All Chapters of Takdir Cinta Perempuan Malam: Chapter 1 - Chapter 10
91 Chapters
Bab 1. Trauma
Rintik gerimis masih terlihat deras membasahi teras sebuah rumah besar bergaya eropa kuno. Terdapat banyak penghuni di dalamnya. Tak sekedar wanita dewasa, tapi beberapa gadis juga terpaksa ikut tinggal mengikuti ibu mereka di sana. “Merry, lekas ganti pakaianmu! Ini sudah saatnya!” perintah wanita paruh baya tapi masih terlihat cantik bernama Elena. Elena berteriak sekaligus melempar sepasang pakaian hingga mengenai wajah seorang gadis belia yang diajaknya bicara. “Tapi pakaian ini terlalu ketat, bahkan ukurannya terlalu minim, Bu! Aku tidak bisa,” tolak gadis belia bernama Merry yang kini rautnya berubah menjadi pucat pasi. Takut. Tentu saja. Geram, tentu saja Elena geram bukan kepalang. Ia tak suka perintahnya dibantah. Seketika tangannya yang semula gemetar langsung melayang menyambar rambut Merry dan menariknya kasar, hingga membuat Merry memekik kesakitan. “Aduh, Ibu … sakit, tolong lepaskan,” rengeknya sambil terisak-isak sementara kedua tangannya berusaha menahan rambu
Read more
Bab 2. Lelaki Berparas Dingin (Dicampakkan))
POV MerryNamaku Merry, saat ini aku adalah seorang gadis berusia delapan belas tahun. Entah sengaja ditinggalkan oleh Ayahku, atau sebenarnya aku sengaja dibawa lari oleh ibu tiriku, aku tak tahu pasti. Hanya kepingan kecil yang kuingat, saat bias hujan meninggalkan jejak di kaca jendela kamar. Terdengar pertengkaran besar antara Ayahku dan Ibu tiriku—Elena. Sejak saat itu, Ayahku menghilang entah ke mana, lalu Elena membawaku pindah ke tempat yang begitu jauh dan hidupku bagaikan di neraka.Siapa sangka jika hari ini hidupku semakin tragis sejak Elena menyerahkan aku kepada Pak Sameer—Pria menyeramkan yang membawaku ke mansion mewah yang asing.“Awas saja jika kau berani melarikan diri! Lebih baik menurut, ini demi kebaikanmu, Merry!” ancam Pak Sameer kala itu.Aku hanya bisa bergeming. Lagi pula aku tak bisa bicara dengan mulut tersumpal, apalagi kedua tanganku dalam kondisi terikat. Tak ada yang bisa kulakukan kecuali menangis.Kedua kakiku masih gemetar bukan kepalang, jantungku
Read more
Bab 3. Dua Garis Merah
Rintik-rintik embun masih menghiasi kaca jendela kamar hotel. Dinginnya cuaca pagi bahkan terasa menusuk hingga ke dalam tulang. Akan tetapi, Merry sudah selesai bersiap meski matanya masih terasa perih, sembab sudah pasti. Ia menangis semalaman usai tragedi mengenaskan dalam hidupnya terjadi.“Permisi, taksi yang Anda pesan sudah menunggu di depan,” panggil sekaligus sapa seseorang di depan pintu yang seolah terdengar setengah berteriak.“Baik, terimakasih.”Segera, Merry mengayunkan kaki jenjangnya dengan cepat. Mengabaikan luka hatinya, meski rasa takut terhadap Elena yang ingin segera menemukan dirinya menggelayuni dan mendominasi pikirannya.“Ah, iya Nyonya, terimakasih sudah bersedia membantu,” sahut Merry sembari menyeret koper yang di genggamnya setelah membukakan pintu.Wajah seputih pualam itu tampak pucat, dengan cekungan yang melingkar di bawah matanya.Sedangkan di depannya seorang wanita yang berseragam sebagai pelayan hotel itu hanya tersenyum sembari setengah membungku
Read more
Bab 4. Bayi Tanpa Ayah
