Ini tidak sesuai sama hukum genetika, kan?!Melihat cara Nadine mengajukan pertanyaan tajam, Aditya tiba-tiba melihat bayangan ayahnya, Jonny. Entah bagaimana kehidupan Nadine selama ini di ibu kota sendirian. Anak yang hidupnya selalu mulus tidak akan memiliki keberanian untuk membangun laboratorium dengan uangnya sendiri.Anak biasa tidak akan memiliki koneksi dan kemampuan untuk mendapatkan sebidang tanah sebesar itu dan bisa lolos perizinan tanpa hambatan.Adiknya ini penuh dengan misteri. Namun, Aditya memilih untuk tidak bertanya. Mungkin, tidak mengungkitnya adalah bentuk penghiburan terbaik yang bisa dia berikan.Ekspresi Aditya terlihat serius saat berkata, "Ya, progress proyek ini lebih lambat dari yang aku perkirakan.""Apa penyebabnya? Sudah kamu temukan?"Aditya tersenyum pahit. "Kurangnya tenaga kerja."Nadine sedikit terkejut. Dia mengira ada masalah besar dalam perencanaan atau anggaran, tetapi ternyata cuma soal tenaga kerja?Perusahaan Aditya memang sudah meninggalka
Stendy mengerutkan alis dan memotongnya dengan tidak sabaran, "Ikut perintahku atau kamu?" Pria yang tadi protes langsung mengecilkan suara sambil mundur teratur dan tidak berani membantah lagi.Sementara itu, suara yang tidak asing itu membuat Nadine menoleh ke arah sana tanpa sadar. Tepat pada saat yang sama, Aditya memanggilnya, "Nadine, ayo duduk sini!"Stendy seketika menoleh.Mata mereka bertemu dan keduanya tertegun sesaat. Namun, Stendy lebih dulu bereaksi. Dia tersenyum, lalu bangkit dan langsung berjalan mendekat. Tatapannya penuh kejutan dan kegembiraan."Kenapa kamu di sini?""Lihat proyek.""Proyek apa yang kamu lihat?"Nadine menyipitkan mata. "Memangnya aku nggak boleh lihat proyek?""Bukan begitu .... Ini bukan bidangmu, juga bukan sumber penghasilanmu. Apa yang mau kamu lihat? Cuma iseng atau ada alasan lain?"Nadine berdeham pelan. "Aku punya sebidang tanah di sini dan mau bangun sesuatu. Kenapa? Nggak boleh?""Di sini? Ada tanah?"Stendy tiba-tiba mengingat sesuatu.
Nadine membiarkannya menariknya begitu saja? Bahkan, dia mengangguk patuh dan mengiakan? Dia sama sekali tidak menghindar?Stendy melihatnya dengan mata memerah. Sebenarnya siapa pria itu? Biasanya, kalau dirinya tidak sengaja menyentuh Nadine, Nadine pasti langsung mundur. Namun, kenapa orang ini ....Jelas, tadi saat Aditya mengobrol dengan pemilik restoran, Stendy sama sekali tidak mendengar apa pun!"Pak ... Pak Stendy?" Manajer proyek yang menemani Stendy dalam inspeksi sudah memanggil dua kali, tetapi tidak mendapat jawaban. Terpaksa, dia menaikkan volumenya dan memanggil lagi."Ada apa?" Tatapan dingin dilontarkan ke arahnya, membuat manajer proyek itu langsung menegang dan sesak napas."Pon ... ponselmu bunyi." Manajer itu menelan ludah dengan gugup, lalu mengusap keringat di dahi.Stendy mengeluarkan ponselnya. Tanpa ekspresi, dia langsung menolak panggilan tersebut. Manajer proyek itu langsung merasa semakin ketakutan dan panik.....Di sisi lain, dua bersaudara itu sudah mul
