Bukankah Jalan Chava di sekitar perusahaan Kelly? Begitu mendengarnya, Nadine makin khawatir dan hampir menangis.Pria paruh baya itu mengatakan mereka seharusnya membutuhkan 30 menit untuk sampai di rumah sakit, tetapi dia berkemudi dengan cepat sehingga hanya memakan waktu 15 menit.Begitu turun dari mobil, Kelly yang berdiri di luar rumah sakit langsung mendengar sirene ambulans. "Cepat, ini korban kecelakaan Jalan Chava. Cepat dibawa ke UGD!"Nadine melihat korban yang berlumuran darah dan kesadarannya menurun. Seketika, punggungnya terasa dingin. Dia bergegas masuk dan menuju ke meja resepsionis untuk menanyakan nomor kamar Kelly."Kamu keluarganya?""Ya, tadi aku ditelepon.""Kamu ...." Suster berjeda sebelum menunjukkan ekspresi menyayangkan. "Kamu temui dia saja."Nadine makin cemas. Dia berusaha mengendalikan tangannya agar tidak bergetar. Setelah menarik napas dalam-dalam, dia membuka pintu dan melihat sebuah tubuh yang ditutupi kain putih.Kaki Nadine melemas. Dia hampir ter
"Ya, ya. Kamu memang hebat. Sudah puas?""Menurut prosedur di rumah sakit, mereka harus menghubungi anggota keluarga korban. Aku nggak ingin orang tuaku khawatir, makanya aku memberi mereka nomormu."Usai berbicara, Kelly menghela napas dan mengeluarkan ponselnya. Dia mengeluh dengan kesal, "Kalau ponselku nggak rusak, aku pasti meneleponmu untuk mengabarimu."Pantas saja, Nadine menelepon tadi, tetapi ponsel Kelly tidak aktif. Kini, Nadine mencemaskan kesehatan Kelly. "Terus, sekarang gimana kondisimu? Apa ada yang sakit?""Sebelum kamu datang, aku sudah melakukan banyak pemeriksaan. Semuanya normal kok. Setelah mengurus prosedur, aku boleh pulang."Nadine menghela napas lega. "Syukurlah."Kelly mengambil tas, lalu mereka sama-sama pergi membayar. Ketika hendak pergi, mereka malah melihat Rebecca. Di sampingnya adalah Eva.Keduanya tampak menunduk dan membahas sesuatu. Rebecca tersenyum, Eva mengangguk. Kedua wanita ini terlihat sangat akrab."Kamu harus lebih hati-hati. Jangan sampai
Jadi, Rebecca hanya bisa memelototi Kelly. Jika tatapan bisa berubah menjadi pisau, Kelly pasti sudah tersayat-sayat sejak tadi."Kelly, sepertinya kamu salah paham padaku." Eva mendongak dengan takut dan menatap Kelly dengan sedih.Sayangnya, Kelly tidak akan termakan sandiwaranya ini. "Salah paham apa? Kamu bukan orang yang nggak tahu malu?""Kelly, jangan keterlaluan! Aku lebih senior darimu!" sergah Rebecca."Oh, kamu kalah, jadi mau menekanku dengan senioritas? Sayangnya, aku bukan orang yang takut sama ancaman kalian. Aku bahkan bisa lebih dari ini. Mau dicoba nggak?"Rebecca tidak bisa berkata-kata."Kelly, sudahlah. Nggak ada gunanya berdebat dengan mereka," bujuk Nadine yang malas berbasa-basi. Lagi pula, apa gunanya menang berdebat?Nada bicara Nadine yang datar dan sorot matanya yang tenang bak sumbu yang membuat amarah Rebecca meledak.Rebecca terkekeh-kekeh. "Kamu pasti merasa rendah diri, 'kan? Kamu mengikuti Reagan bertahun-tahun, tapi nggak hamil. Eva dan Reagan pacaran
