Share

Bab 6. Penjebakan

***

Fitnah adalah drama kebencian dari jiwa-jiwa kelam yang iri dengan kebahagian yang kita dapatkan.

Ketika segelintir gosip kejam dari mulut ataupun dari media lain yang dikirim seseorang mewarnai namaku lalu kamu mempercayainya begitu saja, hanya ada dua kemungkinan. Kamu tidak mengenal aku dengan baik. Atau, kamu tidak mengenal orang yang mengatakan itu dengan baik.

(Afikah~ Takdir Cinta)

***

Satu bulan setelah resepsi pernikahan. Rayyan masih menunda bulan madu mereka karena dirinya begitu disibukkan dengan seminar yang diadakan rumah sakit milik keluarganya di seluruh rumah sakit cabang milik keluarga Adinata di kota-kota besar lainnya. Kebetulan Rayyan sebagai moderator dari seminar itu. Ia meminta maaf pada Afikah karena tidak ada waktu untuk istrinya, dirinya harus sering keluar kota untuk memimpin seminar itu. Afikah sangat mendukung Rayyan dan tidak mempermasalahkan hal itu. Afikah sangat mengerti Rayyan melakukan itu karena tuntutan pekerjaan.

"Maaf ya, Sayang. Bulan madu kita harus ketunda terus, karena aktifitasku ini, maaf ya," ucapnya. Saat ini Afikah sedang mengemasi pakaian Rayyan yang akan berangkat ke Surabaya. 

"Iya, Mas. Aku nggak apa kok, aku akan selalu mendukungmu selama kamu benar," ucapnya.

"Surabaya kota terakhir kok, habis ini kita akan bulan madu, sekalian kamu juga libur semester 'kan?" ungkapnya yang diangguki Afikah.

"Iya, Mas. Aku akan selalu menunggumu."

"Tidak seperti biasanya aku di Surabaya tiga hari, kamu nggak apa kan? Biasanya 'kan hanya dua hari, aku merasa makin nggak enak sama kamu, Sayang, karena sering ninggalin kamu," ucapnya. 

"Nggak apa, Mas. Yang penting Mas harus bisa jaga ini untukku," ucapnya sambil menunjuk dada Rayyan. 

"Pastinya, Sayang."

"Kalau kamu kesepian kamu bisa ngajak Renata ngemall atau kemana gitu!"

"Aku nggak kesepian kok, Mas. Renata kan sedang ujian, aku nggak mau menganggu dia yang fokus sama ujiannya. Ada Nasywa juga Ridho kok yang selalu nemenin aku juga," ungkapnya. 

"Ya sudah kalau gitu, jaga jarak ya sama Ridho, Jujur mas tidak suka, Sayang," ucapnya. 

Afikah tersenyum dan mengangguk. 

Pagi ini Afikah pergi ke bandara untuk mengantar sang suami, mereka diantar pak Wahyu, supir keluarga Adinata.

Sepulang dari mengantar Rayyan dari bandara, ponsel Afikah berbunyi ada panggilan masuk  dari Ridho. 

[Assalamu'alaikum, Iya Dho ada apa?]

[Wa'alaikumussalam, Fik .Tolong aku, badanku sakit, meriang dan panas dingin, boleh 'kan aku minta tolong?]

[Minta tolong apa, Dho?]

[Aku belum sarapan sejak tadi, tolong beliin aku bubur ayam yang ada di depan kampusmu] 

[Ok, aku ajak Nasywa sekalian ya]

[Jangan, tadi aku sudah menghubungi Nasywa, dirinya sedang sibuk packing pakaiannya, tiga hari lagi ia 'kan berangkat, sama sepertiku]

[Baiklah aku akan ke rumahmu]

[Aku ada di apartemenku, kamu nggak usah ke rumah ya, lagian di rumah tidak ada siapa-siapa, lagian kalau mama dan papa tidak di rumah aku 'kan lebih senang tinggal di apartemen]

[Oke]

Sebelum Afikah mengucapkan salam Ridho sudah memutuskan sambungan telponnya.

"Pak, kita mampir dulu ya untuk beli bubur ayam depan kampusku, temanku minta tolong untuk dibeliin bubur itu, dia sedang sakit" ucapnya. 

