Compartir

Part 61

last update Última actualización: 2025-12-04 16:50:47

Vanka refleks berdiri lebih rapat ke pintu, seolah ingin menghalangi lelaki itu agar tidak bisa masuk.

Dan di depannya, Shankara berdiri dengan wajah yang sulit dibaca. Lelaki itu terlihat lelah, kusut, namun tetap dengan aura yang selalu membuat Vanka sulit untuk bernapas.

"Ada apa, Bang?" Vanka menanyakan kepentingan lelaki itu datang menemuinya.

"Van, boleh Abang masuk?"

"Maaf, Bang, dokter barusan ke sini dan mengatakan aku harus membatasi tamu."

"Membatasi tamu?" Shankara mengulangi.

"Iya."

"Tapi Abang bukan tamu."

Nada Shankara jadi lebih tegas. "Abang ayah kandung Lengkara."

Penekanan itu seperti hantaman ke dada Vanka.

Ayah kandung.

Dua kata yang selama ini Shankara selalu hindari, selalu ia tolak, selalu ia tampik dengan berbagai alasan.

Jadi sekarang dia ingat? Sekarang dia sadar?

Batin Vanka menertawakan getirnya nasib.

Sikap Shankara kali ini begitu berbeda. Bukan lagi lelaki yang Vanka datangi sampai berkali-kali, memohon, memelas, bahkan merendahkan diri. Yang berdiri d
Continúa leyendo este libro gratis
Escanea el código para descargar la App
Capítulo bloqueado
Comentarios (7)
goodnovel comment avatar
Yeni Ari
Pulang ngadu sama bapaknya si Anin... Jgn2 bapaknya 11-12 kyak bpknya Clarin.
goodnovel comment avatar
Tari Emawan
semoga Sangkara bersatu lg dngn Vanka. semangat kk thor.
goodnovel comment avatar
Aurora Aurora
Ka lanjut lagi...
VER TODOS LOS COMENTARIOS

Último capítulo

  • Tak Sengaja Mencintaimu   Part 111

    Shankara menunggu panggilan tersambung. Sementara di depannya Ananta juga tengah menerima telepon. Pria itu berdiri lalu memberi isyarat pada Shankara bahwa dirinya harus pergi. Shankara memberi anggukan sebagai jawaban.Shankara baru ingat saat ini di Turki masih subuh akibat perbedaan waktu lebih lambat empat jam dari Indonesia. Ia pikir tidak sopan menelepon sesubuh ini. Saat ia berniat untuk membatalkannya, tiba-tiba terdengar jawaban dari ujung telepon."Halo." Suara Darmawan terdengar serak, jelas baru bangun. Ada jeda sepersekian detik sebelum Shankara membuka mulut, seolah ia sedang menimbang ulang apakah percakapan ini benar-benar harus terjadi sekarang."Halo, Om, maaf saya mengganggu menelepon Om pada jam segini," kata Shankara mengawali."Oh." Ada tarikan napas singkat. "Tidak apa-apa. Ada apa menelepon jam segini?"“Saya sebenarnya ragu untuk menelepon sekarang. Tapi saya merasa harus menyampaikannya pada Om secepat mungkin.”“Anindia baik-baik saja, kan?”“Anindia tidak

  • Tak Sengaja Mencintaimu   Part 110

    Setelah Anindia berlalu, Shankara terduduk sambil melepaskan napas panjang seolah baru saja melepaskan beban berat dari pundaknya.Tangannya yang besar menekuk wajahnya, menahan rasa yang bercampur baur. Ada rasa lega karena akhirnya ia bisa kembali mengendalikan situasi, tapi juga sedikit terguncang melihat betapa rapuhnya Anindia ketika harus menghadapi kenyataan."Ngapain dia ke sini?" tanya Ananta yang duduk di hadapannya."Kemarin gue putusin tapi dia masih nggak terima. Mana pake percobaan bunuh diri." Suara Shankara terdengar berat. “Percobaan bunuh diri?” ulang Ananta.“Yup. Dia mecahin vas bunga terus nyayat tangannya pake itu. Dia teriak-teriak, nangis, nggak mau dengar apa pun. Gue mau bawa dia ke rumah sakit tapi dia nggak mau.""Lukanya parah?" tanya Ananta menanggapi."Lukanya nggak parah, tapi sikapnya … itu yang bikin capek. Akhirnya gue obatin sendiri. Setelah capek nangis-nangis dan ketawa kayak orang gila dia ketiduran. Baru gue bisa pulang."Ananta menghela napas

