Nadya dan Devan segera tersadar ketika terdengar suara Doni yang membuyarkan lamunan mereka. Devan segera mengusap wajahnya, kasar.
“Jelaskan skenario yang telah kamu buat,” ucap Devan mengalihkan pandangannya ke arah Doni.
“Aku membuat skenario untuk perjalanan kalian, bahwa nanti kalian akan berperan sebagai pasangan suami istri,” tukas Doni dengan menatap wajah Nadya dan Devan secara bergantian.
“Hah! Apa?!” seru Devan dan Nadya secara bersamaan.
“Aku membuat skenario ini untuk memudahkan perjalanan kalian nanti. Kita kan tidak tahu di mana saat ini Amelia berada. Jadi kita masih menerka-nerka keberadaan Amelia. Hal itu pastinya akan memakan waktu yang lama, karena kalian akan selalu berpindah tempat. Dan itu memerlukan status kalian yang selalu pergi bersama di beberapa tempat. Skenario yang paling tepat untuk kalian adalah dengan menjadikan kalian pasangan suami istri untuk melengkapi perjalanan kalian,” jelas Doni lagi yang membuat Devan dan Nadya terdiam. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.
‘Got you. Panik kan kalian dan aku mau lihat bagaimana reaksi kalian setelah ini’ batin Doni senang.
“Ok, kalau itu memang skenarionya. Aku akan menjalaninya. Lalu kapan perjalanannya akan dimulai, Al?” tanya Devan yang sontak membuat Doni dan Nadya terkejut mendengar ucapannya itu.
“Kamu rupanya tidak sabar, ya, ingin segera jalan dengan wanita cantik.” Doni menggoda sahabatnya itu yang kini wajahnya merah padam seperti kepiting rebus.
Sedangkan Nadya hanya bisa tersenyum simpul sambil mengarahkan wajahnya ke arah lain, khawatir kalau ada yang melihat raut wajahnya yang kini sepertinya juga merah padam seperti wajah Devan.
“Aku akan berusaha semaksimal mungkin supaya bisa menemukan Amelia dan kamu bisa membujuknya untuk segera kembali ke rumah,” ujar Devan.
“Terima kasih, Mas. Jadi bagaimana rencana selanjutnya? Apa aku boleh tahu, Mas?” tanya Nadya menatap Devan dengan tatapan sendu. Devan yang melihat tatapan Nadya, ingin rasanya dia merengkuh tubuh gadis itu ke dalam pelukannya. Dan memberikan rasa nyaman kepada wanita itu seperti yang pernah dia lakukan dulu, saat mereka masih menjadi sepasang kekasih.
“Kamu tahu asal-usul kekasih Amelia? Maksudku dia berasal dari daerah mana? Kalau sudah tahu asal dia berada, kita mulai pencarian dari situ,” ucap Devan mulai dengan rencananya.
“Wah sayang sekali aku kurang tahu asal usul kekasih Amelia itu. Yang aku tahu hanya namanya dan pekerjaannya saja,” ungkap Nadya dengan suara pelan. Dia menyesal juga selama ini kurang komunikasi dengan Amelia mengenal hal pribadi adiknya itu. Dia selama ini selalu menyibukkan diri dengan pekerjaannya yang menyita seluruh perhatiannya. Hal itu dia lakukan karena Nadya ingin melupakan persoalan pribadinya yang membuat dadanya sesak.
“Tidak apa kalau tidak tahu asal dia berada. Aku akan mulai penyelidikan dari tempat lokasi dia bekerja,” sahut Devan. Dia kini siap untuk mendengarkan keterangan lebih lanjut dari Nadya, mengenai kekasih Amelia yang dia butuhkan untuk penyelidikan awalnya.
“Namanya Reza dan dia seorang dokter di rumah sakit AB,” jawab Nadya dengan suara mantap saat mengucapkan kata itu. Dia berharap informasi yang dia berikan dapat membantu Devan dalam penyelidikannya.
“Nama lengkapnya?” tanya Devan lagi.
Maya menggeleng lemah seraya berucap, “maaf aku tidak tahu nama lengkapnya.”
“Apa anda tahu ciri-ciri fisik dari Reza? Karena bisa saja di rumah sakit itu ada lebih dari satu dokter yang memiliki nama Reza,” timpal Doni. Dia menatap Nadya lekat agar memberikan keterangan tentang kekasih Amelia secara detail.
“Ah ya, ini aku ada foto Amelia dengan Reza yang dia kirim saat Amelia merayakan ulang tahunnya,” sahut Nadya. Dia lalu membuka galeri foto di telepon genggamnya, mencari foto adiknya dengan kekasihnya itu.
