Share

5. Dijodohkan?

Pagi hari, Almera beserta kedua orang tuanya sedang menikmati sarapan pagi dengan tenang. Mereka makan begitu santai, tidak seperti pagi-pagi sebelumnya yang selalu terkejar oleh waktu.

"Al, hari ini ada rencana mau kemana?" tanya Ayah Grisham yang sudah menyelesaikan makannya.

"Enggak ada rencana, Yah." Almera menatap Ayahnya heran, tumben sekali.

"Sebentar lagi kita ngobrol-ngobrol di ruang tamu yuk," ajak Bunda Tina.

Almera menatap Ayah dan Bundanya bergantian. Kenapa sikap kedua orang tuanya berbeda, perasaannya mendadak tidak enak. Ada semut dibalik gula nih, batin Almera.

"Enggak, Al ada urusan," tolak Almera. Kebetulan sekali dia harus menyelesaikan urusannya dengan bapak menyebalkan itu, jadi bisa dibuat alasan.

"Kita ngobrol-ngobrol dulu aja yuk. Bunda sudah buatkan kue coklat kesukaan kamu loh," bujuk Bunda Tina dengan wajah memelas.

Almera semakin merasa curiga. Tidak salah lagi, pasti mereka menginginkan sesuatu darinya. Sama seperti dia kecil dulu, Bundanya membelikan dia banyak kue coklat yang ternyata sogokan agar dia mau menginap di rumah kakek neneknya. Sedangkan kedua orang tuanya akan berlibur ke luar negeri.

"Bunda, ada apa? Langsung to the point aja," ucap Almera.

"Di ruang tamu aja yuk, biar Ayah yang menjelaskan," sahut Ayah Grisham yang berjalan terlebih dahulu.

"Ada apa?" tanya Almera langsung setelah mendudukkan dirinya di sofa yang ada di ruang tamu.

"Kamu akan kami jodohkan," jawab Ayah Grisham.

Hidup Almera seakan berhenti. Dia kira perjodohan itu hanya ada di jaman dulu, jaman Siti Nurbaya. Namun, apalah daya dirinya yang hidup di jaman modern ini harus merasakan yang namanya perjodohan, seperti orang tidak laku saja.

"Ayah bercanda 'kan?" tanya Almera yang dijawab gelengan kepala oleh Ayah Grisham. Pupus sudah, padahal dia berharap Ayahnya menjawab iya, ini cuma prank.

Almera menatap tidak percaya kedua orang tuanya. Kenapa mereka menjodohkan dia? Dia ini cantik, masih banyak yang mau dengannya tanpa harus dijodohkan.

"Al enggak mau," tolak Almera.

"Apa kamu tidak ingin melihat kami bahagia, Nak?" sahut Bunda Tina dengan memasang wajah sedihnya.

Almera menghela napas, dia benci kalimat itu. Kalimat andalan orang tua jika anaknya tidak mau menuruti keinginannya. Dia juga ingin membahagiakan orang tuanya. Tetapi, apa harus dengan cara seperti ini?

"Nak," panggil Grisham - Ayah Almera menatap penuh harap ke arah dirinya.

Kenapa takdir menempatkan dirinya di situasi seperti ini?  Ini tidak adil baginya. Berusaha menolak pun mereka akan semakin gencar memojokkannya. Almera tidak habis pikir dengan orang tuanya, jika ingin menjodohkan seharusnya meminta pendapat bukan memaksanya seperti ini.

Ternyata seperti ini rasanya dijodohkan, memuakkan sekali.

Dirinya jadi berpikir bagaimana dengan remaja diluar sana yang juga dijodohkan? Mereka pasti tertekan.

"Nak, lelaki yang akan dijodohkan dengan kamu itu anak teman Ayah," ucap Grisham.

Di dalam hati Almera tidak berhenti menggerutu. Kenapa Ayahnya masih melanjutkan pembicaraan ini? Apa mereka tidak tahu bahwa dia tidak suka dengan pembahasan ini. Mimpi apa dia semalam sampai harus mengalami hal seperti ini. Ternyata kesialannya belum juga berakhir, bahkan ini lebih parah dari yang menimpanya kemarin.

"Kenapa enggak kakak aja yang dijodohkan?" tanya Almera. Sebenarnya Almera memiliki satu kakak perempuan bernama Vika. Kak Vika sudah menikah dan sekarang menetap di rumah suaminya, Bandung.

"Kakak kamu 'kan sudah menikah, Al," jawab Bunda Tina.

"Enggak papa dong, Bun. Nikah lagi aja." Almera sengaja untuk mengalihkan pembicaraan. Semoga saja orang tuanya mengikuti alur yang dia mainkan.