Makin dipikirkan, Rebecca merasa makin enggan. Pada akhirnya, dia mengejar Nadine dan Kelly. Padahal, biasanya dia tidak bertingkah seperti ini.Kala ini, Rebecca tidak ada bedanya dengan anjing yang panik hingga menggigit orang. "Kalian ini kurang ajar sekali! Pantas saja, kalian bisa jadi teman! Benar-benar nggak berpendidikan!"Kelly merasa lucu. Namun, dia tidak akan membiarkan siapa pun berbicara buruk tentang Nadine. "Tutup mulutmu deh, Nenek Lampir!""Memangnya aku salah ngomong? Dia ikut putraku selama enam tahun, tapi nggak hamil. Itu berarti dia nggak subur! Kenapa reaksi kalian malah berlebihan sekali? Kalian pasti malu karena omonganku benar, 'kan?""Heh!" Kelly tersenyum dingin. "Nggak hamil selama enam tahun ya? Kamu yakin bukan kesehatan putramu yang bermasalah? Dia sering masuk rumah sakit, suka merokok dan minum-minum. Lebih baik suruh putramu periksakan kesehatannya. Mungkin saja dia punya penyakit."Usai berbicara, tatapan Kelly tertuju pada perut Eva. Ekspresi Eva s
Kelly mencebik. "Dasar manusia tercela.""Kamu nggak seharusnya menghalangiku tadi." Kelly hanya mengerahkan 30% kekuatannya tadi. Jika dia serius, Rebecca bukan lawannya.Nadine terkekeh-kekeh mengingat wajah masam Eva saat pergi. Dia membujuk Kelly, "Sudah, sudah. Jangan merajuk lagi. Mereka cuma orang nggak penting."Kelly mengangguk. "Kamu benar. Tapi, kalau masih ada kesempatan, aku pasti akan mencabik-cabik mereka!"Nadine punya karakter yang lembut, jadi Kelly yang akan turun tangan untuk membantunya. Dia kuat."Ya, ya." Nadine tertawa. "Kamu pasti sangat syok hari ini. Biar kutraktir. Kamu mau makan apa?"Kelly merangkul bahu Nadine. "Aku menunggumu mengatakan ini dari tadi. Ayo, kubawa kamu makan makanan enak!""Hm? Bukannya aku yang seharusnya ngomong begitu?""Sama saja!"....Di dalam mobil, Rebecca memegang hasil tes dan teringat pada ucapan dokter yang mengatakan kondisi janin Eva sangat baik. Dia tersenyum lebar hingga tidak bisa menutup mulutnya.Ketika melihat ekspresi
Setelah mengantar Eva sampai ke gerbang sekolah, Rebecca berpesan kepadanya untuk hati-hati. Kemudian, dia menyuruh sopir mengantarnya pulang."Baik, Bu."Rebecca duduk di jok belakang sambil menatap syal jelek di sampingnya. Dia tak kuasa mengernyit. Makin dilihat makin kesal. Dia akhirnya melemparkan syal itu ke bawah jok, lalu buru-buru menarik tangannya seperti takut tangannya kotor.Ketika teringat pada penampilan Eva, Rebecca tak kuasa menghela napas. Penampilan Eva tampak biasa-biasa saja, sikapnya juga kurang dermawan. Sementara itu, syal buatannya berwarna merah, sama sekali tidak ada kesan elegan. Sebagus apa pun bungkusannya, isinya tetap jelek.Harus diakui bahwa wanita dari keluarga kecil seperti Eva memang memiliki keterbatasan. Rebecca mengingat hadiah pemberian Nadine. Syal, perhiasan, tas, semuanya sangat cantik dan cocok dengannya. Bisa dilihat bahwa Nadine memilihnya dengan cermat.Setelah memikirkan ini, Rebecca meludah dalam hati, 'Cih! Kenapa malah kepikiran wanit
Di mata Rebecca, putranya adalah yang terhebat dan tak tertandingi. Menantunya minimal harus lulusan S2. Lebih bagus lagi kalau lulusan luar negeri.Sementara itu, Eva sama sekali tidak memenuhi kualifikasi. Rebecca bersedia menemuinya hanya karena anak di kandungannya itu.Kalau soal menikah dengan Reagan dan menjadi menantu Keluarga Yudhistira ... itu tidak mungkin terjadi!Setelah mendengarnya, Clarine mengedikkan bahunya, sama sekali tidak terkejut dengan jawaban Rebecca. Kemudian, dia membuang