Share

Takdir Cinta Sang Anak Koruptor
Takdir Cinta Sang Anak Koruptor
Penulis: naftalenee

Prolog

“Saya mau melaporkan suami saya atas tindakan KDRT,” ucap seorang wanita berusia akhir dua puluhan kepada salah satu petugas polisi yang siang itu sedang bertugas di sebuah Polsek di Jakarta Barat.

Si polisi tak begitu menaruh perhatian dan masih fokus pada tumpukan file di mejanya.

“Maaf, Pak, saya mau melaporkan suami saya atas tindakan KDRT,” ulang si wanita dengan suara yang lebih keras dan bernada tak sabar.

“Bisa tunjukkan buktinya?” Si polisi masih tidak memberikan atensi penuh terhadap si pelapor yang gelisah di tempatnya duduk.

“Di sini buktinya,” jawab si wanita dengan nada yang lebih keras.

Si polisi akhirnya mengangkat wajah dan langsung berhadapan dengan seorang wanita muda yang berdiri kaku di hadapannya.

Wanita itu tampak normal. Tidak seperti korban KDRT seperti yang dikatakan wanita itu sebelumnya.

“Boleh tunjukkan bukti KDRT yang dilakukan suami Anda?” ulang petugas polisi itu.

Si wanita langsung menyingkap lengan bajunya. Menunjukkan memar-memar biru yang membekas di sepanjang lengan tangan kanan dan kiri. Lalu menunjukkan memar-memar lain di betis dan paha. Ia berkata kalau itu adalah hasil dipukuli oleh si suami dengan gagang sapu dua hari lalu.

“Ada bukti lain yang menunjukkan kalau benar suami Anda yang memukuli Anda?” tanya si polisi yang agak kaget karena si pelapor wanita itu tidak segan-segan menaikkan rok untuk menunjukkan pahanya. Bahkan hampir menunjukkan memar lain di bagian tubuh yang lebih tertutup, namun si polisi menghentikannya.

“Ada.” Kemudian si wanita menyodorkan ponsel dan menunjukkan video yang tak sengaja terekam ketika suaminya memukuli dirinya.

Si polisi laki-laki itu cukup lama terpaku setelah selesai menonton video dua menit yang ditunjukkan si wanita. “Boleh tunjukkan KTP Anda, Bu? Saya memerlukannya untuk data pelapor,” pintanya kemudian dengan sangat sopan.

Si wanita langsung menunjukkan KTP-nya, meletakkannya di atas meja. Di sana tertera nama lengkap si wanita. Winena Kusuma Jati, kelahiran Jakarta 28 tahun yang lalu. Hari ini kebetulan bertepatan dengan hari lahirnya.

“Baik, Bu Winena. Tunggu sebentar, ya. Saya proses dulu.” kata si polisi yang akhirnya mengetahui nama si pelapor. Petugas polisi itu mengetikkan sesuatu di komputer yang berada di depannya.

“Saya sudah empat kali membuat laporan serupa ke kantor polisi,” ujar Winena yang lebih terdengar seperti gumaman.

“Maaf?” Si polisi menatap Winena dengan bingung.

“Laporan saya sampai sekarang tidak ada yang diproses.”

Tak seperti saat pertama Winena datang tadi, si polisi kali ini menunjukkan simpati. Ia tampak menyesal atas apa yang dialami Winena.

“Saya akan mengusahakan yang terbaik dan memastikan kalau laporan Ibu akan diproses. Kalau data-data sudah lengkap, pihak kepolisian akan membuat laporan panggilan kepada suami Ibu untuk diinterogasi,” jelas si polisi dengan meyakinkan.

Setidaknya kali ini tampaknya akan berbeda dengan sebelum-sebelumnya. Tiga kali melapor dalam setahun terakhir, tiga-tiganya tidak mendapat tanggapan baik. Bahkan terkesan diremehkan dan dipandang sebelah mata. Seolah-olah melaporkan suami atas tindakan KDRT adalah hal yang hina. Winena selalu merasa pahit saat mengingatnya.

“Terima kasih, Pak.”

Petugas polisi itu tersenyum sopan. Setelah meminta Winena untuk melengkapi data-data, laki-laki berusia pertengahan tiga puluhan itu mempersilakan Winena untuk pulang. Tentu saja setelah memastikan kalau Winena benar-benar tidak membutuhkan hal lain

“Hati-hati di jalan, Bu.”

Winena meninggalkan kantor polisi dengan perasaan yang campur aduk. Ada beban berat yang bergelantungan di hati. Kalau kali ini laporannya diproses dan bisa sampai naik ke pengadilan, itu artinya ia harus bersiap menghadapi suaminya di meja hijau.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status