Irwan memberikan isyarat pada Gilang agar pergi dari kamar itu. Lalu, lelaki penyuka sesama jenis itu pun, bangun dari lantai dan berjalan masuk ke dalam kamar. Terlihat Gilang mengambil satu setel pakaiannya dari dalam koper dan berlalu menuju kamar mandi untuk mengganti pakaiannya yang berisi darah yang telah kering serta membersihkan wajahnya ke kamar mandi.
“Vira, gimana keputusan kamu?” tanya Irwan mendekati wanita cantik yang telah terlihat tenang.“Keputusan apa lagi?! Pak Irwan mau saya kembalikan uang yang 100 juta itu? Kalau mau besok kita ke Bank.” Ketus Elvira menjawab pertanyaan lelaki tampan itu dengan menatap tajam ke arahnya.“Vira, asal kamu tau ... sebenarnya berapa pun nilainya, aku maunya tetap pakai kamu. Aku suka wanita yang bersih, terutama bagian ternikmatmu itu,” cicit Irwan dengan lidah yang dimainkan olehnya.Elvira yang tanpa sengaja melihat Irwan memainkan lidahnya, melempar pandangannya ke tempat lain dan beranjak dari tempat duduknya. Saat Elvira telah berjalan menuju kamarnya, tangan Irwan pun meraih tubuh wanita cantik itu dalam pelukannya.“Vira ... kalau kamu jadi bercerai, jadilah simpananku, gimana?” tanya Irwan berbisik persis ditelinganya.Elvira pun menatap tajam wajah lelaki tampan itu dengan wajah kesal meludahi wajah Irwan, “Cuih! Dasar brengsek!”Irwan yang tak menyangka reaksi Elvira, menarik tubuh Elvira ke sudut dapur, memegang kedua tangan wanita itu dengan satu tangannya dan tangan lainnya memegang wajah Elvira. Kemudian, dengan kasar Irwan pun mencium bibir wanita cantik itu. Walaupun Elvira meronta berupaya melepaskan diri, namun kuatnya tubuh lelaki itu, tak mampu dilawannya.Gilang yang keluar dari dalam kamar terlihat menyeret kopernya. Melihat Irwan tengah mencium paksa Elvira, tidak ada yang dilakukan Gilang, selain melakukan pembiaran dan tetap melangkahkan kakinya menuju pintu keluar kamar, berlalu tanpa terusik sedikit pun oleh pemandangan yang ia saksikan.Blam!Elvira yang mendengar pintu kamar ditutup, sudah dapat menduga kalau Gilang akan pergi begitu saja, tanpa memberikan pertolongan padanya yang dicium secara paksa oleh Irwan. Ia pun mengutuk tindakan Gilang dengan mengucapkan sumpah serapah di dalam hatinya, ‘Dasar banci! Gue sumpahin elo mati kena Aids!’Elvira pun menyerah usai berulang kali Irwan menyesap bibirnya dan lidahnya mulai menjelajahi rongga mulut hingga menyesap lidahnya dengan kuat. Sampai akhirnya, sebagai bentuk penyerahannya, ia pun balas menyesap lidah Irwan.Merasa Elvira membalas permainan lidahnya, tangan Irwan mulai melepas kedua tangan wanita cantik itu. Begitu juga dengan tangannya yang memegang wajah Elvira di lepasnya. Namun, kini tangan Irwan mulai menggerayangi kedua gundukan bukit menantang milik Elvira.Masih dalam posisi memainkan lidah Elvira, tangan Irwan mulai melepas kancing kemeja Elvira. Lalu, bibir Irwan mulai beralih kebagian gundukan besar nan putih bersih dengan menyesap dan meremas pada bagian lainnya secara bergantian.Elvira hanya memejamkan matanya dengan detak jantung yang kian berdebar kencang. Berulang kali, ia mulai menelan salivanya saat merasakan getaran pada bagian ternikmatnya dan pikirannya mulai relax dan bergumam pada dirinya sendiri. ‘Gue pikir, kalau melawan pun percuma. Gue cerita sama mama juga malah tambah beban dan buat hati di lebih sakit dari pada gue. Mau cerita sama Ulfa dan kedua adik gue juga percuma. Semua udah terjadi. Mau nggak mau gue harus jalani hidup yang gue pilih. Berdamai dengan keadaan dan menjalani semua ini dengan wajar, kalau kagak gitu, gue bisa mau masuk RSJ.’Irwan yang mendengar desahan kecil Elvira kala ia terus menyesap, meremas kedua gundukan besarnya merasa, kalau Elvira mulai menikmati permainannya. Kemudian, ia pun membuka celana panjang dan boxer nya. Lalu, diraihnya tangan Elvira untuk memegang rudal miliknya yang kian mengeras.