuka kotak itu, mengeluarkan cincinnya, dan memasangkannya di jari manis kirinya.

Kevin menatapnya lembut dan berkata, "Aku nggak tahu kalau itu dari kamu."

Wajah Siska akhirnya tampak lebih cerah.

Rey pernah berkata Kevin tidak akan memakai cincin kawin kecuali jika benar-benar diperlukan.

Alasannya tentu saja tidak sulit untuk ditebak.

Kevin pun bertanya, "Apa kamu marah?"

Siska menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Nggak, kamu sebenarnya nggak membenci cincin ini."

Tetapi, orang itu.

Siska lanjut bertanya, "Apa kamu suka?"

"Ini sangat bagus." Kevin mengangguk dan bertanya, "Apa yang kamu lakukan kemarin?"

Siska berkata, "Proyek Prof Fredi terhenti karena kendala yang cukup sulit. Setelah aku pulang dan membaca sepanjang malam, tetap saja belum mendapat petunjuk. Untungnya, perusahaan teman sekelasku juga bergerak dalam bidang teknologi ini, jadi aku berencana menghubungi dan bertanya padanya."

Pimpinan perusahaan yang dia maksud adalah Reza Pahlevi. Kebetulan, mereka semua adalah alumni Universitas Arcadia, walaupun Reza beberapa angkatan di bawah Siska.

Karena mereka adalah lulusan universitas yang sama, akan lebih mudah untuk menjalin relasi dengannya.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tak Ada Kata Maaf Untuk Mantan Suami   Bab 100

    “Kalau begitu, doakan saja mereka.” Opini warganet baik di dunia maya maupun nyata, sebenarnya tidak jauh berbeda. Oleh karena itu, Raisa tidak terlalu terkejut.Suri terdiam beberapa saat. Di satu sisi, dia senang karena Raisa tampaknya sudah tidak terlalu peduli, tetapi di sisi lain dia merasa muak dengan pria brengsek itu.Bagaimanapun juga, Raisa yang terpenting.Dia tidak ingin peduli, maka biarkan saja. Suri pun menahan rasa muaknya dan tidak melanjutkan pembicaraan. Setelah mengobrol sebentar, keduanya menutup telepon.Memang benar, Raisa sudah tidak tertarik lagi pada berita tentang Kevin dan Siska, tetapi tetap saja dia membuka topik terhangat di internet. Dia langsung mengabaikan nama keduanya.Dia menggulir dari atas hingga bawah, tetapi tidak menemukan nama Bravi. Semakin besar proyek amal ini terekspos, tentu semakin baik. Pihak Keluarga Sastranegara pasti akan mempromosikannya secara besar-besaran.Dengan adanya sosok seperti Bravi, hanya dengan menyebarkan satu foto sa

  • Tak Ada Kata Maaf Untuk Mantan Suami   Bab 99

    “Itu cuma asumsi, kenyataannya sama sekali nggak masuk akal. Jadi, jangan membantahku dengan fakta. Aku cuma penasaran saja mau tahu pendapatmu.”“Oh ya, satu lagi, anggap saja dia nggak ada hubungan sama Kevin. Kalau Bravi menyukaimu, kamu gimana?”Bayangan yang tidak sesuai kenyataan hanyalah angan-angan. Raisa tidak suka berandai-andai. Tetapi karena ini hanya obrolan santai dengan sahabat, dia tidak terlalu mempermasalahkannya.Dia pun memikirkannya dengan serius.“Pertama, anggap Bravi menyukaiku. Kedua, dia nggak ada hubungan sama Kevin. Kalau begitu, mungkin jarang yang akan menolak dia, kan? Soalnya, Bravi itu ganteng, kaya, dan punya tubuh yang bagus. Itu saja sudah cukup bikin perempuan senang.”Suri bertanya, “Jadi, apa jawabanmu?”“Pandangan seseorang akan berubah sesuai dengan pengalaman hidupnya. Suri, setelah aku gagal dengan Kevin, kamu tahu apa perubahan paling besar dalam diriku?”“Pandangan soal cinta?”“Benar. Pandanganku tentang cinta berubah. Kalau soal pertemana

