Share

Bab 4. Bayi Tanpa Ayah

Author: Lia Lintang
last update Last Updated: 2023-06-09 02:54:51

Hari berlalu begitu cepat. Kini usia kandungan Merry sudah berusia sekitar delapan bulan. Karena sebentar lagi ia akan memiliki bayi, ia memutuskan untuk pindah ke rumah yang lebih besar.

Memang, uangnya masih lumayan untuk sekedar menghidupinya dan juga anaknya. Tapi, apa jadinya jika ia hanya berdiam diri? Semakin hari, uang akan habis juga.

Hari itu Merry memilih untuk menyewa jasa asisten rumah tangga. Selain untuk membantunya pasca melahirkan, tapi nantinya juga bisa membantunya mengasuh bayi sekaligus menjadi teman hidupnya yang masih sepi.

"Non, kenapa melamun?" Suara Bi Ema, seorang perempuan paruh baya yang kini menemani Merry.

Bi Ema adalah seorang janda yang tak memiliki kerabat. Semenjak bekerja pada Merry, ia merasa hidupnya yang nyaris mati mulai berwarna. Ia bahkan menganggap Merry sebagai anak sendiri.

"Jika nanti aku sudah melahirkan, aku ingin bekerja. Bisakah Bi Ema selain bekerja juga menjaga anakku?" Merry masih duduk meringkuk di sofa dekat jendela.

"Tentu, kenapa kau ragu, Nak. Tapi, menurutku ... apa tidak sebaiknya kamu mencari Ayah anak itu?"

"Untuk apa, Bi? Agar aku kembali dihina, dilecehkan, kemudian dibuang? Aku bukan siapa-siapa baginya, tidak. Aku tidak mau dia mengambil anakku," tangkas Merry dengan raut menengang.

Bi Ema menghela napas. Kemudian ia pergi meninggalkan Merry ke dapur, tapi tak lama kemudian ia sudah kembali dengan membawa nampan berisi teh hangat dan kudapan panas.

"Bagaimanapun, dia tetap butuh sosok Ayah, Nak. Bagaimana jika dia dicap sebagai anak haram? Apa kau terima?"

Mendengar penuturan Bi Ema, seketika wajah Merry terangkat. Bukan karena tersentak menahan emosinya. Melainkan ia seperti terkejut karena merasakan sakit yang luar biasa.

"Bi, perutku rasanya sakit sekali. Aduh ... sakit!" pekik Merry diselingi rintihan.

Seketika Bi Ema melangkah mendekat sembari menggapai secangkir teh hangat yang baru saja ia buat.

"Teguk teh hangatnya, aku akan menghubungi ambulan." Bi Ema membantu Merry untuk bergegas menelpon rumah sakit terdekat.

*****

"Selamat, bayinya laki-laki. Dia sangat tampan." Seorang dokter cantik, menyerahkan bayi mungil itu ke dalam dekapan Merry.

Mata gadis itu berkaca-kaca sambil memandang anaknya.

"Bayi laki-laki? Anakku." Tangis Merry pecah seketika.

Bi Ema seketika mendekat dan memberikan elusan di punggung Merry untuk memberikan efek tenang.

"Tenang, ada aku yang menemanimu," pungkas Bi Ema.

"Bagus, jaga dia. Sebab gadis ini melahirkan lebih cepat dari jadwalnya melahirkan. Biarkan dia beristirahat lebih banyak," ujar sang dokter yang kemudian pergi meninggalkan ruangan.

Sementara itu, Merry masih menatap raut wajah putranya. Mata,bibir, bahkan nyaris seluruh bagian wajah putranya sama persis dengan pria yang merenggut kesuciannya di malam itu. Ia semakin menangis.

"Kenapa?" tanya Bi Ema dengan wajah bingung bercampur cemas.

"Dia sangat mirip dengan lelaki biadab itu, Bi. Bagaimana jika kami tiba-tiba bertemu secara tak sengaja. Dia pasti akan bisa mengenali jika anak ini adalah anaknya."

Merry mendekap putranya sambil terus menangis tersedu-sedu.

"Kalau begitu itu bagus. Anak ini membutuhkan Ayah, Merry."

******

Hari berganti cepat. Tiga bulan berlalu. Bayi laki-laki yang dilahirkan oleh Merry diberi nama Dave Jordan. Nama pemberian Ema.

