“Sial, ini pasti ulah si Dobby.” Rossie mendengkus kesal.
Mendengar desisan Rossie, Amber melemparkan tatap dengan rasa ingin tahu yang tinggi. “Chan? Siapa Chan?”
“Bukan orang penting,” jawab Rossie sekenanya. Ia lalu melipat ponsel dan memasukkannya ke dalam tas tangan. “I’m done.”
“Mau pergi kemana?” tanya Amber.
“Pulang, aku besok ada photoshoot,” jelas Rossie, kedua matanya melirik ke arah Catherine yang sudah tidak sadarkan diri. “Pesankan saja Catherine taksi, Amber.”
“Ok
Rossie berusaha keras melepaskan cekalan tangan dari Edric. Namun semakin ia memberontak cengkeraman itu semakin menguat. Dilemparkannya tubuh Rossie di sofa panjang hingga terpental. Sorot mata yang tajam layaknya elang pemangsa seperti mengunci pandangan Rossie. "Apa kau tidak memiliki telinga? Aku memintamu untuk tetap tinggal di mansion selama aku pergi. Tapi apa yang aku lihat?" geram Edric. "Kau benar-benar mau membantahku!" "Edric! Aku baru hari ini datang ke apartemen, karena ada barang yang harus aku bawa." Rossie berusaha menjelaskan. "Ada anak buahku yang bisa mengambilkannya untukmu. Apa sulitnya menurut kepadaku Rossie, apa sulitnya?" Sebuah vas bunga dibanting oleh Edric
Rambut pirang Rossie berkibar karena tiupan angin dari blower. Ia memasang ekspresi tegas ke depan kamera sembari memamerkan hand wear yang dikenakan. Terkadang senyum tersungging dari wajah Rossie. Kali ini adalah pemotretan terakhir untuk persiapan jewelry show yang tinggal menghitung hari. Lampu yang menyinari bagian belakang tubuh Rossie diatur sedemikian rupa untuk mendapatkan hasil yang maksimal. “Okay. Enough Rossie!” pekik salah satu staf fotografer dengan mengacungkan jempol ke arah Rossie. “Thank you,” ujar Rossie merasa lega karena sudah menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Ia segera berjalan menuju ruang ganti dan membersihkan make up yang mel
Nada pengingat pesan mengalihkan perhatian Rossie dari Chan. Ia merogoh ponsel dari dalam tas tangannya kemudian melihat nama Kris tercetak di sana.Mom Kris_: Darling, bagaimana kalau besok malam kita makan malam bersama? Tepat hari ini Chan akan pulang dari rumah sakit. Apakah kamu bisa?Senyuman Rossie yang tersungging, membuat Chan menaikkan salah satu alis. Menyadari akan tatapan ingin tahu dari sang mantan pacar, Rossie langsung menunjukkan pesan yang dikirimkan oleh Kris.“Mamamu mengajakku untuk makan malam bersama karena kepulanganmu,” ujar Rossie.“Aku tidak bertanya.” Ekspresi datar Chan membuat Rossie manaikkan salah satu sudut bibirnya.
Senyum tipis tersungging di bibir Rossie. Ia menoleh ke arah Chan yang masih duduk di kursi ergonomis dengan raut muka menunggu jawaban dari sang mantan kekasih. “Aku rasa anda tidak terlalu berhak untuk mengetahui kehidupan pribadi saya Tuan Hwang Chaniago. Kita harus bersikap profesional.”Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Rossie langsung melenggang keluar dari ruangan Chan. Sementara itu Chan terkekeh tipis karena sikap Rossie yang sangat membuat batasan di antara mereka.“Profesional? Rossie Rossie.” Merogoh ponsel dari dalam sakunya dan membuka kembali surel yang dikirimkan oleh Thomas.Pria tersebut sudah mendapatkan informasi terkait siapa pemilik mansion yang dikunjungi oleh Rossie. Nama Ridley Anderson tercetak dalam isi surel itu, lengkap dengan biodata yang sepantas
Sadar akan tatapan Chan yang tertuju kepadanya, Rossie langsung melemparkan tatapan dan menelan lumatannya dengan bersusah payah. Agar terdorong ke dalam lambung, Rossie meneguk minumannya hingga tersisa separuh.“Apa di wajahku seperti ada semangkuk ramen?” tukas Rossie dengan tatapan menusuk.Chan terkekeh. “Ramen? Mau makan ramen denganku di tengah hujan?”“Jangan berharap Tuan Hwang Chaniago.” Rossie mendengkus.“Ini sangat aneh, bukankah seharusnya aku yang marah dan kesal kepadamu? Sekarang kenapa malah jadi terbalik seperti ini? Apa salahku kepadamu?” Chan memasukkan potongan daging ke dalam mulut kemudiannya menghaluskannya.Masih teta
Rossie meliukkan tubuhnya dan masih memegang kepala yang terasa menggelantung berat. Gaun pendek milik Rossie terangkat sehingga mengekspos paha mulus yang semakin membuat lingga Morgan mengeras.“Minuman apa tadi yang kau berikan kepadaku? Rasanya sungguh membuat kepalaku mau pecah,” ujar Rossie dengan suara yang berat.Setelah melepaskan kemeja dan memamerkan pahatan tubuh yang atletis, Morgan melemparkan ikat pinggangnya sembarangan. Setelah itu merangkak dan mengungkung tubuh Rossie dari atas. Perlahan ia menghidu aroma tuberose yang menguar dari bagian belakang telinga Rossie. Sungguh sangat harum dan menggoda Morgan.“Aku akn membantumu menghilangkan rasa pusing itu Baby,” ucapnya sembari mengecup leher Rossie dengan pelan.
Mengerjapkan mata kemudian membukanya dengan perlahan. Kedua mata Rossie mengedar ke sekeliling, mengitari ruangan yang terasa asing. Hingga ia tersentak ketika melihat kemeja kedodoran yang membalut tubuh.“Shit! Baju siapa ini?” Sebelum beranjak dari ranjang, Rossie meraih segelas air putih kemudian meneguknya hingga tandas. Kerasnya alkohol yang diteguk semalam membuat kerongkongan Rossie mengering.Rossie masih mencari tahu sedang berada di mana saat ini. Tidak ada petunjuk tentang siapa pemilik rumah tersebut. Suara engsel yang ditarik membuat Rossie menoleh dan melihat presensi Chan dengan kaus warna putih yang melekat pas pada tubuh gagahnya.“Chan? Apa yang sudah kau lakukan kepadaku? Apa kita melakukannya lagi?”
Edric mengencangkan ikatan di kedua tangan Rossie. Ia sama sekali tidak memperdulikan rintihan Rossie. Tidak hanya kedua tangan Rossie yang diikat terbentang, kakinya pun diikat kuat oleh Edric.“Apa kau pikir aku begitu bodoh?” ujar Edric setelah selesai mengikat kaki Rossie. “Kau pergi diam-diam melalui balkon ini.”Berjalan menuju ke balkon kamar Rossie dan menunjuk ke arah pagar yang biasa dilompati oleh Rossie. Raut muka Edric menegang dan terlihat sangat murka. Ia ternyata memasang kamera cctv berukuran kecil yang tidak disadari oleh Rossie.Kemudian Edric berjalan ke arah Rossie sembari menunjukkan rekaman CCTV dari ponselnya. “Ini yang kau katakan tidak melakukan kesalahan apa pun?”