“Bagus! Kamu bisa kirimkan foto itu melalui pesan ke telepon genggamku!” pinta Devan. Dia sepertinya sengaja mengucapkan itu untuk mengetahui apakah Nadya masih menyimpan nomor teleponnya atau tidak. Dan senyum sumringah terbit dari bibir Devan saat Nadya menganggukkan kepalanya.
Nadya kemudian mengirimkan foto itu melalui aplikasi pesan yang ada di telepon genggamnya. Dan dalam sekejap Devan sudah menerima foto kekasih Amelia itu. Kemudian dia memperlihatkan foto itu pada Doni. Pria itu menganggukkan kepalanya, tanda bahwa dia setuju dengan rencana Devan walaupun belum diungkapkan secara detail.
“Ok, aku akan memulai penyelidikan awal dari rumah sakit tempat dia bekerja besok, karena hari ini sudah sore. Kalau aku kesana sore ini, pastinya bagian informasi sudah pulang. Nanti aku akan memberitahu hasil temuanku. Dan kamu tunggu saja informasi selanjutnya dariku mengenai rencana perjalanan untuk mencari Amelia,” ucap Devan serius yang diangguki oleh Nadya.
Nadya tersenyum sumringah mendengar penjelasan dari Devan yang bergerak cepat untuk mencari adiknya.
“Kalau informasi yang saya berikan dirasa sudah cukup, saya pamit dulu. Dan apabila ada informasi lain yang dibutuhkan untuk bahan penyelidikan, bisa menghubungi saya.” Nadya bangkit dari sofa dan bersalaman dengan Doni serta Devan.
Nadya merasa tangannya seperti tersengat listrik saat dia bersalaman dengan tangan Devan. Jantungnya pun berdegup kencang.
“Boleh aku antar kamu sampai lobby?” tanya Devan, meminta persetujuan dari Nadya untuk mengantarnya. Dia sendiri seperti kelepasan bicara saat mengucapkan kata itu sehingga dia mengulum bibirnya untuk mencegah ucapan lain yang bisa keluar begitu saja dari mulutnya.
Doni tersenyum lebar melihat sahabatnya itu yang kini sedang mengulum bibirnya. Dia tidak pernah melihat Devan yang seperti ini. Sebagai sahabatnya dari kecil, dia tentu tahu seperti apa karakter Devan, dan kali ini sahabatnya itu menunjukkan sisi yang lain dari dirinya.
Nadya kemudian menganggukkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan Devan tadi.
Mereka kemudian melangkah keluar dari ruangan Devan. Dan di depan ruangan Devan, Shila menatap Devan yang sama sekali tidak menoleh ke arahnya. Bahkan saat Nadya berpamitan dengan Shila saat mereka melewati meja kerjanya, Devan tetap bersikap acuh dan dingin pada sekretarisnya itu.
“Kamu diantar oleh supir atau mengendarai mobil sendiri?” tanya Devan memastikan saat mereka sudah di lift.
“Aku mengendarai mobil sendiri, Mas.” Nadya tersenyum saat tatapan mereka bertemu.
Senyuman Nadya seketika membuat Devan menjadi gugup dan dia membalas senyum itu dengan senyumannya yang kaku.
“Kalau gitu, aku antar sampai tempat parkir. Kamu parkir di basement?” tanyanya lagi yang dijawab Nadya dengan anggukan kepalanya.
Devan lalu menekan tombol untuk menuju basement tempat Nadya memarkir mobilnya.
“Hati-hati mengemudikan mobilnya, ya, dan tunggu kabar dari aku,” ucap Devan saat sudah sampai di mobil Nadya.
“Terima kasih, Mas. Aku tunggu kabar selanjutnya, ya.” Nadya masuk ke dalam mobilnya setelah mengucapkan kata itu. Dan melambaikan tangan saat dia mulai mengemudikan mobilnya.
Devan menatap mobil yang membawa diri wanita yang selama ini dia inginkan dan dia rindukan, dengan senyum yang mengembang di bibirnya.
Devan kembali ke ruangannya dan mendapati Doni masih ada di sana. Dilihatnya sahabatnya itu tengah serius menatap telepon genggamnya. Devan lalu menghempaskan tubuhnya di sofa, di samping Doni.
Doni yang melihat kedatangan Devan segera mengakhiri aktivitasnya. Dia lalu menatap sahabatnya itu lekat. Dia melihat kalau Devan saat ini sedang tersenyum simpul dengan matanya yang menerawang seperti sedang mengingat sesuatu.