Hari itu adalah hari pertama Merry harus pergi bekerja di sebuah kafe pinggir jalan.

"Merry, haruskah kau bekerja di luar? Bayimu masih kecil," ungkap Bi Ema.

"Ini harus kulakukan demi Dave, Bi. Aku pergi, tolong jaga putraku." Merry mengecup kening putranya sebelum pergi.

Tak lama kemudian, Merry akhirnya tiba juga di kafe tempatnya bekerja. Ini hari pertama, tentu sangat sulit bagi Merry menyesuaikan.

Ia mengedarkan pandangan ke sekitar kafe. Riuh. Banyak orang berlalu-lalang, beberapa di antaranya adalah pelanggan kafe.

Hari itu kafe sangat ramai. Merry sangat gugup. Bahkan, beberapa kali ia melakukan kesalahan.

'Huft, harus tenang Merry. Fokus. Ini demi Dave, ia butuh susu dan juga masa depan. Tak cukup mengandalkan sisa uang pemberian pak Samet waktu itu.' Batin Merry sambil memindahkan secangkir kopi ke nampan.

Tampaknya pelanggan kafe kali ini seorang pria matang dengan kepala botak dan perutnya sedikit buncit.

Entah apa yang ia pikirkan. Matanya terlihat nakal menjelajahi tubuh Merry.

"Hay, di mana suamimu? Kau baru melahirkan? Lihat, air susumu merembes. Kau sangat cantik. Jika bayimu tanpa ayah, menikah saja denganku." Pria itu berbicara sambil menjamah bagian bokong Merry di hadapan umum.

Tak hanya itu ia bahkan terkekeh setengah mengejek.

Tentu saja diperlakukan seperti itu perempuan itu merasa dilecehkan. Emosinya meledak. Bahkan kedua sisi giginya terdengar menggeletak.

Tiba-tiba Merry meraih secangkir kopi yang baru saja ia sajikan untuk si pria botak. Dengan gerakan cepat, ia mengguyur kepala pria itu.

"Sial!" teriak sekaligus umpat pria itu.

Mungkin saja ia sengaja memancing keributan di depan umum. Membuat seluruh tubuh Merry gemetaran.

"Kau pantas mendapatkannya," ketus Merry menjawab.

Pemilik kafe sangat marah dengan perlakuan Merry. Ia yang seharusnya membela justru ikut menyerang Merry.

"Merry, minta maaf. Tak seharusnya kau bersikap tidak sopan kepada pelanggan kita!" Pemilik kafe berteriak memberikan perintah.

"Tidak kusangka, pemiliknya juga sama-sama tidak menghargai perempuan. Padahal kalian terlahir dari perempuan," sahut Merry.

Pemilik kafe semakin geram karena Merry berani membantahnya. Barangkali ia merasa dipermalukan.

"Merry, jika kamu tidak meminta maaf sekarang, aku akan memotong setengah gajimu!"

"Terimakasih, tapi aku memilih berhenti bekerja." Merry pergi setelah menyelesaikan kalimatnya.

Sepanjang jalan, ia menangis. Bahkan ia tidak peduli dengan tatapan mata-mata di sekelilingnya.

Beberapa di antara mereka menatap sinis, ada juga yang terlihat cemas, entah. Tapi Merry terus berjalan. Menyusuri sepanjang trotoar mengabaikan tatapan mereka.

Hingga akhirnya, ia sampai di sebuah taman yang memiliki beberapa kursi memanjang tempat warga sekitar bersantai.

Merry menatap setiap mobil mewah yang melintas. Ia berpikir, bagaimana seandainya ia bertemu dengan Damian secara tiba-tiba?

Di waktu yang bersamaan, ia melihat beberapa orang preman. Wajahnya sangat familiar. Merry meyakini jika mereka adalah orang-orang Elena.

Dan benar saja. Merry yang malang kini sedang ditatap oleh mereka.

"Ketemu!" seru mereka serempak sambil menatap dan berlari ke arah Merry.

"Tidak, biarkan aku pergi!" teriak Merry sambil berlari membiak keramaian.

Ia terus berlari tanpa henti, hingga akhirnya ia tersandung trotoar yang berlubang akibat kurang memperhatikan jalan.