"Nad, kalian saling kenal?" tanya Aditya dengan nada datar.Nadine mengangguk. "Kenal."Stendy langsung menyambung, "Tentu saja!"Mereka berdua bicara di saat yang bersamaan.Aditya mengangkat alis, mengamati pria di depannya dari atas ke bawah. Semakin dilihat, semakin dia tidak suka.Namun, Stendy sama sekali tidak takut dilihat. Dengan santai, dia menarik kursi di sebelah Nadine dan duduk 'Lihat baik-baik, lihat seberapa kuat pesaingmu. Kalau tahu diri, cepat mundur.'Aditya tersenyum sinis dalam hati. Pria berambut pirang ini memang sombong!"Nad, nggak dikenalin dulu?" Aditya mengangkat dagunya ke arah Stendy. "Pria ini ... kelihatannya bukan tipe yang bakal kamu kenal?"Apa maksudnya? Memangnya dia kelihatan seperti apa? Begitu mendengarnya, Stendy langsung paham bahwa Aditya sedang menyindirnya.Yang lebih membuatnya kesal adalah Nadine tampak sangat memanjakan pria ini. Dia benar-benar berniat memperkenalkan Stendy."Iya, Nadine, orang ini juga kelihatannya bukan tipe yang baka
"Kira-kira seperti itu.""Tsk." Stendy menyipitkan matanya, nada suaranya terdengar berbahaya. "Konan ini benar-benar nggak kapok ya ...."Nadine mengernyit. "Apa?""Nggak ada." Stendy mengalihkan topik. "Gimana perkembangan pembangunan laboratoriumnya?"Nadine menggigit bibirnya pelan.Stendy langsung menyadari sesuatu. "Ada kesulitan? Coba bilang, siapa tahu aku bisa bantu."Inilah yang Nadine tunggu!"Ada!" Memang ada! Bahkan, ada banyak sekali!Dua menit kemudian ...."Jadi, masalahmu itu kurang tenaga kerja? Kamu mau pinjam orang dariku?" Yang dibutuhkan hanya pekerja konstruksi biasa?Nadine mengangguk serius. "Ada masalah?"Stendy menggeleng. "Nggak ada.""Tapi, ekspresimu barusan ...."Stendy tersenyum tipis. "Pisau buat menyembelih sapi dipakai buat memotong ayam. Menurutmu, pisau itu bakal bereaksi gimana?"Nadine tidak bisa berkata-kata."Butuh tenaga kerja, 'kan? Aku pinjamin 30 orang cukup nggak? Atau ... 40?"Nadine dan Aditya berpandangan. Jadi, begini ya dunia para sult
Nadine tidak menanggapi ucapan itu. Keduanya terdiam sampai mobil berhenti di ujung gang.Stendy berkata, "Sudah sampai."Nadine mengangguk. "Terima kasih sudah meminjamkan tenaga kerja. Untuk biaya, nanti kakakku yang akan mengurusnya denganmu.""Oke." Stendy juga tidak bilang akan menggratiskannya. Sikapnya yang jelas soal urusan uang membuat Nadine tanpa sadar merasa lega."Sampai jumpa.""Sampai jumpa, Nad."....Aditya bekerja dengan cepat. Keesokan harinya, dia sudah mengambil alih dua tim proyek yang diberikan oleh Stendy.Harga sudah disepakati, kontrak sudah ditandatangani. Di hari ketiga, proyek berjalan seperti biasa.Aditya berkata, "Jadi, hasil diskusi saat ini adalah aku, kamu, dan dia akan meluangkan waktu satu hari setiap minggu untuk mengevaluasi perkembangan proyek."Nadine mengernyit. "Kita berdua saja sudah cukup. Nggak perlu melibatkan Stendy, 'kan?"Mereka tidak mungkin menjadikannya kepala proyek .... Stendy pasti sibuk. Tidak mungkin punya waktu untuk hal-hal ke
Makanan baru saja disajikan sehingga uap panas masih mengepul.Saat Nadine melihat lagi, semuanya adalah makanan favoritnya. Dia menarik kursi dan duduk. "Sudah lama menunggu?"Aditya menggeleng. "Aku juga baru sampai. Pak Stendy yang paling duluan."Jadi, jelas bahwa semua hidangan ini juga dipesan olehnya.Benar, hari ini adalah pertemuan pertama dari "satu minggu sekali" mereka bertiga.Stendy mengambil tas Nadine dan menggantungkannya di rak, lalu kembali duduk. "Kalau begitu ... kita makan sambil bahas saja? Supaya makanannya nggak keburu dingin.""Oke."Mereka mulai makan. Nadine dan Aditya sudah terbiasa dengan tempat ini, jadi mereka makan dengan santai. Namun, ternyata Stendy juga tampak cukup terbiasa.Jika dipikir lagi, dia bahkan bisa makan nasi campur di restoran kecil dekat proyek. Jadi, restoran seperti ini jelas bukan masalah baginya.Aditya diam-diam mengaguminya."Ehem." Setelah menghabiskan dua potong iga, Aditya meletakkan sendoknya dan berdeham, lalu berkata, "Aku