“Cerita coba tentang kamu sama cewek itu!” pinta Doni dengan menaik turunkan alisnya, serta senyuman yang sengaja dia buat untuk menggoda Devan.
“Cewek mana?” tanya Devan pura-pura tidak tahu apa yang diucapkan oleh sahabat sekaligus atasannya itu.
“Halah pura-pura tidak tahu. Nadya! Kamu ada apa-apanya kan sama dia! Ayo cerita!” seru Doni yang membuat Devan terkekeh melihat sahabatnya yang tidak sabar untuk mengetahui kisahnya.
“Iya. Aku dan Nadya pernah menjalin hubungan selama lima tahun, ketika aku masih menjadi atase militer di London dan Nadya kuliah S1 disana,” ungkap Devan.
“Kamu pernah bilang kalau ada seorang wanita yang telah sukses mencuri hati kamu semuanya, tanpa tersisa sedikit pun. Wanita yang kamu maksud itu, Nadya?” tanya Doni yang diangguki oleh Devan.
“Usia kami terpaut cukup jauh, yaitu sepuluh tahun. Saat pertama bertemu, usia Nadya delapan belas tahun dan aku dua puluh delapan tahun. Saat itu pangkatku adalah seorang Kapten, dan gadis muda belia yang sangat cantik itu telah membuat aku jatuh cinta saat pertama kali melihatnya.” Mata Devan menerawang mencoba mengingat masa lalunya yang indah bersama dengan Nadya.
"Pantas saja kalian tadi seperti sudah saling mengenal. Dan Nadya memanggil kamu dengan sebutan 'Mas' yang membuat aku juga ingin dipanggil dengan sebutan yang sama,” canda Doni terkekeh.
"Kalian sepertinya cocok. Lalu kenapa kalian bisa putus hubungan?" tanya Doni mengernyitkan dahinya.
Devan menghela napas panjang, lalu menghembuskan napasnya dengan perlahan.
"Orangtuanya kurang suka kalau Nadya menjalin hubungan denganku. Kamu tahu sendiri kalau Nadya anak konglomerat. Sedangkan aku hanya tentara perwira menengah yang tidak sebanding kalau disandingkan dengan anak konglomerat," ucap Devan. Dia tersenyum tipis ketika mengingat masa lalunya dengan Nadya.
"Lalu Nadya sendiri bagaimana? Apa dia tidak berusaha untuk memperjuangkan cinta kalian?" tanya Doni. Dia menatap Devan dengan tatapan menyelidik.
"Nadya waktu itu berusaha untuk meyakinkan orangtuanya, terutama Papanya. Papanya sangat menentang hubungan kami. Nadya mengatakan kalau dia sangat mencintai aku dan tidak mau berpisah,” ungkap Devan. Kini matanya menerawang kembali, mencoba mengingat masa lalunya bersama dengan Nadya.
“Tapi orangtuanya tidak mau perduli dan tetap memisahkan kalian, begitu?” tebak Doni yang diangguki oleh Devan.
“Orangtuanya ternyata telah menjodohkan Nadya dengan anak rekan bisnis keluarganya. Jadi tentu saja hubungan kami tidak akan pernah mendapat restu dari orangtuanya, terutama Papanya,” ucap Devan yang membuat Doni tertarik mendengarkan kisah mereka lebih jauh lagi.
“Kalau kamu tidak keberatan, bisa cerita sedikit tentang kisah masa lalu kalian?” tanya Doni hati-hati.
“Kenapa kamu tertarik dengan cerita cinta kami?” Devan balik bertanya.
“Karena ini juga berkaitan dengan skenario yang aku buat untuk kalian nanti. Kalian akan berperan sebagai suami istri, bukan? nah, kalau cinta kalian begitu dalam, tentunya skenario yang aku buat nanti akan lebih hidup. Itu karena perasaan kalian ikut bermain di dalamnya,” sahut Doni.
“Baiklah, aku akan ceritakan kisah cinta kami,” ucap Devan.