syal itu ke tong sampah dan menyeka tangan dengan tisu basah."Sudah seharusnya seperti itu. Eva bukan siapa-siapa dan nggak pantas jadi kakak iparku. Dia bahkan kalah dari Nadine."Selain paras Eva yang masih termasuk bisa dilihat, wanita ini tidak memiliki apa-apa. Clarine tidak mengerti, entah apa yang membuat kakaknya tertarik pada Eva."Sudahlah, aku nggak mau dengar soal kakakku lagi. Aku mau keluar!" Clarine membawa beberapa hadiah dan buah impor, lalu bersiap-siap untuk keluar.Hari
Ekspresi Nadine menjadi dingin. "Semua orang sudah melihat video wawancaraku. Kalau kamu keberatan dengan nilaiku, laporkan saja pada pihak universitas. Untuk apa berkoar-koar di sini?""Masyarakat zaman sekarang terlalu tercela. Misalnya biang kerok yang menyebarkan fotoku dengan Pak Arnold. Sampai sekarang belum diketahui siapa dalangnya."Nadine berbicara sambil menatap Clarine lekat-lekat. Dia tidak ingin melewatkan sedikit pun perubahan pada ekspresi Clarine.Sesuai dugaan, Clarine mengalihkan pandangannya dengan takut. Nadine pun yakin bahwa Clarine adalah pelakunya. Hal ini tidak berada di luar dugaannya.Nadine meneruskan, "Kamu tiba-tiba menyindirku. Kenapa aku bisa mendengar kecemburuan dari nada bicaramu?"Clarine terlihat seperti sedang menyalahkan diri sendiri karena tidak terpikir akan metode seperti ini sejak awal."Jangan sombong. Kamu seharusnya belum tahu Eva hamil anak kakakku, 'kan?" timpal Clarine.Nadine membalas dengan tidak acuh, "Aku sudah tahu sejak siang tadi
"Aku memang belum pernah menerbitkan jurnal, belum ada hasil akademi. Tapi, gimana dengan hasil-hasil yang dimiliki Nella selama ini? Memangnya kamu nggak tahu apa-apa?"Mata Diana sedikit berkilat. "Aku nggak paham apa yang kamu maksud.""Kamu mungkin lupa, sebagai putri Keluarga Yudhistira, aku paling nggak kekurangan uang dan relasi. Cuma perlu sedikit uang, aku sudah bisa sewa orang buat cari informasi tentang Nella. Mudah saja. Kamu tahu apa yang aku temukan?"Diana tampak terkejut."Di dunia ini nggak ada hal yang begitu kebetulan. Bu, margamu dan marga Nella sama. Kalian punya hubungan keluarga, 'kan?""Terus, kenapa?" tanya Diana. Nada bicaranya keras, tetapi terkesan rapuh.Clarine tersenyum mengejek. "Kenapa? Nilai Nella waktu SMP jelek banget, tapi pas SMA tiba-tiba jadi genius. Bukan cuma menang berbagai kompetisi, dia juga menerbitkan makalah yang dimuat di majalah bergengsi. Apa perlu aku bantu kamu cari tahu semua detailnya?""Kamu ...." Diana terdiam, tubuhnya gemetar k
Kompetisi Ilmu Hayati Mahasiswa Nasional diadakan setahun sekali. Tiga tahun lalu, kompetisi ini secara resmi masuk dalam daftar peringkat kompetisi mahasiswa nasional untuk perguruan tinggi umum yang dirilis oleh kelompok kerja evaluasi dan manajemen kompetisi perguruan tinggi asosiasi pendidikan tinggi.Sejak saat itu, kompetisi ini menjadi salah satu ajang akademik tingkat nasional yang diakui oleh kementerian pendidikan.Ini juga merupakan kompetisi paling bergengsi di bidang ilmu hayati untuk mahasiswa di seluruh negeri.Kompetisi ini terdiri dari dua kategori, penelitian ilmiah eksploratif dan inovasi kewirausahaan yang dibagi dalam jalur berbeda dan berlangsung dalam periode yang sama.Tujuannya untuk menguji kemampuan inovasi mahasiswa dan proses penelitian eksperimen mereka.Tanpa diragukan lagi, Nadine jelas akan ikut serta. Begitu mendengar kabar ini, Mikha dan Darius langsung bersemangat hingga menggosok tangan mereka. Bagaimanapun, bonus nilai di akhir semester saja sudah
