Saat ini Renata dan Edel sedang ada di kantin. Formasi mereka tidak lengkap karena Visyah tidak masuk karena sedang sakit. “Bagaimana kalau kita nanti jengukin Visyah, Ren? Pasti sakitnya sedikit parah, secara Visyah enggak pernah bolos kuliah, meskipun sakit,” ucap Edel memberi saran.“Boleh. Sehabis kelas ini kita langsung pulang dan jengukin Visyah.” Renata mengiyakan saran Edel. Toh, rumah Visyah juga searah dengan panti asuhan Afikah. Renata tidak perlu putar balik untuk ke tempat itu. Setelah mengisi perut. Renata dan Edel kembali ke kelas mereka. Ada satu kelas lagi yang harus mereka ikuti. “O iya, Del. Bagaimana izinnya? Apa yokap dan bokopmu udah ngizinin kamu ikut berpetualang.“Itulah, Ren. Papa dan mamaku masih diam tidak merespons. Boro-boro ngasih izin, mereka sama sekali enggak jawab.”“Hadeh, kok gitu, sih. Apa perlu aku turun tangan membujuk mereka, Del. Kalau kamu enggak ikut pasti hidupmu bete banget di rumah. Petualangan kita pun kurang asyik. Apalagi enggak ada
Kevin langsung mencengkeram erat bahu Renata, membuat gadis cantik itu kesakitan dibuatnya.“Lepas, Kak. Kakak sudah menyakitiku. Apa salahku?” tanyanya, semua pertanyaannya diacuhkan laki-laki tampan itu.“Salahmu adalah menolakku dan memutus Taaruf,” jawab Kevin masih tetap mencengkeram tangan itu.“Lepaskan! Sakit, Kak,” pintanya memohon dengan berteriak.“Aku akan melepasmu setelah kita bersenang-senang. Tenanglah, Sayang. Aku pastikan kamu akan menyukai sentuhanku,” ujar Kevin disertai tawa menyeramkan.“Kakak hanya menakutiku, aku enggak percaya Kak Kevin akan melakukan itu padaku. Kak Kevin pasti akan menjagaku, tidak akan menyakitiku,” ucap Renata sambil geleng kepala. Ia berusaha untuk menenangkan hati Kevin. Ia begitu naif mengatakan hal itu, padahal laki-laki di depannya memandangnya sejak tadi penuh dengan nafsu.“Hahaha, kamu itu pura-pura bodoh, polos, atau memang bodoh!” tawa Kevin menggema.“Aku akan membuatmu tidak pernah melupakan malam ini, Sayang. Kamu dan aku meny
Sudah beberapa tempat berhasil Arka dan Rayyan datangi, tetapi hasilnya nihil. Kevin tidak ada di tempat itu. Yang membuat Rayyan berulang kali memukul tangannya ke setir mobil karena ia kesal tidak bisa menghubungi laki-laki itu.“Kak, perasaanku tidak enak. Kita harus secepatnya menemukan Renata. Aku takut Kak Kevin berbuat yang tidak-tidak. Antara cinta, nafsu , dan obsesi itu tipis.” Arka panik dan gelisah.“Tidak akan aku biarkan dia hidup tenang bila sampai menyentuh adikku, walau hanya seujung rambutnya,” jawab Rayyan geram.“Kita akan menuju ke mana lagi, Kak. Indekos milik Kak Kevin, semua kamarnya penuh. Apartemennya juga,” ujar Arka sambil mengusap kasar wajahnya.“Kalau harus mendatangi vilanya di Bogor aku tidak masalah, tapi kita datangi dulu apartemen mewah milik keluarga Kevin. Kita harus memastikan tempat itu,” ujar Rayyan. Mobilnya sudah melaju di atas tata-rata, berulang kali Arka memintanya untuk konsentrasi, kalau tidak mereka akan menabrak pengendara lain.~~~~R
Arka semakin cepat melajukan mobilnya setelah Renata berteriak kala darah sang kakak keluar semakin banyak.Pemuda tampan itu panik, takut terjadi sesuatu pada Rayyan. Tidak lama mereka sampai di rumah sakit. Arka langsung keluar dari mobil tanpa memarkirkan mobilnya. Ia meminta bantuan perawat lelaki untuk segera membantunya membawa Rayyan.“Tolong Kakakku. Tolong selamatkan dia!” pinta Renata. Pakaian dan hijab yang berantakan membuat beberapa pasang mata yang melintas melihat ke arahnya.Renata terduduk lemas di kursi panjang depan ruang UGD. Tidak lama sang ayah, sang bunda, sang paman, dan kakak iparnya datang. Amirah langsung memeluk sang putri dan menciuminya penuh kasih sayang. “Adek baik-baik saja, ‘kan? Tidak ada yang terluka, ‘kan? Nak Kevin tidak menyakitimu, ‘kan?” Berbagai pertanyaan terucap dari bibir Amirah. Wanita cantik usia 46 tahun itu terlihat sangat mengkhawatirkan kondisi sang putri yang berantakan. Sedangkan Kenzo langsung menghampiri Arka menanyakan Rayya
