Share

Semua orang memiliki masa lalu

“Kai ... saya tidak pernah tahu apa yang kamu alami di masa lalu, dulu. Tetapi, jangan jadikan hal itu sebagai beban di pundakmu sendiri.” Tangan Bella tak henti-hentinya mengusap pundak Kaisar yang kini menundukkan kepala dalam-dalam.

‘Kaisar lagi down, makanya dia mengarang seperti itu,’ batin Bella menyahut dengan tidak percaya atas kalimat Kaisar baru saja, yang menyatakan kata mengejutkan.

Kaisar berusaha tidak menatap Bella yang terus memandang dia. Dirinya pun tak bisa berkata-kata lagi melihat reaksi biasa saja tersebut. Jika Kaisar sedang berusaha memecahkan respon Bella, maka, gadis itu berusaha keras menenangkan debaran jantung yang kian terpacu kuat.

Hingga pada akhirnya, Bella berdehem keras sembari menepuk bahu Kaisar beberapa kali dengan lembut. Dia pun berkata, “Sudah, masalah yang telah terjadi tidak perlu dipikirkan kembali, hm? Ayo, teman-teman yang lain tengah kegiatan di ruang terbuka. Mari kita susul ke sana.”

Ketika Bella sudah berdiri dan ingin menarik lengan Kaisar, pria itu tidak bergeming sama sekali.

“Ada apa, Kai?” tanya Bella heran.

Namun, Kaisar tidak mengeluarkan sepatah kata pun.

“Ayo, tidak apa-apa,” bujuk Bella kembali.

Helaan napas kecil lolos dari bibir Kaisar yang sebelumnya terkatup sempurna. Kepalanya pun mendongak dan secepat kilat berpaling dengan panik ketika mata kelamnya bertabrakan dengan milik Bella.

“Saya masih sakit, Dok,” cicit Kaisar dengan kepala menunduk dalam. Kedua tangannya memilin ujung pakaiannya sendiri.

“Kata siapa? Saya dokternya, mengapa kamu mendiagnosis dirimu sendiri seperti itu?” Dengan cepat, Bella menyanggahnya. Sungguh, dia tidak ingin mendebatkan hal ini tetapi Kaisar selalu menilai rendah dirinya. Dia tak suka itu!

“Kai—“ Ketika Bella ingin kembali memanggil, Kaisar lebih dulu berdiri dari duduknya dan berjalan mundur, hingga punggung pria itu menabrak dinding di belakang. “Hei, ada apa?” tanyanya melanjutkan.

Tampak terlihat jika Kaisar menelan ludah kasar sebelum menjawab, “A-anda bahaya di dalam sini, Dok. Saya monster yang dapat melenyapkan Anda.”

Saat Bella ingin bersuara kembali, dia mengurungkan niatnya saat melihat raut tidak nyaman yang terpatri di wajah Kaisar. Dia menghela napas panjang dan mengangguk menyerah. “Baik lah, tapi kamu bisa kembali ke kamar. Tidak perlu di ruang isolasi ini, oke?”

Kaisar tidak memberikan reaksi apapun selain berpaling.

Bella paham. "Kalau kamu mendengar suara, tahu kan apa yang harus dilakukan?" tanyanya berusaha menyakinkan diri sendiri bahwa Kaisar baik-baik saja ditinggal.

Lantas, kedua tangan Kaisar terangkat ke sisi telinga, menutupnya rapat-rapat lalu berkata, "Pergi, pergi! Kamu suara palsu, kamu tidak nyata."

Senyuman manis Bella terpatri di kedua sudut bibirnya. Dia puas. Kemudian, Bella meninggalkan ruang isolasi tersebut dan membiarkan Kaisar memutuskan apa yang akan dilakukan. Dia tidak ingin memaksanya.

***

“Gimana kondisi Kaisar, Dok?”

Baru saja duduk bersama para perawat, Rio segera menodongkan pertanyaan yang berada di benak mereka semua.

Bella membuka rekam medik Kaisar dan menuliskan catatan perkembangan harian pria itu tanpa menjawab pertanyaan Rio. Lebih tepatnya, dia tengah berpikir harus memberitahu apa atas kondisi Kaisar yang memburuk dari biasanya.

Namun, lamunan Bella harus buyar ketika Rio melaporkan jika ada telepon dari pihak keluarga Kaisar untuk Bella. Membuatnya bergegas beranjak menuju telepon ruangan dan menyapa dengan hangat.

“Dengan Dokter Bella di sini, ada yang bisa saya bantu?” Mendapati jika lawan bicaranya ialah keluarga Kaisar membuat Bella begitu hangat bagaikan matahari 32°.