Bahkan, Jinny tidak panik meskipun nilai rata-rata ujian akhirnya hanya 70 dan ada beberapa mata kuliah yang nilainya pas-pasan. Toh dia memang tidak ambil pusing soal itu. Untuk apa capek-capek mikirin hal yang bukan prioritas?Sebagai perempuan, kuliah tinggi-tinggi, mengejar gelar dari kampus top, pada akhirnya tujuannya hanya untuk menikah dengan pria mapan dan hidup enak.Saat ini, dia duduk di antara Nella dan Clarine. Wajahnya tenang, tidak terburu-buru, seolah-olah dia hanya penonton yang tidak terlibat.Nella tahu Jinny punya pacar tajir dan sekarang tidak peduli lagi pada urusan akademik. Wanita ini hanya ingin menikah dengan pria kaya.Nella paling jijik dengan tipe-tipe perempuan yang hanya mengandalkan pria kaya dan ingin hidup sebagai istri manja.Namun, yang membuatnya bingung adalah Eden juga terlihat santai seperti Jinny. Laboratorium mereka sedang dalam masa perbaikan. Selain Diana, orang yang paling panik seharusnya adalah Eden!Beberapa topik riset penting yang dita
Diana menantang, "Pergi saja! Kalau aku kena masalah, kamu juga bakal kena batunya!"Clarine membalas, "Siapa takut ...."Diana menyipitkan mata. "Clarine, kayaknya kamu lupa gimana dulu bisa keterima S2?"Langkah kaki Clarine langsung terhenti.Diana tertawa kecil. "Aslinya kamu itu nggak lulus tes. Kalau bukan karena aku buka jalan untukmu, kamu pikir kamu bisa berdiri di sini hari ini?""Silakan saja kalau kamu mau lapor, aku nggak akan halangi. Pokoknya kalau harus jatuh, kita jatuh bareng. Kalau aku dipecat, kamu yang masuk pakai cara kotor dengan sogok sana sini juga bakal kena. Bagus, 'kan?"Clarine sampai gemetar karena marah. "Dasar nenek sihir jahat!""Jahat?" Diana mendengus. "Kita sama saja."Tanpa nilai tambahan dari proyek, nilai akhir semester Clarine benar-benar menyedihkan. Dia gagal di tiga mata kuliah. Nilai mata kuliah lainnya pun rata-rata cuma 70-an. Kalau orang lain tahu, dia bisa ditertawakan. Bahkan nilai Kaeso si penjilat itu pun lebih bagus dari dia!Setiap k
Selain itu, laboratorium atas nama Diana dilaporkan karena tidak memenuhi standar keselamatan kebakaran dan terpaksa menjalani perbaikan.Sampai sekarang pun perbaikannya belum juga disetujui. Selama masa itu, sudah pasti tidak mungkin ada hasil akademik apa pun. Jadi, dalam rapat kali ini, tim Diana jauh lebih sunyi dibanding sebelumnya.Kaeso yang biasanya setiap rapat selalu menyeringai sinis, kali ini justru diam seperti ayam di kandang.Wajah Clarine pun tampak masam. Karena laboratorium sedang dalam proses perbaikan, proyek riset yang sebelumnya susah payah dia rebut dari Diana juga ikut menguap.Saat dia mencoba meminta Diana mengaturkan proyek lain, dia malah langsung disemprot habis-habisan."Proyek! Proyek! Aku juga ingin proyek! Sekarang labku harus diperbaiki, semua proyek mandek. Terus, aku harus cari di mana buat kamu?""Lagi pula, kalaupun aku punya proyek, kamu yakin sanggup mengikuti ritmenya dan menghasilkan sesuatu yang konkret?""Jangan serakah kalau nggak sanggup!