London, saat musim semi.Seorang gadis muda belia yang sangat cantik berjalan tergesa-gesa menuju kampusnya pagi itu. Dia hari ini ada kuliah pagi dan sekarang sudah terlambat sekitar lima belas menit lamanya. Tapi, karena dia berjalan tergesa-gesa, gadis itu tidak melihat kalau ada seorang pria yang sedang mengikutinya semenjak dia keluar dari apartemennya. Tepat saat gadis itu akan menyeberang jalan, laki-laki itu menyambar tas milik gadis muda nan cantik yang seketika menjerit saat seorang laki-laki tak dia kenal menyambar tasnya.Jeritan gadis itu menarik perhatian orang yang ada di sekitar sana, tak terkecuali seorang pemuda tampan bertubuh tinggi tegap yang saat itu memakai seragam tentara. Pemuda itu segera meraih tubuh laki-laki yang akan berlari dengan membawa hasil rampasannya. Lalu di pukulnya tubuh laki-laki itu dengan sangat keras yang membuatnya terhempas di atas trotoar.Diambilnya tas milik gadis muda itu kemudian diserahkan ke pemiliknya.“Thank you, Si
“Lalu apa rencanamu kini untuk menemukan keberadaan Amelia?” tanya Doni berusaha mengalihkan perhatian Devan dari masa lalunya.“Besok pagi aku akan ke rumah sakit tempat kekasih Amelia itu bekerja. Dari sana aku akan berusaha mencari tahu asal usul pria itu dan mencari alamatnya. Kalau sudah dapat, dan bisa diperkirakan mereka ada dimana, aku akan informasikan ke Nadya untuk siap-siap melakukan perjalanan,” sahut Devan. Dia kemudian berdiri dan melangkah ke arah pintu. Belum sempat Devan memutar handle pintu, Doni tiba-tiba memanggilnya.“Devan! Jangan pulang dulu!” seru Doni menghentikan langkah Devan.“Ada apa, Don?” tanya Devan kembali mendekati sahabatnya yang masih duduk di sofa.“Kita makan malam bareng, yuk!” ajak Doni dengan tatapan penuh permohonan pada sahabatnya itu. “Sekalian membahas tentang rencana kamu itu.”“Aku sih tidak masalah, tapi bagaimana dengan istri kamu?” tanya Devan yang kemudian duduk kembali di sofa.“Aku akan telepon dia dan ijin pulang malam. Dia pasti
Ping.Suara notifikasi pesan masuk terdengar dari telepon genggam Nadya. Gadis itu mengabaikan sejenak pesan tersebut, karena dia sedang ada meeting dengan jajaran direksi siang ini. Senyum Nadya mengembang dari bibirnya, ketika dia akhirnya melihat pesan yang masuk ke dalam telepon genggamnya, pesan dari Devan. Dia langsung membuka dan membaca pesan yang Devan kirimkan beberapa menit yang lalu. Pesan itu hanya memberitahu Nadya, bahwa Devan sudah mengetahui perkiraan keberadaan Amelia dan kekasihnya saat ini.Nadya kemudian menelepon Devan untuk segera mengetahui rencana pria itu selanjutnya. Dia tekan tombol angka untuk menghubungi mantan kekasihnya itu. Dan dalam hitungan ketiga, panggilan telepon Nadya akhirnya diangkat oleh Devan.“Halo, Nad,” sapa Devan di seberang sana.“Halo, Mas. Bagaimana, sudah dapat informasi yang lengkap mengenai Amelia dan kekasihnya itu?” tanya Nadya di telepon.“Iya, masih sedikit informasi yang sudah aku dapatkan. Tapi, aku sudah tahu perkiraan kebera
Nadya memandang ke arah pria yang dimaksud oleh Keisha dengan tatapan yang sulit diartikan. Dia melihat saat ini Keisha tersenyum simpul saat memandang pria tampan itu mulai duduk di kursi yang berjarak tidak jauh dari mejanya. Seketika ada perasaan tidak rela saat sahabatnya ini memuja pria itu yang ternyata adalah Devan, mantan kekasihnya.Nadya terus menatap Devan. Hingga akhirnya tatapan mereka bertemu ketika secara tak sengaja, Devan menoleh ke arah tempat Nadya duduk.Devan tersenyum kala melihat Nadya yang ternyata juga ada di tempat yang sama dengan dirinya. Dia lalu beranjak dari kursi dan berjalan ke arah wanita cantik yang telah menghuni hatinya."Hai, Nad!" sapa Devan ramah ketika dia sudah sampai di meja Nadya."Hai, Mas!" balas Nadya menyapa Devan.Interaksi mereka berdua sontak membuat Keisha membulatkan matanya, apalagi saat ini Devan terlihat sangat ramah terhadap Nadya. Sikap Devan terlihat sangat jauh berbeda ketika bertemu dengan dirinya beberapa waktu yang lalu di