Usai bersih-bersih, Renata segera mengajak Arka kembali ke rumah sakit. Namun, sebelum ke sana, Renata ingin melihat kondisi kedua keponakannya yang saat ini masih tertidur pulas di kamar.“Sayang, yang sabar, ya!” ujar Revi sambil memeluk Renata yang langsung menghambur padanya. “Iya, Aunty. Doakan Kak Rayyan selamat dan baik-baik saja,” ucap Renata mengurai pelukan Revi. Gadis itu langsung berjalan ke arah ranjang yang terdapat kedua keponakannya. Ia menciumi kening dua bocah tampan dan cantik itu.“Aunty, aku harus kembali ke rumah sakit. Tolong jaga mereka, ya,” pintanya.Revi tersenyum membelai lembut kepala berbalut hijab itu. “Tanpa kamu minta, Aunty akan menjaganya. Mereka juga cucuku. Nanti siang Oma Vika dan Opa Revan datang dari Singapura.” “Aku tinggal dulu,” pamit Renata sambil menyalami tangan Revi.Renata melihat Arka sudah ganti baju dan terlihat lebih segar sedang duduk di ruang keluarga menunggunya. Gadis itu segera mendekat.“Apa ini, Bang?” tanya Renata. Ia melih
Amirah mengkhawatirkan keadaan Afikah. Ia pun segera menyusul putri dan menantunya. Ia meminta Arka menggantikannya menunggu Rayyan, takutnya Rayyan sadar tidak ada yang tahu.“Aunty tidak perlu khawatir. Aku ada di sini. Kak Afikah lebih membutuhkan dukungan Aunty,” ujar pemuda tampan itu tulus.Dokter baru keluar dari ruang UGD dan menyapa Amirah dengan sopan.“Dokter Anya yang menangani menantu saya, ‘kan?” tanyanya sembari mencegah dokter muda itu meninggalkannya.“Iya, Dokter Amirah. Saya yang baru saja memeriksanya. Dia sudah sadar. Kelelahan dan banyak pikiran membuatnya pingsan,” ungkap dokter manis itu.“Baik, Dok. Terima kasih.”“Sama-sama, Dok.”Amirah segera membuka pintu dan bergegas menghampiri Afikah dan Renata.“Bagaimana keadaanmu, Sayang? Menurut Bunda, sebaiknya kamu pulang dan fokus pada anak-anak. Biarkan kami yang menjaga suamimu. Kamu cukup di rumah dan doakan suamimu, anak-anak lebih membutuhkanmu, Sayang,” bujuk Amirah lembut sambil mengusap lengan sang menan
Afikah merasa sedikit tenang setelah dinasihati Amirah. Wanita muda cantik itu sudah tidak sehisteris tadi.“Bunda, Kak Rayyan pasti bangun ‘kan dari komanya?” tanya lirih.“Insyaallah, kamu harus yakin itu. Operasinya berhasil, kondisinya juga mulai normal, hanya memang ada kondisi seperti ini pasca operasi sistem yang ada di tubuhnya belum bekerja dengan sempurna. Cedera kepala yang dialami Kakak juga dapat menyebabkan pembengkakan otak. Saat otak membengkak akibat trauma, cairan pada otak otomatis mendorong ke atas ke tengkorak. Hal itu bisa terjadi juga karena operasi yang dijalani pasien,” ucap Amirah menjelaskan.Afikah dan Renata hanya bisa mendengarkan penjelasan Amirah. “Aku dan anak-anak akan selalu setia menunggumu, Kak. Kamu harus cepat sembuh, aku mencintaimu,” ucap Afikah lirih sambil membelai lembut lengan Rayyan.Hari demi hari Afikah lalui tanpa Rayyan. Sudah dua minggu Rayyan terbujur lemah di atas brankar. Entah, kapan dia akan bangun dari komanya. Fawwas yang usia
Renata menunggu hasil sidang Kevin sambil menemani Afikah di rumah sakit. Gadis cantik itu sejak tadi terlihat gelisah. Sungguh, ia berharap Kevin mendapatkan hukuman yang setimpal.Afikah masih mengaji di samping brankar sang suami. Sesekali wanita muda cantik itu mengajak sang suami mengobrol. Hal itu ia lakukan setiap hari.“Kak, sudah satu bulan lebih tiga hari Kakak di sini, berbaring lemah di atas brankar. Aku dan anak-anak sangat merindukanmu. Fawwas rewel, dia selalu menanyakanmu. Berulang kali menanyakan janji Kakak untuk mengajaknya liburan. Aqila pun sama, meskipun belum begitu mengerti seperti Fawwas,” ucap Afikah bercerita. Mengingat semua itu membuatnya kembali meneteskan air mata. “Kak, aku mencintaimu, anak-anak juga. Kami mencintaimu dan sangat merindukanmu,” ujarnya lagi.Mendengar isakan sang kakak ipar, Renata mendekat. Gadis cantik itu mengenyahkan ego dan kegelisahannya yang sangat ingin tahu bagaimana jalannya sidang. Renata mendekat untuk menenangkan sang kak