Hari berlalu begitu cepat. Kini usia kandungan Merry sudah berusia sekitar delapan bulan. Karena sebentar lagi ia akan memiliki bayi, ia memutuskan untuk pindah ke rumah yang lebih besar.Memang, uangnya masih lumayan untuk sekedar menghidupinya dan juga anaknya. Tapi, apa jadinya jika ia hanya berdiam diri? Semakin hari, uang akan habis juga.Hari itu Merry memilih untuk menyewa jasa asisten rumah tangga. Selain untuk membantunya pasca melahirkan, tapi nantinya juga bisa membantunya mengasuh bayi sekaligus menjadi teman hidupnya yang masih sepi."Non, kenapa melamun?" Suara Bi Ema, seorang perempuan paruh baya yang kini menemani Merry.Bi Ema adalah seorang janda yang tak memiliki kerabat. Semenjak bekerja pada Merry, ia merasa hidupnya yang nyaris mati mulai berwarna. Ia bahkan menganggap Merry sebagai anak sendiri."Jika nanti aku sudah melahirkan, aku ingin bekerja. Bisakah Bi Ema selain bekerja juga menjaga anakku?" Merry masih duduk meringkuk di sofa dekat jendela."Tentu, kenap
Read more
Bab 5. Pria Pirang Bermata Biru
Degup jantung Merry masih terasa memburu. Dengan tangan gemetar, yang terlihat jelas saat meremas ujung kain kemeja yang ia kenakan, bisa diterka jika ia sedang cemas sekaligus takut berada di mobil orang asing."Siapa gerombolan perundangan tadi, Nona?"Suara bariton itu, seketika membuyarkan lamunan Merry. Membuatnya seketika menoleh ke arah sumber suara."Ummm, ceritanya panjang. Terimakasih sudah menolongku, turunkan saja di sini," sahut Merry, masih dengan raut wajahnya yang cemas.Kening si pemuda yang kini sedang duduk di balik kursi kemudi seketika berkerut.Sedang bermasalah? Mungkin."Apakah kau tidak ingat, Nona? Nyawamu sedang dalam bahaya. Lagi pula hujan baru saja turun. Sebaiknya ikut aku sebentar, nanti pasti ku antar pulang."Entah apa yang dipikirkan oleh Merry saat itu. Mendengar ajakan pria di sampingnya, bukannya tenang, kini ekspresi wajahnya mendadak berubah cemas. Ada guratan takut yang pemuda itu tangkap.Rona merah seketika menyebar di pipinya."Tidak, saya h
Read more
Bab 6. Manager Tampan
Merry masih tetap berdiri, di sebuah ruangan besar sambil mendekap dirinya sendiri yang menahan gigil.Tubuhnya yang basah tanpa sengaja membuat bagian tubuh seksinya terekpos sempurna."Pakai handuk ini untuk mengeringkan tubuhmu di kamar mandi sebelah sana! Ganti pakaianmu dengan ini." Eric menyodorkan pakaian ganti dan juga handuk.Tentu saja hal itu membuat Merry gugup, apalagi dia memiliki masa lalu kelam yang membuatnya trauma. Gadis itu segera berlalu, tanpa berani menatap lawan bicaranya begitu saja.Beberapa menit berselang, Merry telah kembali dengan setelan kaos berwarna pink serta celana pendek selutut.Ia mendapati Eric sudah duduk di sofa, lengkap dengan dua cangkir teh panas dengan asap mengepul yang tersaji. Tak lupa ia melengkapi dengan kudapan."Duduk, kau pas memiliki banyak pertanyaan," ungkap pemuda tampan tapi ramah itu."Ya, tentang kaos pink ini dan juga celana pendek selutut yang ku kenakan. Bukankah ini milik perempuan?" tanya Merry dengan raut setengah menye
Read more
Bab 7. Dave Jordan
Ini adalah hari pertama Eric bertandang ke rumah Merry.Rumah bernuansa nyaris serba putih itu memang minimalis, tapi lumayan cukup ditinggali oleh tiga orang."Perkenalkan, saya Eric. Merry tidak pernah cerita kalau dia tinggal bersama orang lain di rumah," sapa Eric sambil mengulurkan tangannya ke arah Bi Ema.Perempuan paruh baya itu merasa tersanjung. Bagaimana tidak? Selama ini ia hanya hidup sebatangkara, dan Merry adalah satu-satunya orang yang peduli kepadanya.Bi Ema benar-benar tidak menduga, jika di dunia ini masih ada lelaki tampan, yang tampak berwibawa justru bersikap baik dan sopan kepadanya."Saya, Bi Ema. Perempuan jalanan yang ditemukan oleh Merry, lalu diajak tinggal di sini," terangnya.Sungguh. Penjelasan Bi Ema membuat Eric tersentuh. Bahkan kagum, ia yang selama ini bergelimang harta tanpa kekurangan satu hal pun, bisa dibilang terkadang suka menghamburkan uang justru dipertemukan dengan orang-orang berlatar belakang minim ekonomi."Wah, baik sekali ya, Merry,"
