Kata-kata itu begitu tegas sekaligus menusuk hatinya. Dia nyaris tidak mempercayai pendengarannya sendiri
Bagaimana mungkin dia bisa menjauh dari wanita pujaannya? Bagaimana bisa dia menghindari gadis kecil kesayangannya yang selama ini begitu dekat dengannya?
Baiklah. Mungkin dia begitu lancang malam ini dengan meminta Naila menjadi istri sirinya. Akan tetapi, semua itu dilakukannya bukan hanya sekedar karena nafsu syahwat dan membunuh rasa kesepiannya. Entah kenapa dia seakan di tuntun untuk melindungi sosok gadis kecil yang begitu menyayanginya itu.
Ammad kembali menatap sosok mungil yang tengah tertidur lelap itu. Dikecupnya keningnya sekilas dan dibelainya rambutnya. Dia membenarkan selimut yang menutupi tubuh gadis kecil itu.
"Maafkan Om, Sayang. Om belum bisa meruntuhkan ego ibu kamu. Dia begitu keras dengan pendiriannya. Om tahu, ibu kamu juga menyimpan rasa yang sama seperti yang om rasakan saat ini. Hanya saja, rasa itu tidak bisa merobohkan
"Tahu dong. Kan Om juga pernah belajar mengaji ketika masih seumuran Nayra dulu." Ammad menjelaskan. Sungguh orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka akan mendapat surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, itulah kemenangan yang agung. Sungguh, azab Tuhanmu sangat keras. Sungguh, Dialah yang memulai penciptaan (makhluk) dan yang menghidupkannya (kembali). Dan Dia lah Yang Maha pengampun maha pengasih, Yang memiliki arasy, lagi maha mulia, Maha kuasa berbuat apa yang Dia kehendaki Mata Nayra berbinar. Ammad melihat cahaya mata itu begitu terang melukiskan hatinya yang masih suci. "Om hebat!" serunya. Ammad meletakkan Al Qur'an tikrar itu kembali ke atas meja sesaat sebelum Nayra pindah duduk ke pangkuannya. "Om masih hutang penjelasan sama Nayra," ucapnya. "Penjelasan apa, Nak?" Ammad bertanya. "Itu tadi. Kenapa wudhu Om bisa batal kalau menggendong Nayra?" Ammad
"Andai Kakak masih ada, tentu Kami tidak akan mengalami hal seperti ini. Naila harus bisa menerima kenyataan kalau Kakak sudah tenang di sana," isaknya. "Bang Ammad itu sudah punya istri dan anak, Kak. Naila nggak mau kalau harus menikah dengan dia. Walaupun putri kita sayang sama laki-laki itu." Naila mengambil mushaf surah Yasin yang berada di dalam tas kecilnya. Dia mulai membuka dan membaca surah Yasin di depan makam suaminya. Sesungguhnya urusanNya apabila dia menghendaki sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya,"jadilah." Maka jadilah sesuatu itu. Maha suci Allah yang di tanganNya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepadaNya kamu di kembalikan. ❣️❣️❣️ Matahari terus bergulir ke arah barat. Sinarnya semakin redup seiring dengan waktu yang terus berlalu dan akan berganti menuju malam.Ammad
Beberapa hari sudah berlalu. Sejak peristiwa malam itu, Naila mulai merasakan adanya perubahan sikap dari Ammad, walaupun laki-laki itu tetap bersikap baik dan tetap memperhatikan putrinya. Naila merasa sikap Ammad terhadapnya sudah mulai dingin, tidak sehangat dan seperhatian seperti dulu. Bahkan beberapa chat dari Naila pun seringkali tidak terbalas dan kalaupun dibalas hanya dibalas secara singkat. Tidak seperti biasanya chat mereka sering panjang lebar disertai dengan emot canda tawa. Naila berusaha memaklumi perubahan sikap itu. Mungkin laki-laki itu memang membutuhkan waktu untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan posisinya sekarang. Naila berharap semoga laki-laki itu baik-baik saja dan ia bisa mengendalikan perasaannya. "Ma," kata Nayra saat mereka akan tidur pada malam ini. "Iya, ada apa, Sayang?" tanya Naila sambil mengelus kepala gadis kecil yang sudah terbaring di sampingnya. "Boleh nggak Nayra tanya sesuatu sama Mama?"
Abang mau ngomong apa?" tanya Naila. "Maaf Bang, tidak bisa ngobrol panjang lebar. Soalnya ini di tempat kerja Naila. Nggak enak sama yang punya warung." Naila duduk menghadap pemuda itu. "De, Abang dijodohkan sama orang tua Abang," ucap Khairul. Pemuda itu menghela nafas. Dia menundukkan kepala. "Terus apa masalahnya, Bang? Apakah Abang tidak suka dijodohkan dengan wanita itu?" tanya Naila. "Abang sudah punya pilihan, De. Meskipun Abang tidak tahu apakah wanita pilihan Abang itu mau memilih Abang sebagai suaminya atau tidak. Soalnya banyak yang mengejar-ngejar wanita itu." "Wow ...!" Naila tertawa. "Berarti Abang banyak saingan dong.Jadi penasaran,siapa ya wanita itu?" Khairul balas tertawa. "Gimana nih dengan soal perjodohan itu? Apakah Abang tolak atau Abang terima?" tanyanya. Naila mengerutkan keningnya.