  • Tak Ada Kata Maaf Untuk Mantan Suami   Bab 98

    Raisa akhirnya merasa tenang.Bravi sangat berprinsip, jika bukan uangnya, sepeser pun tak akan dia ambil. Tetapi jika memang miliknya, dia pasti akan menerimanya.Setelah makan malam, Raisa mulai membereskan bekas makan mereka.Bravi berkata, “Biarkan saja, itu bukan tugasmu. Ada orang yang beresin nanti.”Raisa tahu dia punya kebiasaan bersih dan rapi, jadi dia mulai membereskan lebih dulu. Karena sudah setengah jalan, dia sekalian merapikannya sampai bersih. Terakhir, sambil membawa kantong sampah dan jas luarnya, dia berkata, “Selamat malam,” lalu membuka pintu dan pergi.Bravi saat ini sudah duduk di sofa. Dia melihat pesan yang sebelumnya dikirim oleh Richard.[Tadi saat aku bilang mau antar Raisa pulang, eh kau tiba-tiba bilang bosan dan malah ikut pulang. “Tiba-tiba”mu itu terlalu mencurigakan. Ayo ngaku, sebenarnya kau yang ingin mengantar Raisa pulang kan?]Bravi menjawab, [Iya.][Dasar licik! Sudah kuduga!]Richard menulis, [Maksudmu apa, sih? Tadi waktu Raisa bilang terim

  • Tak Ada Kata Maaf Untuk Mantan Suami   Bab 97

    Saat melihat Bravi tidak mengganti sepatunya, Raisa pun membatalkan niatnya untuk pulang mengambil pelindung sepatu.Dia sudah pernah datang ke rumah ini dua kali sebelumnya, dan setiap kali datang, rumah itu selalu bersih dan rapi, seolah-olah ada yang membersihkannya setiap hari.Namun sebelumnya, Raisa sendirian, tapi hari ini Bravi juga ada di sana. Ada sedikit rasa tidak nyaman. Tetapi, masih bisa diatasi.Raisa meletakkan tas berisi jas Bravi, lalu membawa makanan ke meja makan, membukanya satu per satu dengan sangat alami seolah-olah sudah sering melakukannya.Setelah mencuci tangan, Bravi duduk di meja makan.Raisa pun berkata, "Silakan makan, Pak. Selamat malam."Baru saja hendak pergi, suara dingin pria itu terdengar, "Sebanyak ini, aku nggak akan habis."Porsi makanan itu memang sudah dikurangi separuh oleh Raisa, tetapi Bravi sebelumnya memesan untuk empat orang, meskipun setengahnya, masih tetap tidak akan habis.Raisa hanya ingin pulang dan beristirahat. Dia sempat ragu

  • Tak Ada Kata Maaf Untuk Mantan Suami   Bab 96

    Pandangan Bravi sejak tadi beralih dari wanita itu. Dia menunjuk ke arah makanan yang memenuhi meja. "Makan dulu."Richard langsung mengajak Raisa untuk bergabung.Raisa memperhatikan wajah Bravi. Dia tampak tenang, tidak bisa ditebak apa yang dipikirkannya. Tetapi karena tidak bicara apa pun, mungkin karena sudah dianggap lolos.Dia melirik makanan di atas meja, lalu berkata, "Aku pulang duluan, kalian makan saja."Richard terkejut. "Kok buru-buru banget, ada urusan?"Raisa mengangguk pelan. Richard menyikut Bravi dan berbisik, "Suruh dia tinggal di sini." Dia mengerti, Raisa hanya akan mendengarkan kata-kata bosnya.Tapi Bravi tampak acuh tak acuh. Raisa pun bangkit berdiri, nada bicaranya sopan tapi berjarak, "Pak Bravi, silakan dilanjutkan. Saya pulang dulu, terima kasih untuk malam ini."Richard ikut berdiri. "Kenapa harus sesopan itu? Cuma masalah kecil saja. Kalau bukan karena Bravi lebih cocok untuk menghukum gadis bau kencur itu, aku pasti yang akan datang membantumu. Lebih

  • Tak Ada Kata Maaf Untuk Mantan Suami   Bab 95

    “Benar, aku masih ingat terakhir kali main kartu, bosmu menang. Tapi kami berempat, masing-masing menang besar, dan memenangkan kembali semua uang yang susah payah dia menangkan, bahkan dia masih harus nombok,” kata Richard dengan penuh kemenangan.Raisa menoleh ke arah Bravi. Dia tak berkata apa-apa, itu berarti memang benar.“Ayo lanjutkan,” kata Angga.“Kami nggak akan mengalah,” tambahnya.Surya juga mengangguk setuju.“Hari ini kita tiga pria sejati, nggak perlu jaga gengsi.”Richard semakin bersemangat melihat kekacauan. Bravi jarang sekali menetapkan target untuk Raisa, akan membosankan jika langsung menang. Dia harus terus kalah, agar bisa terus bermain.Menghadapi tantangan dari ketiganya, Raisa tersenyum. “Nggak masalah, ayo.”Richard langsung bersemangat dan berkata, “Wah wah wah, Bravi, sekretarismu menantang kami! Kau bertaruh kami yang menang atau sekretarismu ini yang menang?”Bravi masih tampak malas untuk berbicara.Raisa yang biasanya dingin seperti mesin, kini menjaw

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status