Begitu melihat Reagan, Nadine sedikit terkejut.Restoran kecil ini dekat dengan kampus. Mereka hanya datang saat Reagan mengejarnya dulu. Setelah resmi berpacaran, dia tidak pernah mengajak Nadine makan di tempat seperti ini lagi.Namun, yang benar-benar membuat Nadine kaget dan sulit percaya adalah wanita yang sedang dirangkul oleh Reagan saat ini .... Itu Jinny?Melihat kedekatan mereka, jelas sekali kalau mereka berpacaran. Sejak kapan mereka bersama? Bukan berarti Nadine masih belum move on atau ingin tahu kehidupan asrama mantannya, tetapi sebagai manusia normal, siapa yang tidak penasaran saat ada gosip di depan mata?Kalaupun bukan Reagan dan siapa pun yang dikenalnya itu, Nadine pasti tetap akan bereaksi sama. Lagi pula, manusia memang senang bergosip!Jinny mengikuti arah pandang Reagan. Begitu melihat Nadine, dia langsung tersenyum dan menarik pria di sampingnya mendekat. "Wah, kebetulan sekali, Nad. Nggak nyangka ketemu di sini."Nadine termangu. Apa mereka akrab? Kenapa dia
"Aku memang belum pernah menerbitkan jurnal, belum ada hasil akademi. Tapi, gimana dengan hasil-hasil yang dimiliki Nella selama ini? Memangnya kamu nggak tahu apa-apa?"Mata Diana sedikit berkilat. "Aku nggak paham apa yang kamu maksud.""Kamu mungkin lupa, sebagai putri Keluarga Yudhistira, aku paling nggak kekurangan uang dan relasi. Cuma perlu sedikit uang, aku sudah bisa sewa orang buat cari informasi tentang Nella. Mudah saja. Kamu tahu apa yang aku temukan?"Diana tampak terkejut."Di dunia ini nggak ada hal yang begitu kebetulan. Bu, margamu dan marga Nella sama. Kalian punya hubungan keluarga, 'kan?""Terus, kenapa?" tanya Diana. Nada bicaranya keras, tetapi terkesan rapuh.Clarine tersenyum mengejek. "Kenapa? Nilai Nella waktu SMP jelek banget, tapi pas SMA tiba-tiba jadi genius. Bukan cuma menang berbagai kompetisi, dia juga menerbitkan makalah yang dimuat di majalah bergengsi. Apa perlu aku bantu kamu cari tahu semua detailnya?""Kamu ...." Diana terdiam, tubuhnya gemetar k
Kompetisi Ilmu Hayati Mahasiswa Nasional diadakan setahun sekali. Tiga tahun lalu, kompetisi ini secara resmi masuk dalam daftar peringkat kompetisi mahasiswa nasional untuk perguruan tinggi umum yang dirilis oleh kelompok kerja evaluasi dan manajemen kompetisi perguruan tinggi asosiasi pendidikan tinggi.Sejak saat itu, kompetisi ini menjadi salah satu ajang akademik tingkat nasional yang diakui oleh kementerian pendidikan.Ini juga merupakan kompetisi paling bergengsi di bidang ilmu hayati untuk mahasiswa di seluruh negeri.Kompetisi ini terdiri dari dua kategori, penelitian ilmiah eksploratif dan inovasi kewirausahaan yang dibagi dalam jalur berbeda dan berlangsung dalam periode yang sama.Tujuannya untuk menguji kemampuan inovasi mahasiswa dan proses penelitian eksperimen mereka.Tanpa diragukan lagi, Nadine jelas akan ikut serta. Begitu mendengar kabar ini, Mikha dan Darius langsung bersemangat hingga menggosok tangan mereka. Bagaimanapun, bonus nilai di akhir semester saja sudah