‘Saya Louis, sekretaris Pak Mario, ayahanda Mas Kaisar. Saya ingin berkonsultasi mengenai agenda perkuliahan Mas Kaisar ....’

Mimik wajah kecewa tak mampu Bella sembunyikan ketika mendengar runtutan tujuan dari lawan bicaranya tersebut. Dia berharap jika orang itu adalah ayah atau ibu Kaisar, sebab, selama merawat pemuda itu, dia tidak pernah melihat atau bertegur sapa dengan mereka.

Namun, sesegera mungkin Bella mengalihkan perhatian saat kembali memikirkan kalimat Louis. Perkuliahan Kaisar .... agenda yang rutin dijalani setiap hari libur, berarti sabtu dan minggu selama 1 tahun belakangan ini.

1 tahun yang lalu, masa cuti yang Kaisar ajukan segera habis, dia wajib menjalani rutinitas di universitas atau keluar dari bangku perguruan tinggi. Mengingat kondisi Kaisar yang jarang kambuh serta dapat beraktivitas normal, asal tidak berat dan membuat stres, Bella pun memberikan surat izin. Dengan catatan, Kaisar tidak diperbolehkan meninggalkan rumah sakit. Hingga, tanpa terasa dalam beberapa waktu lagi, Kaisar akan menjalani wisuda dan lulus.

Tetapi, jika Bella menuliskan kondisi Kaisar beberapa hari ini, pemuda itu berkemungkinan besar menghentikan segala aktivitas dan fokus pengobatan, bukan?

‘Dokter Bella?’ Suara Louis menyentaknya dari seberang telepon.

Bella berdehem beberapa kali lalu menjawab, “Ya? Bagaimana, Pak?”

‘Esok, saya akan menjemput Mas Kaisar untuk menghadiri seminar dan bimbingan mengenai skripsi yang harus diambil dalam semester akhir. Saya ingin meminta surat izin dari Dokter,’ jelas Louis kemudian.

Bella dalam kebimbangan!

Jika dia mengizinkan, bagaimana kalau nanti gejala Kaisar tiba-tiba menguar?

Atau, kalau dia menolak, Kaisar tidak akan lulus dan mengulang semester depan! Dan itu, mampu memunculkan gejala depresinya.

“Apakah tidak bisa dilakukan dengan zoom meeting seperti biasanya?” Setelah mendiamkan lama, suara Bella akhirnya keluar bersama dengan lontaran pertanyaan.

‘Menurut surat undangan, seluruh mahasiswa diwajibkan hadir sebagai luring. Tetapi jika kondisi Mas Kaisar kurang memungkinkan hadir, saya akan mengupayakan segala cara ....’

Bella paham dengan kalimat itu. Berarti, tidak apa-apa jika dia menolak kepergian Kaisar besok, kan? Semua demi kesehatannya!

“Baik, upayakan ya, Pak. Untuk kali ini, saya tidak merekomendasikan Kaisar meninggalkan rumah sakit. Ah, saya akan mengirimkan undangan kepada orang tua Kaisar untuk berkonsultasi dengan saya terkait kondisi Kaisar dalam beberapa hari ke depan,” kata Bella memberitahukan dengan hati tidak yakin.

Dia tidak memiliki apapun untuk dikonsultasikan dengan orang tua Kaisar, tetapi bibir cantiknya ini kelepasan hingga begitu berani melemparkan umpan tersebut. Bella pun menggigit bibir bawahnya ragu.

Beberapa saat, tidak terdengar apapun dari Louis. Hingga, pria itu menjawab, 'Maaf belum bisa menepati undangan tersebut, Dok. Orang tua Mas Kaisar sedang dalam perjalanan dinas ke luar kota.'

Selalu seperti itu ... alasan yang Bella dapatkan ketika mengundang Tuan dan Nyonya yang merupakan keluarga Kaisar.

Panggilan pun tak lama berakhir. Bella tak bisa menyembunyikan ketidak sukaan atas pembicaraan barusan.

"Dok, gimana?" Rio dan Adrian saling tatap satu sama lain hingga Rio lah melayang pertanyaan.

Bella tersenyum kecil dan kembali menuju mejanya. Dia kembali mengambil pulpen untuk menuliskan catatan perkembangan harian Kaisar setiap hari.

Dalam data subjek, dia begitu ragu menuliskan. Hingga, seharusnya sebagai Dokter, Bella menuliskan kejujuran dengan kondisi yang ada ... dia memilih tuk mengabaikannya.

Data Subjektif : Klien mengatakan tidak lagi melihat, mendengar, suara yang memerintahkannya untuk menyakiti diri sendiri dan orang lain.

Bella tersenyum kecut membacanya. "Tidak papa, semua demi Kaisar. Dia harus sembuh agar bisa beraktivitas seperti biasa ...."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status