Disaat Gempita tengah menerima hukuman dari Zuraida, Elvira bersama kedua adiknya berada di rumah sahabat baik Amelia yang tak lain adalah mak comblang saat Amelia bertemu dengan Rifai. Cindy adalah teman baik Rifai saat dibangku SMA hingga kuliah. Cindy memutuskan untuk tidak menikah, usai terkena kanker rahim stadium pertama, karena wanita cerdas itu harus kehilangan rahimnya di usia 25 tahun. “Cindy ... maaf udah merepotkan dan makasih kami udah dikasih numpang di rumah ini,” tutur Amelia, saat Cindy baru pulang dari perusahaannya. “Santai aja. Juga ini rumah besar nggak ada penghuninya. Maklum semua kakakku lebih nyaman tinggal dan bisnis di Bali. Terpaksa, sebagai anak bungsu, aku tinggal di rumah peninggalan orang tua. Hehehehe,” ucap Cindy tersenyum manis. Setelah itu, mereka saling mengobrol satu dan lainnya. Bahkan, saat Amelia bicara tentang rumah mamanya yang akan dijual, Cindy pun bantu mengirimkan photo beserta klasifikasi atas rumah tersebut ke group teman-teman kulia
Sekitar pukul lima pagi, Gilang yang baru pulang sejak kemarin dini hari terpaksa harus mengetuk pintu, karena ia tidak menemukan kunci cadangan yang biasa Zuraida letakkan di bawah pot bunga mawarnya. Hal itu dilakukan, karena Gilang takut kunci cadangan yang diberikan Zuraida hilang. Berbeda dengan Gempita yang selalu membawa kunci cadangannya. “Kok tumben sih, ibu ambil kunci cadangannya? Apa gue ketuk pintunya aja ya? Pasti ibu marah karena berisik. Tapi, kenapa juga si Gempita belom bangun tidur ya? Biasanya waktu ada Vira, tuh anak rajin bener bangun pagi,” Gilang bermonolog. Setelah mempertimbangkan selama beberapa menit, Gilang pun mengetuk pintu rumah tersebut, karena di pikirnya juga telah pagi. Tok ... Tok ... Tok ... “Gempi ... Buu ....,” panggil Gilang berulang kali. Zuraida yang terusik dengan suara ketukan pintu rumahnya pun beranjak dari tempat tidurnya. Dengan memakai daster dan rambut diikat ke belakang asal-asalan, Zuraida pun membuka pintu. Ceklek! Gilang ter
Gilang yang dalam keadaan marah dan bingung, menghubungi seorang bos pemilik perusahaan retail yang punya kelainan sex. Lelaki dengan tubuh atletis dan memiliki bulu di bagian dadanya sangat menyayangi Gilang. Namun, Gilang yang telah jatuh cinta dengan seorang lelaki bernama Jodi, saat dipulau Dewata, menolak cinta Arnold. Seorang lelaki blasteran berusia 55 tahun dengan satu orang istri dan satu anak lelaki berusia 15 tahun. “Om Ar ... tolong aku,” tutur Gilang nan lembut pada Arnold lewat sambungan telepon. “Tolong apa sayang...? Ayo kamu ke sini. Aku lagi kangen sama kamu,” tutur Arnold menggoda. “Om, maaf..., sebenernya aku malu ngomongnya. Sekarang ini, aku perlu uang 100juta. Kakek angkatku harus operasi dan aku sangat bingung. Om...., bisa bantu kan? Kalau bisa, kita ketemuan di hotel Z ... biar lebih dekat dari rumahku..., Tolong yaa..., Om,” isak Gilang yang tengah bingung. “Baiklah..., Sayang. Sekarang Om ke hotel itu. Tapi, kamu nggak risih kan, kalau Om bawa bodyguard
Bersamaan dengan kejadian pembunuhan yang dilakukan oleh Gilangvpada jam yang sama, Elvira, Amelia dan Ervan serta Cindy teman Amelia telah berada di kantor pejabat pembuat akta tanah yang di singkat PPAT atau dengan bahasa kerennya, Notaris. Mereka tengah menunggu pembeli rumah Aprilia untuk melakukan transaksi jual beli. Dan mereka menunggu di ruang notaris Tuti Sasongko. Tak lama kemudian... “Selamat siang,” sapa Rifai yang datang bersama kedua orang tuanya. “Siang, dengan Pak Rifai?” tanya salah seorang staf Notaris. “Iya benar,” jawabnya. “Silakan Pak, penjual telah berada di ruang kerja Bu Notaris.” Seorang staf di kantor itu mempersilakan Rifai untuk ke ruang kerja Tuti Sasongko selaku Notaris. Sedangkan kedua orang tua Rifai menunggu di ruang tunggu untuk tamu yang akan menemui Notaris. Tok ... Tok ... “Siang Bu ... pembelinya sudah datang,” lapor staf notaris tersebut. “Silakan Pak Rifai,” sambut Tuti Sasongko. Saat Tuti Sasongko menyebut nama Rifai, mereka berempat
Usai Rifai bertemu dengan Amelia di kantor Notaris. Ia pun memberitahu pada Amelia, kalau mama dan papanya ikut juga ke kantor Notaris tersebut. Mendengar mama dan papa mertuanya ada disana, membuat Amelia yang memang sudah dianggap menjadi putri mereka pun, izin untuk menemui kedua orang mertuanya. Rifai juga menyertai langkah Amelia menuju ruang tunggu untuk tamu. “Maa..., Paa...,” sapa Amelia kala masuk ke ruang tunggu. “Amelia, putriku..., maafkan kami, maafkan Fai, sayang...,” ucap Rafika, mama Rifai yang membuka tangannya untuk memeluk Amelia. “Maafkan Amel, Maa...,” isak Amelia dalam pelukan Rafika yang mengelus kepalanya. “Pulanglah, sayang. Kami rindu kehadiran kamu di rumah. Rindu perhatian kamu yang tiap hari menyiapkan sarapan untuk kami dan rindu pada kedua malaikat kecil, kamu,” bisik Rafika dalam pelukan Amelia. Setelah itu, Amelia pun memeluk papa mertuanya dan mereka saling memaafkan satu dan lainnya. Lalu, Rifai pun berbicara pada kedua orang tuanya. “Pa, Ma...