"Daripada kakak kamu yang nikah dua kali, lebih baik kamu aja. Nikah hanya sekali, Al." Almera ter-skakmat oleh ucapan Ayahnya sendiri. Niat hati ingin mengalihkan pembicaraan, justru dia terjebak oleh ucapannya sendiri.

"Sayang," panggil Bunda Tina.

Almera mendengkus sebal, lebih baik tadi dirinya langsung kabur saja daripada mendengarkan berita ini. Tanpa berkata apa pun Almera berjalan meninggalkan kedua orang tuanya. Masa bodoh jika dibilang tidak sopan. Memikirkan ucapan orang tuanya membuat kepala dia terasa ingin pecah, apalagi dia belum menyelesaikan urusannya dengan si bapak kemarin, komplit sekali.

"Masa gue yang cantik gini mau dijodohkan. Gue masih laku kali, masih mampu untuk mencari jodoh sendiri," gerutu Almera seraya memasuki mobilnya.

Almera menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. "Gue mau kemana ya?"

Almera yang mengingat sesuatu langsung mengarahkan mobilnya ke perusahaan Kinsey Company. Perusahaan terkenal yang dipimpin oleh seorang Leonvi Romeo Kinsey, anak tunggal dari pasangan Edward Armando Kinsey dan Laiqa Shatiera. Almera berencana untuk menyelesaikan urusannya dengan bapak itu, supaya dia tidak merasa memiliki hutang.

Setelah sampai di depan gedung perusahaan, Almera tetap berdiam di dalam mobil memperhatikan karyawan yang berlalu lalang. Perusahaan ini besar, tidak jauh berbeda dengan perusahaan milik ayahnya. Saat akan turun, Almera memperhatikan pakaiannya terlebih dahulu.

"Mau pakai baju apa pun gue tetap cantik kok," gumam Almera penuh percaya diri saat tahu bahwa dia hanya memakai kaos oblong dengan jeans hitam panjang.

"Lagian gue kesini cuma menyelesaikan urusan, bukan mau melamar kerja," lanjutnya. Saat memasuki gedung, Almera menjadi pusat perhatian karyawan disana. Semua mata memandang Almera takjub sekaligus bingung. Memang benar adanya, walaupun hanya memakai pakaian sederhana Almera terlihat cantik, begitu natural. Tetapi, ada pula yang memandang Almera sinis, terlihat tidak suka dengan kedatangan Almera yang menjadi titik fokus semua orang.

"Mbak," panggil Almera kepada resepsionis yang sibuk berkaca. Di dalam hati, Almera bergidik ngeri. Kenapa karyawan wanita di perusahaan ini tidak ada yang benar? Semua pakaiannya sangat ketat hingga membentuk lekuk tubuh mereka, apalagi wajah mereka yang penuh dengan riasan.

"Mbak," panggil Almera sekali lagi.

"Ada apa?" tanya resepsionis yang bernama Chili dengan nada tidak suka.

"Ruangan bapak Romeo dimana ya?" tanya Almera ramah.

"Ngapain lo tanya ruangan bos gue? Lagian bos gue lebih suka yang dewasa daripada bocah kaya lo," ketus Chili.

"Maksudnya apa ya, Mbak?" tanya Almera berusaha sabar. Bukannya tidak tahu apa yang dimaksud resepsionis itu, Almera hanya ingin memastikan apakah pemikirannya benar atau tidak.

"Lo pasti mau ngejalang 'kan?" tuduh Chili dengan beraninya.

"Saya ngejalang? Memang wajah saya terlihat seperti orang yang haus belaian ya, Mbak?" tanya Almera dengan tangan yang bersedekap.

"Iya, pasti lo diajari sama nyokap lo 'kan? Cih, dasar keluarga penggoda." Dengan wajah yang menantang Chili berjalan mendekati Almera. Banyak karyawan yang menyaksikan pertengkaran keduanya, tetapi mereka tidak bisa melerai. Mereka juga tidak tahu siapa sebenarnya Almera dan ada urusan apa kesini.

"Stop! Anda boleh hina saya, tetapi jangan pernah anda hina keluarga saya. Anda tahu apa soal kehidupan saya? Anda bilang saya ngejalang? Coba anda lihat dari pakaian saya, apakah ada tanda-tanda dari seorang jalang? Mungkin yang pantas disebut jalang itu anda, pakaian anda sangat mencetak lekuk tubuh. Saya yakin, jika anda mengetahui siapa saya, anda akan bertekuk lutut saat itu juga," sembur Almera dengan napas yang tidak beraturan karena emosi. Dia paling tidak suka jika ada yang menghina keluarganya. It's oke jika mau menghina dirinya, dia akan menerima dengan senang hati, tetapi jika sudah menyangkut keluarga, dia tidak akan tinggal diam.

"Ada apa ini?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status