Share

Bab 5. Pria Pirang Bermata Biru

Degup jantung Merry masih terasa memburu. Dengan tangan gemetar, yang terlihat jelas saat meremas ujung kain kemeja yang ia kenakan, bisa diterka jika ia sedang cemas sekaligus takut berada di mobil orang asing.

"Siapa gerombolan perundangan tadi, Nona?"

Suara bariton itu, seketika membuyarkan lamunan Merry. Membuatnya seketika menoleh ke arah sumber suara.

"Ummm, ceritanya panjang. Terimakasih sudah menolongku, turunkan saja di sini," sahut Merry, masih dengan raut wajahnya yang cemas.

Kening si pemuda yang kini sedang duduk di balik kursi kemudi seketika berkerut.

Sedang bermasalah? Mungkin.

"Apakah kau tidak ingat, Nona? Nyawamu sedang dalam bahaya. Lagi pula hujan baru saja turun. Sebaiknya ikut aku sebentar, nanti pasti ku antar pulang."

Entah apa yang dipikirkan oleh Merry saat itu. Mendengar ajakan pria di sampingnya, bukannya tenang, kini ekspresi wajahnya mendadak berubah cemas. Ada guratan takut yang pemuda itu tangkap.

Rona merah seketika menyebar di pipinya.

"Tidak, saya harus pulang," sergah Merry. Merasa tak enak hati.

Sementara si pemuda yang semula tatapannya lurus ke jalanan yang mulai basah oleh hujan, seketika berpindah menoleh ke arah Merry.

"Aku bukan orang jahat, atau bahkan bajingan seperti orang yang pernah mengganggu kamu, Nona. Kemejamu basah. Pakai saja jaketku dulu." Pria itu berbicara sembari meraih jaket di sandaran kursi yang ia duduki lalu menyodorkan pada Merry menggunakan sebelah tangannya.

Merry terkejut, ketika menyadari si pemuda ternyata memperhatikan bagian dadanya yang basah oleh air susu yang terus mengalir.

"Terimakasih," sahut Merry.

Suaranya terdengar melemah. Entah hujan yang semakin deras ketika membelah jalanan diiringi suaranya yang berisik.

"Maaf, di mana suamimu? Kenapa dia membiarkan perempuan yang baru saja melahirkan berkeliaran di jalan seperti ini?"

Pria tampan yang terlihat sibuk mengemudikan mobilnya itu, berbicara tanpa menoleh ke arah lawan bicaranya. Sepertinya sengaja mengurangi kecanggungan lawan bicaranya.

"Ummm, aku ... aku belum menikah ...."

Siapa sangka, ucapan Merry yang terbata justru membuat pemuda itu menepikan mobilnya.

"Maaf, aku tidak tahu. Aku pikir kau memiliki bayi," sahutnya menimpali.

Sementara itu, Merry yang sedang ditatap hanya bisa menundukkan kepalanya.

"Aku memang memiliki bayi, aku dihamili seseorang," cetus Merry dengan suara parau.

Pemuda itu masih menatap lekat.

"Apa kau tidak ingin mencari untuk meminta pertanggungjawaban? Kau masih ingat bagaimana rupa orang itu?" Pria itu terus bertanya dengan nada mencecar.

Merry membalasnya dengan gelengan kepala dengan gerakan kepala lemah.

"Lalu, apa yang akan kau lakukan?"

"Mencari kerja," sahut Merry.

Kali ini matanya mulai berkaca-kaca.

Namun, pemuda tampan yang ramah itu menyunggingkan senyum simpul yang sulit diartikan.

"Kau cantik, Nona. Mungkin, kau lupa. Tapi, aku tidak. Kita pernah bertemu, aku masih ingat saat kau pingsan di sebuah Mall waktu itu. Jika kamu mau, aku bisa membantumu menjadi seorang super model."

Merry tampak berpikir keras. Tak lama kemudian mata keduanya saling beradu pandang.

"Oh ya, kalau begitu terimakasih. Itu artinya, Anda adalah pria yang menyelamatkan aku dan membantu membawa ke klinik dekat supermarket, bukan?"

"Ya. Namaku Eric. Seorang manajer di salah satu agency permodelan."

*****

Merry berjalan lambat, mengamati setiap sudut apartemen mewah milik teman barunya. Ya. Eric yang mengajaknya ke tempat itu.

Pria pirang bermata biru ini tampak berbeda dengan Damian. Sikapnya sangat baik, selain tampan ia juga murah senyum dan lebih banyak bicara.

Eric meminta Merry duduk di sebuah sofa di ruang tengah. Sofa berwarna coklat dengan ukuran besar yang terasa nyaman. Dan gadis itu pun menurut.

Entah apa yang dipikirkan Eric, hujan di luar sana begitu deras. Sehingga membuat keduanya menjadi basah kuyup ketika hendak masuk tadi.

Bagian dada yang tanpa mengenakan pakaian dalam pun membuat bra yang membingkai tercetak jelas. Sejenak, Merry menangkap sepasang mata biru itu menatapnya nakal.

Membuat rasa takut kembali hinggap menggelayuti.

"Tunggu di sini, aku akan segera kembali," ujar Eric.

Kemudian pria itu melangkah pergi memasuki salah satu kamar, meninggalkan Merry yang sedang dalam kondisi basah kuyup sendirian.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status