Read more
Bab 8. Teman Wanita Ayah
Pagi ini, Merry sibuk merias diri. Ia bahkan tidak menyadari keberadaan Bi Ema, yang sejak tadi memperhatikan dari ambang pintu sambil menggendong bayi Dave."Kenapa ke kafe sepagi ini?" tanya Bi Ema, membuat jemari lentik yang semula menggerakkan kuasa dipaksa berhenti.Merry mengalihkan yang menatap sendu ke arah wanita paruh baya yang terlihat kebingungan atas sikapnya."Oh, maaf, Bi ... mungkin aku lupa bilang, kalau sejak kemarin, aku sudah tidak bekerja di kafe lagi. Mengenai alasannya, aku diperlakukan tidak adil di tempat itu," cetus Merry.Pengakuannya membuat wanita tua yang sudah seperti ibunya entah sejak kapan itu terbelalak."Lalu, mau ke mana kamu sepagi ini? Merry, ingat ya, Elena dan anak buahnya masih berkeliaran di luar sana. Kecuali, jika kamu mau mencari Ayah anakmu."Bi Ema berbicara sambil mengguratkan isyarat wajah cemas. Terpampang jelas dari matanya yang redup."Bukankah kemarin Bi Ema sudah bertemu Eric? Dia Managerku sejak hari ini? Aku akan menjajal dunia
Read more
Bab 9. Para Preman Misterius
Sinar mentari nyaris menghilang, pertanda hari berganti sore. Merry yang semula tak punya tujuan pun, kini hidupnya mulai berwarna sejak Eric datang membantunya."Kamu mau langsung pulang atau kita jalan dulu?"Eric datang tiba-tiba, saat Merry sedang sibuk mengamati sekitar ruangan gedung tempatnya bekerja."Mau ke mana lagi? Lagi pula, aku kasian sama Dave kalau aku tinggalin dia terlalu lama," keluh Merry."Wah, sayang sekali ya! Padahal aku mau ajak kamu jalan sebentar. Tapi gak apa-apa deh, mungkin lain kali."Wajah Eric berubah mendung saat berkata. Ia tampak kecewa dengan penolakan gadis cantik, yang baru saja ia angkat sebagai modelnya.Di saat bersamaan, sejenak Merry menatap Eric. Ia tahu sekali ekspresi wajah pemuda itu, di sisi lain ia juga tak sabar ingin bertemu sang anak."Baiklah, jika memang sebentar aku setuju. Ayo kita pergi!"Akhirnya, keduanya menghabiskan waktu bersama. Jalan-jalan sore di tengah kota, melewati beberapa pertokoan yang riuh, membuat Merry sejenak
Read more
Bab 10. Tingkah Aneh Bu Veronica
Pagi ini Eric menjadwalkan waktu latihan untuk Merry.Karena penasaran, gadis itu datang lebih awal. Ia melihat beberapa model mengenakan heels. Raut wajah cantik Merry berubah muram. Bagaimana tidak? Ia memiliki kenangan buruk tentang heels.Pagi itu, Merry dilatih oleh Harry, ia terkejut. Bukankah sebelumnya Eric memperkenalkan Bu Veronica yang menjadi pelatihnya? Lalu kenapa justru ia diajari berjalan melenggang, dan melenggok dengan lelaki setengah melambai?"Merry giliranmu, bisakah kau kenakan heels pemberian Eric sekarang?" Harry menunjukkan kotak berisi sepasang sepatu indah.Namun, bukannya menjawab, gadis itu justru diam termangu menatap sepatu itu."Ha ... ha ... sepertinya, dia tidak pernah pakai sepatu mahal," ejek Rebeca.Tatapan mata Rebeca terlihat tidak senang atas bergabungnya Merry dengan agency yang menaunginya."Rebeca, urus dirimu sendiri! Kamu tidak berhak menjatuhkan orang lain. Atau sebaiknya aku akhiri kontrakmu!" desis Eric yang ternyata sejak tadi sudah ber
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status