Devan sudah selesai berdiskusi dengan temannya ketika dia melihat Nadya dan Keisha masih ada di mejanya. Dia lalu mendekati wanita itu untuk berdiskusi tentang rencana kepergian mereka. “Nad! besok pagi kamu siap-siap, ya. Kita mulai melakukan perjalanan. Aku akan pesan tiket pesawat untuk besok dan aku akan menjemput di rumah kamu besok pagi,” ucap Devan saat dia sudah berada di meja Nadya. “Aku sekarang tinggal di apartemen, tidak tinggal di rumah orangtua lagi, Mas.” Nadya menjelaskan sambil melirik sekilas ke arah Keisha yang mencuri pandang ke arah Devan . Senyum mengembang dari bibir Devan, saat mengetahui kalau Nadya sudah tidak tinggal bersama dengan orangtuanya lagi. Dia sebenarnya malas kalau harus menjemput Nadya ke rumah orangtuanya dan bertemu dengan orangtua Nadya. Tapi, rupanya keberuntungan masih berpihak padanya karena ternyata Nadya sudah tinggal sendiri saat ini. “Aku akan info alamat apartemenku melalui pesan ya, Mas,” ujar Nadya yang diangguki oleh Devan. Pi
Mereka sampai di Hotel A tiga puluh menit kemudian. Devan dan Nadya berjalan menuju meja resepsionis, untuk meminta kunci kamar yang telah Doni pesan untuk mereka.“Mbak, saya mau kasih informasi kalau Pak Doni sudah memesan kamar atas nama Devan di hotel ini. Dan sekarang saya mau check in kamar yang sudah di pesan oleh beliau, ini kartu identitas saya,” ucap Devan. Dia lalu meletakkan kartu identitasnya di atas meja resepsionis itu.“Oh, Pak Devan. Kemarin memang Pak Doni telah memesan kamar paket bulan madu untuk Bapak dan Istri. Ini kunci kamarnya, Pak. Selamat menikmati fasilitas yang ada di hotel kami ini dan selamat berbulan madu,” tukas resepsionis itu dengan tersenyum ramah.Devan dan Nadya saling berpandangan. Mereka lalu tersenyum dan kemudian melangkahkan kaki ke kamar yang telah Doni pesan untuk mereka.Sesampainya di kamar, mereka kembali dikejutkan oleh suasana kamar yang terkesan romantis. Kamar itu dihiasi oleh beraneka macam bunga yang tersebar di lantai dan di atas
Devan dan Nadya kini telah tiba di rumah sakit X. Mereka langsung menuju ke customer service rumah sakit itu."Selamat siang, Mbak. Apa saya bisa bertemu dengan dokter Reza Wicaksana?" tanya Devan ramah."Dokter Reza Wicaksana diminta perbantuannya di puskesmas yang ada di salah satu kabupaten, Pak," jelas customer service tersebut.Devan dan Nadya saling berpandangan. Mereka tidak percaya bahwa Reza pindah ke tempat lain. Padahal sebelumnya mereka sudah berharap akan segera menemukan Amelia. Tapi, sekarang mereka sepertinya harus memulai dari awal lagi."Bisa minta alamat dokter Reza, Mbak?" Devan bertanya dengan tatapan penuh permohonan."Kalau boleh tahu, Bapak ini siapa?" tanya customer service itu memicingkan mata."Saya sepupunya. Kami sudah lama tidak bertemu. Dia sudah pindah dari alamatnya yang lama, jadi saya mencari dia kemari." Devan sedikit berbohong tentang identitasnya."Sebentar ya, Pak, saya tanyakan dulu ke atasan saya. Apakah bisa memberikan alamat dokter Reza?" Cus
"Ada apa, As?" tanya Devan saat dia menoleh ke arah sumber suara."Aku mau mengundang kalian untuk makan malam. Mudah-mudahan tidak mengganggu acara kalian, aku hanya ingin reuni dengan teman lama." Astuti menatap Devan dan Nadya bergantian. Dia berharap mereka menerima undangan makan malam darinya.Devan menatap Nadya dengan tatapan penuh tanya. Nadya hanya mengangkat kedua bahu seraya berucap perlahan, "Terserah."Devan sebenarnya ingin makan malam hanya berdua dengan Nadya. Tapi, dia merasa tidak enak kalau menolak tawaran Astuti. Apalagi tadi Astuti berkata, kalau undangannya itu merupakan reuni dengan teman lama."Ok. Jam berapa makan malamnya?" tanya Devan."Jam tujuh malam, bagaimana? lokasi restorannya nanti aku kirim, ya. Nomor telepon kamu masih sama, kan?" tanya Astuti memastikan."Iya. Masih sama," sahut Devan singkat.Nadya yang mendengar percakapan mereka, merasa tidak nyaman. Seketika dia menyesal menyebutkan kata terserah, ketika Devan menanyakan pendapatnya mengenai u