"Iya, Non."

Kedai bubur itu terlihat ramai, Afikah terpaksa harus sabar mengantri. Saat Afikah sedang mengantri pak Wahyu mendapat telpon dari Vika. Yang menyuruh pak Wahyu untuk segera pulang, karena Vika minta antar ke pengajian. Kebetulan Amirah tidak bisa mengantarnya karena pergi ke yayasan. 

"Non, bapak disuruh nyonya untuk mengantarnya ke pengajian, apa Non Afikah masih lama?"

"Iya, Pak. Sepertinya sedikit lama, saya bisa naik taksi kok, Pak." 

"Non Afikah beneran nggak apa-apa saya tinggal?" tanya pak Wahyu merasa tidak enak. 

"Nggak apa kok, Pak. Lagian nanti oma bisa marah besar kalau bapak tidak mengantarnya, ini masih antri belum nanti antar ke tempat teman saya, pasti sangat lama. Saya bisa naik taksi, bapak nggak usah khawatir," ucapnya. 

"Baiklah, bapak tinggal ya, Non," pamitnya. Afikah tersenyum dan mengangguk. 

Afikah sudah mendapatkan taksi setelah sedikit lama mengantri tadi. Afikah segera menyuruh supir taksi mengantarnya menuju ke apartemen Ridho.

Afikah sudah sampai di apartemen Ridho. Afikah sudah sering datang ke sini saat sekolah dulu, mengerjakan PR bersama teman-temannya yang lain, termasuk Nasywa.

Afikah menekan bel yang ada di samping pintu apartemen Ridho berulang kali ia menekannya sampai lama dirinya berdiri. Hingga pintu itu dibuka. Afikah berdiri di depan pintu itu. Dirinya merasa risih karena Ridho hanya bertelanjang dada. Afikah menyerahkan bungkusan berisi bubur ayam pada Ridho, tapi Ridho menolaknya.

"Masuklah dulu! Please ... Tolong temani aku makan! Kepalaku sedikit pusing," ucapnya dengan muka dibuat semelas mungkin. 

"Ta-tapi aku nggak bisa Dho, di apartemen hanya ada kamu, kalau ada Nasywa juga aku nggak masalah, aku wanita yang sudah bersuami takut timbul fitnah kalau kita hanya berdua berada di apartemen," tolak Afikah.

"Ayo lah, Fik! Sekali ini saja, setelah ini aku sudah balik ke Australia nggak akan merepotkan kamu lagi. Please ...," bujuknya.

Antara ragu dan tidak Afikah akhirnya menuruti kemauan sahabatnya itu. 

"Baiklah, tapi hanya sebentar, setelah kamu selesai makan aku akan segera pulang," ucapnya.

Ridho mengangguk.

Sebelum dirinya masuk, Afikah menelpon Rayyan dulu untuk megabari suaminya, sekalian minta izin kalau dirinya saat ini berada di apartemen Ridho untuk menjenguk sahabatnya itu, namun sayang telpon Rayyan sudah tidak aktif. 

Dengan ragu Afikah masuk ke apartemen itu. 

"Minum dulu, Fik. Aku sudah buatin kamu minum," ucap Ridho. 

"Makasih, kamu kan sakit! Seharusnya nggak usah repot, nanti kalau aku haus bisa minta izin ambil sendiri," ucapnya. 

"Nggak apa, udah terlanjur dibuatkan."

"Ini buburnya, dimakan dulu!" ucapnya sambil menyodorkan bubur itu pada Ridho. 

"Makasih ya."

"Iya."

Ridho terlihat memakan bubur itu dengan lahapnya. Tanpa ras curiga Afikah meminum minuman yang dibuatkan Ridho.

Ridho hanya melirik Afikah yang sedang minum dengan senyum memyeringai.

Tidak butuh waktu lama setelah Afikah meminum minuman itu kepalanya sedikit pusing dan rasa kantuknya tidak bisa dirinya tahan. Afikah berulang kali mengucek matanya untuk mengusir rasa kantuknya. Afikah segera berdiri dan pamit pulang pada Ridho, sebelum ia melangkah tubuhnya langsung tumbang, namun dengan sigap Ridho menahan tubuh Afikah. 