  • Tak Sengaja Mencintaimu   Part 109

    Ucapan putrinya tentu saja membuat Shankara tercengang. "Tante Anin?" Shankara mengulangi seolah ingin memastikan bahwa dirinya tidak salah dengar."Iya, Pa. Di depan." Lengkara menunjuk ke arah pintu dengan wajah sedikit tegang, berbeda dari ekspresi cerianya sejak tadi.Tidak ada dalam pikiran Shankara bahwa Anindia akan datang ke rumahnya setelah kejadian kemarin. Pagi-pagi pula. Bayangan kejadian malam itu berkelebat cepat di kepalanya. Teriakan, tangisan, darah, dan kegigihan Anindia yang membuatnya tidak nyaman. “Lengkara masuk ke kamar dulu ya,” katanya setenang mungkin sambil berjongkok di hadapan putrinya. “Papa mau bicara sebentar.”Lengkara mengangguk patuh tanpa banyak bertanya lalu berjalan perlahan menuju kamarnya. Shankara memastikan pintu kamar tertutup sebelum melangkah ke arah depan.Anindia sudah duduk manis di sofa ruang tamu. Perempuan itu tampak kacau. Wajahnya pucat, rambutnya tidak disisir. Dan yang paling jelas adalah matanya yang merah dan bengkak pertanda

  • Tak Sengaja Mencintaimu   Part 108

    Hari masih pagi ketika Lengkara terjaga dari tidurnya. Matanya yang masih setengah mengantuk bergerak ke kanan dan kiri sebelum akhirnya membulat penuh kegembiraan. Di sebelahnya, Mama dan papanya ada di sana. Berdekatan dan saling memeluk satu sama lain."Wah, Papa meluk Mama!" serunya ceria. Ini adalah untuk pertama kalinya anak itu melihat orang tuanya tidur bersama.Lengkara memerhatikan keduanya dengan mata berbinar, seolah menemukan pemandangan paling indah pagi itu. Bibir mungilnya tersenyum lebar, lalu ia duduk sambil menepuk-nepuk kasur.“Papa sama Mama tidur bareng.” Anak itu menggumam takjub dengan mata tidak lepas dari keduanya.Tak lama kemudian Vanka terbangun. Ketika kelopak matanya terbuka, ia bertemu dengan wajah penuh binar anaknya. Pipinya seketika memanas. Ia hendak bergerak menjauh, tapi lengan Shankara justru mengerat di perutnya.“Bang, lepasin. Lengkara udah bangun,” bisiknya malu.Shankara membuka mata dengan santai, lalu tersenyum ketika menyadari siapa yang

  • Tak Sengaja Mencintaimu   Part 107

    Vanka sudah berkali-kali memandang jam dinding sejak sore menjadi malam. Tangannya juga tidak berhenti meremas ponsel, membuka, menutup layar, berharap ada pesan masuk atau apa pun dari Shankara. Tapi tidak ada. Lengkara juga sudah berkali-kali menanyakan kenapa papanya masih belum pulang. Tadi Vanka mengatakan padanya bahwa Shankara pergi ke bengkel. Lengkara terus menunggu sampai akhirnya tertidur sendiri. Ia berjalan ke jendela, menyingkap tirai sedikit, lalu kembali duduk. Lalu berdiri lagi. Jantungnya tidak tenang sejak Shankara pergi bertemu Anindia. Vanka tahu pertemuan itu tidak akan sederhana. Ia mencoba menenangkan diri dengan membuat teh, tapi cangkir itu hanya disentuhnya sekali sebelum diletakkan kembali. Pikirannya terus berkelana pada kemungkinan paling terburuk. Ketika akhirnya suara pintu dibuka terdengar, Vanka hampir berlari. "Abang." Kata itu terhenti di bibirnya. Shankara berdiri di ambang pintu dengan wajah letih. Vanka melangkah mendekat, hendak memeluk

  • Tak Sengaja Mencintaimu   Part 106

    Shankara membeku hanya sepersekian detik. Lalu nalurinya mengambil alih segalanya.“Anindia!”Ia menerjang ke depan, menangkap pergelangan tangan Anindia sebelum sayatan itu menjadi lebih dalam. Pecahan vas terlepas dan jatuh ke lantai dengan bunyi nyaring. Darah tetap keluar, tapi tidak seperti yang Anindia niatkan. Shankara menggenggam tangannya kuat-kuat, menekan pergelangan itu ke dadanya sendiri, menahan dengan telapak dan lengan bajunya.“Gila kamu! Kamu mau bunuh diri cuma buat maksa aku?!”Anindia memberontak, menangis, menjerit, memukul dada Shankara dengan tangan satunya yang bebas. “Lepasin! Lepasin aku! Aku lebih baik mati daripada kamu tinggalin!”“Diam!” Shankara membentaknya dengan keras, penuh amarah dan panik. “Diam, Nin! Dengar aku!” Ia menyeret Anindia ke sofa, memaksanya duduk. Anindia terisak keras, tubuhnya gemetar hebat. “Kamu nggak peduli aku mati atau hidup, kan?” suaranya serak, penuh kekecewaan dan luka. “Kamu cuma peduli sama dia.”“Aku peduli sama kamu. M

Más capítulos
Explora y lee buenas novelas gratis
Acceso gratuito a una gran cantidad de buenas novelas en la app GoodNovel. Descarga los libros que te gusten y léelos donde y cuando quieras.
Lee libros gratis en la app
ESCANEA EL CÓDIGO PARA LEER EN LA APP
DMCA.com Protection Status