BUGH!

Tubuh Merry ambruk.

Ia reflek menoleh ke belakang, melihat sekumpulan preman itu semakin dekat dengannya. Membuat dada Merry semakin sesak.

Namun, entah dari mana datangnya. Tiba-tiba saja seorang pria bertubuh tegap menarik dan membantu Merry.

"Kau bisa berjalan?" tanyanya, suara itu terdengar tak asing bagi Merry.

Gadis itu terlihat berpikir keras. Seolah sedang mengingat-ingat. Sedangkan si pemuda, karena ia cemas dengan berandalan itu yang semakin mendekat, seketika langsung mengangkat tubuh Merry dan memasukkannya ke dalam mobil miliknya.

Kemudian, Merry pun dibawanya pergi.

"Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Merry dengan raut cemas.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Takdir Cinta Perempuan Malam   Bab 91. Akhir Sebuah Cerita

    Beberapa hari telah berlalu sejak pemakaman Oliver. Kediaman Merry menjadi sunyi dan hening, hanya menyisakan kenangan yang menghantui setiap sudut rumah. Merry duduk di dekat jendela, tatapannya kosong menatap ke arah luar. Dia belum bisa sepenuhnya menerima kenyataan bahwa Oliver telah pergi selamanya. Setiap hari terasa seperti mimpi buruk yang tidak pernah berakhir.Damian kembali datang. Dia tampak kusut dan lelah, matanya menunjukkan rasa bersalah yang mendalam. Setiap hari, dia datang ke rumah Merry, berharap bisa mendapatkan pengampunan. Tetapi Merry selalu diam, menolak untuk berbicara dengannya.Hari itu tidak berbeda. Damian mengetuk pintu dan masuk tanpa menunggu jawaban. Dia menemukan Merry di tempat yang sama seperti kemarin, duduk di dekat jendela dengan tatapan kosong."Merry," kata Damian dengan suara serak, "tolong dengarkan aku. Aku tahu aku telah melakukan kesalahan besar. Aku benar-benar menyesal."Merry tidak mengalihkan pandangannya dari jendela. Diamnya te

  • Takdir Cinta Perempuan Malam   Bab 90. Duka Ini Karenamu

    Damian berjalan gontai keluar dari kamar rumah sakit tempat Nyonya Lady Eleanor terbaring kaku. Pakaian lusuhnya berlumuran darah kering, bekas dari tindakannya yang keji terhadap Oliver. Langkahnya terasa berat, seolah setiap langkah menariknya lebih dalam ke dalam pusaran kegelapan dan keputusasaan. Dengan pikiran kacau, dia tahu bahwa satu-satunya orang yang bisa memberinya jawaban atau bahkan sedikit pengertian adalah Merry.Damian menyalakan mesin mobilnya dan mengemudi tanpa tujuan yang jelas, hanya mengikuti insting yang membawanya ke rumah sakit tempat Oliver dirawat. Sesampainya di sana, dia melihat kerumunan orang berkumpul di depan ruang ICU. Di tengah kerumunan itu, Damian melihat Merry, yang sedang menangis histeris, bahunya bergetar hebat.Hati Damian mencelos. Meski dalam keadaan mabuk dan penuh kebencian, pemandangan Merry yang berduka membuatnya merasakan tusukan rasa bersalah yang mendalam. Dengan langkah limbung, dia mendekati Merry, mencoba menyusun kata-kata

  • Takdir Cinta Perempuan Malam   Bab 89. Ditikam Menikam

    Senja mulai turun ketika Damian berkendara tanpa tujuan di jalanan kota. Kepalanya berat akibat terlalu banyak minum alkohol, dan pikirannya dipenuhi oleh kebencian dan kepahitan. Dalam keadaan mabuk, Damian tidak bisa berhenti memikirkan kekalahan dan penghinaan yang dia rasakan sejak mengetahui bahwa dia hanya anak angkat Sebastian Herrington. Semua itu diperparah oleh rasa dendamnya terhadap Oliver, yang menurutnya telah merebut segalanya, termasuk Merry.Dengan kemarahan yang membara di dalam dadanya, Damian menggenggam belati yang disembunyikannya di dalam jaket. Di dalam benaknya, dia merasa hanya ada satu cara untuk menyelesaikan semua ini: menghabisi Oliver.Secara kebetulan, ketika dia berbelok ke sebuah jalan sepi, Damian melihat sosok yang sangat dikenalnya. Oliver sedang berdiri di tepi jalan, tampaknya sedang menunggu seseorang. Hati Damian semakin gelap, dan dia memutuskan inilah saatnya untuk menyelesaikan semuanya.Damian menghentikan mobilnya dengan kasar, menyeba