Khairul mengacak rambutnya dengan kasar. Dia melemparkan ponselnya begitu saja ke atas pembaringan. Pikirannya kacau. Percakapan dengan ibunya membuat sisi lain dirinya bangkit.Dia benar-benar marah. "Bulan depan ketika kamu cuti, kamu harus menikahi Nana. Mama tidak mau hubungan kekeluargaan ini menjadi tidak harmonis lagi kalau kamu menolak Nana menjadi istrimu," tegas ibunya. "Tetapi Khairul sudah punya pilihan sendiri Ma," sanggah Khairul. "Janda muda beranak satu itu? Apa yang kamu cari, Nak?" "Jangan memandangnya sebagai seorang janda, Ma. Dia wanita yang sangat istimewa. Khairul salut karena selama ini dia berjuang begitu keras dalam menghidupi keluarganya." "Bukankah sayyidah Khadijah juga seorang janda dan memiliki anak dari pernikahan sebelumnya. Akan tetapi, Rasulullah tetap menikahinya dan menjadikan beliau sebagai cinta pertama dan cinta sejatinya. Apakah itu masih
"Maaf Bang, Ade tidak mau mencampuri urusan keluarga Abang. Kalau misalnya kita memang jodoh, pasti akan ada caranya yang membuat kita bisa bersama, tapi bukan dengan cara menyakiti hati kedua orangtua. Bang, Allah lebih tahu apa yang terbaik untuk kita. Apakah Abang bersama Ade atau mungkin kita di takdirkan memiliki pasangan yang berbeda. "Boleh jadi kamu tidak menyukai segala sesuatu, tapi bagi Allah Itu yang terbaik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, tapi di dalam pandangan Allah itu tidak baik bagimu. Semua itu pasti ada hikmahnya." Naila tersenyum teduh. Khairul termangu. Sinar matanya kosong menatap wanita dihadapannya itu. Wajah manis Naila dan sorot matanya yang teduh memancarkan kelembutan seorang wanita salehah yang senantiasa dikaguminya. "Iya, De, tapi boleh kan, kalau kita tetap berteman?" Khairul berkata dengan suara lirih. "Boleh Abang. Abang bisa menghubungi Ade kapan saja. Yang terpenting, jadilah Khairul sebagai seorang an
Tunggu!"Sebuah suara menghentikan langkah kaki Khairul. Seorang laki-laki gagah tengah berlari kecil ke arahnya. Dia mengerutkan keningnya. "Ada apa,Pak? tanyanya setelah mengenali siapa yang memanggilnya tadi. "Panggil saya, Abang, Rul.Sekarang saya bukan lagi atasan kamu," ucapnya setelah berhasil mendekat dan berdiri di samping pemuda itu. Khairul mengangguk. "Iya, Pak eh Bang. Kenapa Abang kemari?" tanyanya. "Tidak apa-apa. Saya hanya ingin minta maaf kepada kamu. Mungkin selama Kita bergaul, banyak melakukan kesalahan. Apalagi setelah akhirnya sama-sama mengetahui kalau Kita berdua mencintai wanita yang sama." Ammad tersenyum pahit. "Mungkin kamu merasa tidak nyaman dengan kecemburuan saya. Maafkan saya, Khairul." Laki-laki itu menghela nafasnya. Dia menepuk pundak Khairul. "Tidak apa-apa, Bang. Aku men
[Ammad tidak bisa melupakan kamu. Dia selalu teringat kamu. Dia pernah curhat sama saya, kalau kamu adalah wanita spesial bagi dia] Sejenak Naila teringat kembali kenangan masa lalu bersama dengan laki-laki gagah itu. [Saya tidak bisa memaksakan hati orang lain. Kalau memang dia suka sama saya, itu hak dia dan itu bukan kesalahan saya. Selama ini saya selalu berkomitmen untuk menjalankan hubungan sebagai seorang sahabat kepada siapapun, termasukkepadaAbang] [Ammad itu suami orang ...! Kenapa Kamu masih bersikap ramahdan seolah-olah memberi harapan kepadanya? Sampai dia tidak bisa melupakan kamu, bahkan ketika bersama istrinya sekalipun!] [Ammad memiliki istri dan tiga orang anak. Apa kamu tidak pernah berpikir, kalau seandainya kamu adalah seorang istri yang suaminya tiba-tiba mencintai wanita lain?] [Bahkan kemarin, mereka sampai bertengkar hebat dan sampai ma