Bahkan, Jinny tidak panik meskipun nilai rata-rata ujian akhirnya hanya 70 dan ada beberapa mata kuliah yang nilainya pas-pasan. Toh dia memang tidak ambil pusing soal itu. Untuk apa capek-capek mikirin hal yang bukan prioritas?Sebagai perempuan, kuliah tinggi-tinggi, mengejar gelar dari kampus top, pada akhirnya tujuannya hanya untuk menikah dengan pria mapan dan hidup enak.Saat ini, dia duduk di antara Nella dan Clarine. Wajahnya tenang, tidak terburu-buru, seolah-olah dia hanya penonton yang tidak terlibat.Nella tahu Jinny punya pacar tajir dan sekarang tidak peduli lagi pada urusan akademik. Wanita ini hanya ingin menikah dengan pria kaya.Nella paling jijik dengan tipe-tipe perempuan yang hanya mengandalkan pria kaya dan ingin hidup sebagai istri manja.Namun, yang membuatnya bingung adalah Eden juga terlihat santai seperti Jinny. Laboratorium mereka sedang dalam masa perbaikan. Selain Diana, orang yang paling panik seharusnya adalah Eden!Beberapa topik riset penting yang dita
Diana menantang, "Pergi saja! Kalau aku kena masalah, kamu juga bakal kena batunya!"Clarine membalas, "Siapa takut ...."Diana menyipitkan mata. "Clarine, kayaknya kamu lupa gimana dulu bisa keterima S2?"Langkah kaki Clarine langsung terhenti.Diana tertawa kecil. "Aslinya kamu itu nggak lulus tes. Kalau bukan karena aku buka jalan untukmu, kamu pikir kamu bisa berdiri di sini hari ini?""Silakan saja kalau kamu mau lapor, aku nggak akan halangi. Pokoknya kalau harus jatuh, kita jatuh bareng. Kalau aku dipecat, kamu yang masuk pakai cara kotor dengan sogok sana sini juga bakal kena. Bagus, 'kan?"Clarine sampai gemetar karena marah. "Dasar nenek sihir jahat!""Jahat?" Diana mendengus. "Kita sama saja."Tanpa nilai tambahan dari proyek, nilai akhir semester Clarine benar-benar menyedihkan. Dia gagal di tiga mata kuliah. Nilai mata kuliah lainnya pun rata-rata cuma 70-an. Kalau orang lain tahu, dia bisa ditertawakan. Bahkan nilai Kaeso si penjilat itu pun lebih bagus dari dia!Setiap k
Selain itu, laboratorium atas nama Diana dilaporkan karena tidak memenuhi standar keselamatan kebakaran dan terpaksa menjalani perbaikan.Sampai sekarang pun perbaikannya belum juga disetujui. Selama masa itu, sudah pasti tidak mungkin ada hasil akademik apa pun. Jadi, dalam rapat kali ini, tim Diana jauh lebih sunyi dibanding sebelumnya.Kaeso yang biasanya setiap rapat selalu menyeringai sinis, kali ini justru diam seperti ayam di kandang.Wajah Clarine pun tampak masam. Karena laboratorium sedang dalam proses perbaikan, proyek riset yang sebelumnya susah payah dia rebut dari Diana juga ikut menguap.Saat dia mencoba meminta Diana mengaturkan proyek lain, dia malah langsung disemprot habis-habisan."Proyek! Proyek! Aku juga ingin proyek! Sekarang labku harus diperbaiki, semua proyek mandek. Terus, aku harus cari di mana buat kamu?""Lagi pula, kalaupun aku punya proyek, kamu yakin sanggup mengikuti ritmenya dan menghasilkan sesuatu yang konkret?""Jangan serakah kalau nggak sanggup!