  • Takdir Cinta Perempuan Malam   Bab 88. Benci Jadi Dendam

    Di dalam ruangan yang mewah namun terasa sesak oleh ketegangan, Damian berdiri dengan amarah yang membara di matanya. Berhadapan dengan ibunya, Lady Eleanor, dia tidak bisa menahan kemarahan yang telah membara dalam dirinya sejak mengetahui kebenaran yang menghancurkan dunianya."Bagaimana mungkin, Ibu?" suara Damian menggema di seluruh ruangan, penuh dengan kemarahan dan kekecewaan. "Selama ini aku percaya bahwa aku adalah pewaris sah dari segala harta dan kekuasaan Sebastian Herrington. Kenyataannya, aku hanyalah anak angkat?"Lady Eleanor, meskipun terlihat tenang di luar, sebenarnya merasakan beban berat di dalam hatinya. Dia tahu hari ini akan datang, tapi tidak pernah membayangkan seberapa keras dampaknya bagi Damian. Dia menatap putranya yang marah dengan mata yang penuh dengan campuran kasih sayang dan rasa bersalah."Damian, dengarkan aku," kata Lady Eleanor dengan suara tenang namun tegas. "Keputusan untuk mengadopsimu adalah keputusan yang kami buat dengan cinta. Sebast

  • Takdir Cinta Perempuan Malam   Bab 87. Melawan Simpanan

    Dengan tekad yang kuat untuk melindungi Merry dari segala ancaman yang mungkin datang, Oliver semakin mempersiapkan dirinya untuk masa depan bersama Merry. Dia ingin memberikan Merry kehidupan yang tenang dan aman, tanpa rasa cemas yang menghantui.Maka, Oliver mengajukan sebuah rencana yang mengejutkan kepada Merry. Dia ingin Merry bertemu dengan Elena, mantan simpanannya, untuk menyelesaikan segala macam hubungan yang masih tersisa di antara mereka. Meskipun awalnya terkejut dan takut, Merry akhirnya setuju setelah dipastikan oleh Oliver bahwa ia akan selalu berada di sampingnya, bersama dengan para pengawal yang siap mengawasi dari jarak yang jauh.Ketika hari pertemuan tiba, suasana di sekitar Merry terasa tegang dan penuh ketegangan. Dia mencari-cari Elena dengan hati yang berdebar-debar, terus memeriksa sekelilingnya dengan pandangan waspada.Tiba-tiba, Merry melihat sosok Elena yang berdiri di ujung jalan, menunggunya dengan senyuman yang dingin dan penuh arti. Hatinya berdeg

  • Takdir Cinta Perempuan Malam   Bab 86. Rencana Busuk

    Merry memandang sekitar ruangan yang luas dan mewah dengan sedikit rasa cemas. Tempat yang tertera di alamat itu terasa sunyi dan aneh. Suasana yang seharusnya ramai dengan aktivitas pemotretan, kini hanya diisi dengan hening yang menakutkan. Dengan gaun indah yang menghiasi tubuhnya, ia melangkah masuk dengan hati-hati, tali gaunnya menggantung di lehernya dengan anggun.Di tengah ruangan, seorang pria duduk dengan punggungnya menghadap ke arah Merry. Tubuhnya terbungkus dalam jas hitam yang elegan, memberinya aura misterius yang mengintimidasi. Merry merasakan detak jantungnya semakin cepat, dan ia menahan nafasnya saat pria itu mulai memutar kursi.Ketika kursi itu berputar, Merry menahan teriakan terkejutnya. Tidak disangka-sangka, pria itu adalah Damian, mantan suaminya sendiri. Mata Damian terlihat dingin dan penuh dengan kejahatan, membuat Merry merasa takut."D-Damian?" desis Merry, mencoba mengatasi kebingungannya.Damian tersenyum sinis, menatap Merry dengan pandangan t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status