Ridho segera menggendong tubuh Afikah ke dalam kamarnya. Di dalam kamar itu sudah ada Anin yang menunggu mereka. Mereka tertawa bersama. Menertawakan kepolosan Afikah. Ridho begitu tega mengkhianati persahabatannya dengan Afikah karena terpengaruh kebusukan sepupunya. 

"Sip, kerja yang bagus, Dho, aku bahagia banget," ujarnya sambil tersenyum memyeringai. 

"Beres, Kak." Ridho mengacungkan jempolnya pada Anin.

"Selanjutnya kak Anin maunya gimana?"

"Aku akan melepas hijab Afikah dulu dan membuka sedikit kancing bajunya dan menutupinya dengan selimut seolah dirinya sedang tidak memakai pakaian," ucap Anin.

"Kak Anin yakin ...?"

"Iya dong," ujarnya sambil menjalankan rencananya. 

Ridho membuang pandangannya saat Anin membuka kancing bagian atas gamis Afikah. Ada perasaan bersalah di hatinya untuk Afikah, namun cinta dan kecemburuan sudah mendomisili hatinya sehingga dirinya mampu berbuat apapun tanpa dipikir panjang, dirinya tidak menyadari hal ini akan menghancurkan kehidupan Afikah. Yang Ridho tau, dirinya hanya ingin mendapatkan Afikah dengan cara memisahkannya dengan Rayyan. Begitu juga Anin, melakukan berbagai cara untuk memisahkan Afikah dan Rayyan. Dirinya tidak rela Rayyan dimiliki wanita lain, apalagi wanita itu sekelas Afikah.

"Beres ... Sekarang kamu ikut tidur di sampingnya!" pintanya. 

"Tapi, Kak ... Aku nggak bisa, otomatis kulit kami bersentuhan. Aku nggak mau, Kak. Dengan melakukan ini aku sudah berbuat sangat jahat pada Afikah dan aku tidak ingin lagi menambah dosaku," ujarnya.

"Sudah nanggung, Dho. Ayo lah! Apa kamu mau kalau aku nyuruh laki-laki lain dan malah menggerayangi tubuh Afikah?" ancamnya.

Mendengar ancaman itu, Ridho langsung tak berkutik. Ridho segera melakukan apa yang disuruh Anin. Ridho tidur di samping Afikah dengan tanpa menggunakan atasan dan menyelimuti tubuhnya dengan satu selimut bersama Afikah.

Anin langsung menjalankan aksinya. Memotret Afikah dan Ridho. Seolah-olah mereka telah melakukan hal yang dilarang agama yaitu berzina. 

Setelah puas dengan hasil jepretannya. Anin segera merapikan kembali kancing gamis juga memakaikan hijab Afikah. Seolah-olah tidak terjadi apa-apa pada Afikah. 

Dosis yang lumayan tinggi pada obat tidur yang Anin berikan pada Afikah membuat Afikah tidur sangat nyenyak hingga pukul 8 malam, Afikah baru bangun dari tidurnya. 

Afikah kaget saat ini tidur di kamar Ridho. Afikah segera bangun dan mencari keberadaan Ridho. Namun Afikah tidak menemukan sahabatnya itu. Afikah hanya menemukan sebuah note yang berisi tulisan Ridho. Afikah langsung membacanya. 

"Maaf, Fik. Hari ini aku langsung kembali ke Australia dengan menggunakan penerbangan sore ini juga. Mamaku menyuruhku kembali hari ini karena tanteku mengadakan pesta. Kamu tidur nyenyak sekali. Aku tidak ingin menggangu tidurmu. Kamu bisa titipkan kunci apartemenku pada pihak pengelola. Terima kasih buburnya tadi pagi."

Setelah membaca note itu, Afikah segera melangkah keluar dari apartemen itu. Sebenarnya dirinya bingung dan heran kenapa bisa tidur selama itu, apalagi di apartemen milik orang lain. Afikah mencoba berpikiran positif pada Ridho tanpa mencurigai sahabatnya itu, dirinya bangun juga dalam keadaan utuh masih lengkap pakaiannya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status