Nadine sempat termangu, lalu tertawa geli. "Ada! Tentu saja ada! Aku kasih ke kamu, kamu bantu kasihkan ke dia ya?""Oke, oke!"Nadine mengambil beberapa kaleng lagi dan meletakkannya di mobilnya."Hehe. Kak Nad, kamu baik banget!""Aku rasa kamu dan Darius cocok juga." Usai mengatakan itu, Nadine turun dari mobil, lalu menarik koper dan berjalan menuju gedung apartemen.Mikha sama sekali tidak menyadari nada menggoda dalam ucapan tadi. Dia mengeluarkan ponselnya dengan gembira."Halo! Darius! Kamu di apartemen nggak? Aku bawain dendeng dan saus daging sapi buat kamu! Ya, dari Kak Nadine."Di seberang sana, Darius menyahut, "Ya, aku di apartemen. Kamu datang saja.""Oke deh! Aku bakal sampai dalam 20 menit.""Hm, hm."Setelah menutup telepon, Darius segera berlari turun, mengenakan jaket, dan mengganti sepatu. "Nenek, siang ini aku nggak makan di rumah, malam ... malam juga nggak pulang!""Kamu mau ke mana?""Balik ke apartemen!""Eh? Bukannya sudah janji makan di sini hari ini?"Dariu
Terutama Safir, selama dua hari ini tinggal di vila, matanya sudah membaik, pinggang juga tidak sakit lagi. Sepanjang hari dia tersenyum, makannya juga lahap sekali.Corwin sampai memanggil dokter pribadi, sopir, serta pengawal kemari. Sepertinya, mereka sudah siap untuk tinggal lama di sini.Irene sempat khawatir Jeremy tidak terbiasa. Hasilnya ...."Terbiasa dong! Kenapa nggak? Ibu bisa tanam bunga dan sayur bareng aku, Ayah juga bisa main catur sama aku."Sebelumnya, dia justru bingung apa yang harus dilakukannya selama liburan musim dingin. Irene kebanyakan menghabiskan waktu di ruang kerja untuk mengetik. Namun, sekarang Jeremy bukan hanya punya partner bercocok tanam, tetapi juga teman bermain catur.Irene hanya bisa tersenyum. Sepertinya dia yang berpikir terlalu jauh.Jeremy pun terkekeh-kekeh melihat istrinya. "Hehehe."Nadine hanya tinggal dua hari. Hari ketiga, dia langsung balik ke Kota Juanin. Eksperimen belum selesai, tesis juga harus dikejar sebelum tahun baru.Seperti o
Rebut? Stendy langsung tersenyum dan berkata, "Kalau begitu, harus yakin bisa direbut juga."Paulus berkata, "Kalau nggak coba, bagaimana bisa tahu nggak bisa direbut?""Kenapa? Kamu ingin merebut Bibi Irene? Hah. Kamu harus bisa melewati Kakek dan Nenek dulu," kata Stendy.Paulus yang tidak tahu harus bagaimana menanggapinya pun langsung menatap Stendy dengan tajam. "Wanita mana yang sebenarnya sudah meninggalkanmu? Coba ceritakan."Stendy pun terdiam."Bukankah tadi kamu begitu pandai melawan? Kenapa tiba-tiba jadi diam?" sindir Paulus."Kamu juga nggak kenal," jawab Stendy.Paulus juga tidak bertanya lebih lanjut lagi, melainkan mengangkat gelasnya. "Sini. Kita jarang bisa bertemu seperti ini, ayo kita minum."Klang.Setelah mengatakan itu, keduanya bersulang dan menelan kembali kekhawatiran masing-masing.Saat malam makin larut. Stendy yang sudah minum cukup banyak pun pandangannya mulai kabur. Sebaliknya, Paulus yang sudah minum banyak pun ekspresinya tetap terlihat sadar dan tang
"Apa? Pria berengsek ini begitu hebat? Datang ke bar untuk mabuk pun sampai bawa pengawal?" kata gadis itu."Mana tahu," jawab temannya.....Stendy sengaja meminta dua pengawal untuk mendekat. Setelah telinganya akhirnya tenang, dia kembali menuangkan segelas minuman untuk dirinya lagi. Namun, kali ini dia tidak minum dengan liar seperti semalam lagi, melainkan meminumnya perlahan-lahan dan ekspresinya datar. Pada saat itu, pandangannya tiba-tiba berhenti dan fokus pada tempat duduk yang tidak jauh darinya.Saat menyadari ada orang yang mengamatinya, Paulus melihat ke arah yang sama dan ternyata matanya bertemu dengan mata anaknya. Suasananya menjadi hening sejenak dan keduanya langsung mengalihkan pandangan mereka.Setelah berpikir sejenak, Stendy membawa botol minuman dan mendekati tempat duduk Paulus. Dia langsung duduk di samping ayahnya dan bertanya, "Wah, datang buat minum ya?"Paulus melihat ke sekeliling sekilas dan berkata, "Omong kosong."Jika datang ke bar bukan untuk minum