Nadine sempat termangu, lalu tertawa geli. "Ada! Tentu saja ada! Aku kasih ke kamu, kamu bantu kasihkan ke dia ya?""Oke, oke!"Nadine mengambil beberapa kaleng lagi dan meletakkannya di mobilnya."Hehe. Kak Nad, kamu baik banget!""Aku rasa kamu dan Darius cocok juga." Usai mengatakan itu, Nadine turun dari mobil, lalu menarik koper dan berjalan menuju gedung apartemen.Mikha sama sekali tidak menyadari nada menggoda dalam ucapan tadi. Dia mengeluarkan ponselnya dengan gembira."Halo! Darius! Kamu di apartemen nggak? Aku bawain dendeng dan saus daging sapi buat kamu! Ya, dari Kak Nadine."Di seberang sana, Darius menyahut, "Ya, aku di apartemen. Kamu datang saja.""Oke deh! Aku bakal sampai dalam 20 menit.""Hm, hm."Setelah menutup telepon, Darius segera berlari turun, mengenakan jaket, dan mengganti sepatu. "Nenek, siang ini aku nggak makan di rumah, malam ... malam juga nggak pulang!""Kamu mau ke mana?""Balik ke apartemen!""Eh? Bukannya sudah janji makan di sini hari ini?"Dariu
Terutama Safir, selama dua hari ini tinggal di vila, matanya sudah membaik, pinggang juga tidak sakit lagi. Sepanjang hari dia tersenyum, makannya juga lahap sekali.Corwin sampai memanggil dokter pribadi, sopir, serta pengawal kemari. Sepertinya, mereka sudah siap untuk tinggal lama di sini.Irene sempat khawatir Jeremy tidak terbiasa. Hasilnya ...."Terbiasa dong! Kenapa nggak? Ibu bisa tanam bunga dan sayur bareng aku, Ayah juga bisa main catur sama aku."Sebelumnya, dia justru bingung apa yang harus dilakukannya selama liburan musim dingin. Irene kebanyakan menghabiskan waktu di ruang kerja untuk mengetik. Namun, sekarang Jeremy bukan hanya punya partner bercocok tanam, tetapi juga teman bermain catur.Irene hanya bisa tersenyum. Sepertinya dia yang berpikir terlalu jauh.Jeremy pun terkekeh-kekeh melihat istrinya. "Hehehe."Nadine hanya tinggal dua hari. Hari ketiga, dia langsung balik ke Kota Juanin. Eksperimen belum selesai, tesis juga harus dikejar sebelum tahun baru.Seperti o
Rebut? Stendy langsung tersenyum dan berkata, "Kalau begitu, harus yakin bisa direbut juga."Paulus berkata, "Kalau nggak coba, bagaimana bisa tahu nggak bisa direbut?""Kenapa? Kamu ingin merebut Bibi Irene? Hah. Kamu harus bisa melewati Kakek dan Nenek dulu," kata Stendy.Paulus yang tidak tahu harus bagaimana menanggapinya pun langsung menatap Stendy dengan tajam. "Wanita mana yang sebenarnya sudah meninggalkanmu? Coba ceritakan."Stendy pun terdiam."Bukankah tadi kamu begitu pandai melawan? Kenapa tiba-tiba jadi diam?" sindir Paulus."Kamu juga nggak kenal," jawab Stendy.Paulus juga tidak bertanya lebih lanjut lagi, melainkan mengangkat gelasnya. "Sini. Kita jarang bisa bertemu seperti ini, ayo kita minum."Klang.Setelah mengatakan itu, keduanya bersulang dan menelan kembali kekhawatiran masing-masing.Saat malam makin larut. Stendy yang sudah minum cukup banyak pun pandangannya mulai kabur. Sebaliknya, Paulus yang sudah minum banyak pun ekspresinya tetap terlihat sadar dan tang
"Apa? Pria berengsek ini begitu hebat? Datang ke bar untuk mabuk pun sampai bawa pengawal?" kata gadis itu."Mana tahu," jawab temannya.....Stendy sengaja meminta dua pengawal untuk mendekat. Setelah telinganya akhirnya tenang, dia kembali menuangkan segelas minuman untuk dirinya lagi. Namun, kali ini dia tidak minum dengan liar seperti semalam lagi, melainkan meminumnya perlahan-lahan dan ekspresinya datar. Pada saat itu, pandangannya tiba-tiba berhenti dan fokus pada tempat duduk yang tidak jauh darinya.Saat menyadari ada orang yang mengamatinya, Paulus melihat ke arah yang sama dan ternyata matanya bertemu dengan mata anaknya. Suasananya menjadi hening sejenak dan keduanya langsung mengalihkan pandangan mereka.Setelah berpikir sejenak, Stendy membawa botol minuman dan mendekati tempat duduk Paulus. Dia langsung duduk di samping ayahnya dan bertanya, "Wah, datang buat minum ya?"Paulus melihat ke sekeliling sekilas dan berkata, "Omong kosong."Jika datang ke bar bukan untuk minum