Berita tentang pembunuhan yang dilakukan oleh Gilang, menjadi berita menarik dari beberapa televisi swasta. Bahkan, nama Elvira terus disebut dalam pengembangan kasus tersebut. Nama Amelia dan Ervan sebagai saudara kandung dari Elvira pun dicari oleh media elektronik. Baik Ervan dan Amelia menutup semua keterangan yang bisa diberitakan oleh media elektronik tersebut. Namun, namanya wartawan, ia akan tetap menunggu keterangan dari keluarga Elvira. Seperti saat ini, ada tiga media yang masih menunggu kehadiran Elvira terkait dengan kejahatan Zuraida dengan menahan 7 orang lelaki yang memperkosa Gempita. Di dalam rumah, Amelia yang merasa terganggu dengan keberadaan wartawan dari beberapa media menghubungi Rifai yang berada di kantornya, pada saat jam baru menunjukkan pukul 10 pagi. “Mas Fai, gimana ini? Ada beberapa media dan wartawan di depan rumah. Aku jadi nggak enak sama beberapa tetangga,” ujar Amelia dalam sambungan telepon. “Abaikan saja, lama-lama mereka juga bosan sendiri. I
Tepat di hari kesepuluh, sejak peristiwa pembunuhan atas diri Zuraida, Irwan pun berpamitan pada Larasati istrinya, yang sejak beberapa hari terus berdoa agar sang suami tidak bisa menemukan keberadaan Elvira. “Sati, keputusanku sudah fix untuk mencari wanita itu,” ucap Irwan saat mereka berada di kamar. “Lalu, kalau udah ketemu, Mas mau menikahinya?” tanya Larasati menelan salivanya dan memandang tajam pada Irwan. “Waktu itu aku berjanji sama dia untuk mengambil anaknya, kalau dia hamil. Mungkin, aku akan memberikan dia kompensasi atas kehamilannya.” Terlihat raut wajah Larasati memancarkan kebahagiaan kala Irwan mengatakan hal yang ingin ia dengar. Dalam hatinya pun bergumam, ‘Syukurlah, suamiku tidak minta untuk menikahi pelacur itu.’ “Sati, gimana menurut pendapatmu?” tanya Irwan menyelidiki raut bahagia pada wajah Larasati. “Aku setuju! Uhm, aku rasa wanita seperti itu juga tidak akan mau direpotkan untuk mengurus anak. Aku yakin, dia akan menerima tawaran itu,” ungkap Laras
Pertemuan antara Irwan dan Gilang terjadi kurang dari 5 menit. Terlihat lelaki tampan itu berdiri dan membalikkan tubuhnya ke pintu keluar tanpa berkata sepatah kata pun. Sampai akhirnya, Gilang berkata padanya. “Bos, jangan cari Elvira kalau hanya untuk mengambil anaknya,” ucap Gilang menatap punggung Irwan saat lelaki itu telah berada di pintu keluar. “Apa pedulimu?” tanya Irwan menoleh kearah Gilang. “Nikahi wanita itu bos. Setahu saya, hanya bos aja lelaki yang tidur dengannya. Tolong, sampaikan permohonan maaf saya pada Vira,” lirih ucap Gilang. Tanpa menjawab ucapan Gilang, lelaki tampan itu pun menarik gagang pintu dan keluar dari ruangan tersebut. Meninggalkan Gilang yang terduduk dengan tangan diborgol dan menangis sesenggukan kala teringat pada Elvira yang menghilang. “Udah selesai? Cepat amat.” Reza tersenyum samar pada sahabatnya yang hanya menganggukkan kepalanya dan mengajak keluar dari rumah tahanan tersebut. Lalu, mereka pun berjalan menuju tempat parkir. Kaca mat