“Tarik perlahan, biar tambah kencang,” pinta Irwan yang membuka resleting celana jeans Elvira dan memasukkan jemarinya pada celana dalam wanita cantik itu yang terlihat malu-malu menarik rudal Irwan.“Punyamu udah basah,” ucap Irwan melepas sesapannya dan menatap Elvira dengan senyum samar. “Sekarang buat aku mendesah.” “Maksudnya?” tanya Elvira sembari mengambil kemejanya yang berada di bawah kakinya.“Lakukan oral,” pinta Irwan, merebut pakaian yang di ambil Elvira. “Jangan kamu pakai lagi. Aku ingin liat kamu dalam bentuk polos. Aku suka liat kedua gundukanmu yang masih kencang itu.“Aku jijik lakukan hal itu. Kamu tau aku sama sekali belum pernah lakukan itu.” Elvira menolak dengan tetap berdiri di hadapan Irwan, saat lelaki itu memintanya untuk berjongkok di hadapannya.“Ayolah ...! lama-lama kamu akan terbiasa,” bujuk Irwan.“Aku nggak mau!” tolak Elvira kembali.“Vira ... aku aja melakukannya padamu. Sekarang lakukan hal itu padaku. Buar aku histeris,” pinta Irwan dengan terus meminta Elvira berjongkok.Elvira yang telah kepalang basah, akhirnya dengan terpaksa berjongkok dan mulai melihat secara nyata, bentuk rudal milik Irwan yang berwarna coklat muda. Dengan ragu-ragu Elvira mendekatkan rudal tersebut ke bibirnya. Terlihat dahinya mengerut dan saat ia mencium aromanya, Elvira pun menggelengkan kepalanya.“Aduh! Bau sekali ... aku nggak bisa ... nggak bisa. Aku bisa muntah,” tolak Elvira kembali dengan memalingkan wajahnya dan menutup kedua bibirnya rapat-rapat.Melihat hal itu, Irwan hanya tersenyum lebar dan berucap, “Ya sudah ... sekarang aku ingin melihat kamu bugil, dan kita akan melakukannya disini, berdiri.”Terlihat Elvira menarik napas lega, saat Irwan memaklumi dirinya yang tak nyaman dengan aroma khas rudal lelaki yang tak pernah dilakukannya. Dalam hati Irwan pun bergumam, ‘Baiklah .. nanti malam kita lakukan perlahan-lahan wanitaku.’Setelah itu, Irwan yang telah sangat berpengalaman pun memberikan arahan pada Elvira baik dalam posisi atau pun cara ia melakukan hentakan atau goyangan. Disana Elvira mulai merasakan yang namanya klimaks dan berulang kali tubuhnya bergetar hebat, kala Irwan yang telah berpengalaman memberikan rasa nikmat yang baru dirasakannya.“Aku sangat puas dan punya kamu, terasa sangat nikmat sekali. Rasanya aku ingin terus melakukannya, tapi apa daya rudalku tampaknya udah lelah. Hahahhahaha,” tawa Irwan dengan menepuk-nepuk bokong Ervira.Vira hanya terdiam. Ia masih malu untuk mendesah keras, dan ia selalu bisa mengontrol dirinya untuk tidak mengerang keras seperti Irwan.“Vira, apa kamu puas juga?” tanya Irwan saat telah usai menyemprotkan cairan kenikmatannya ke perut Elvira.“Ya,” jawabnya singkat.“Hahahahahaha, kamu itu sangat pemalu sekali. Tapi aku lihat saat matamu terpejam menahan rasa nikmat. Aku harap besok atau lusa kamu sudah bisa menjerit atau mencakar aku jika mencapai klimaks. Jangan kamu tahan dengan menggigit bibirmu. Kasian, bibir seksimu itu. Ayo mandikan aku, lalu kita keluar jalan ke pantai dan cari makanan,” ajak Irwan yang menggandeng tangan Elvira berjalan menuju kamar mandi.Dalam hati Elvira bertanya pada hatinya atas apa yang dirasa dan dilakukan bersama lelaki lain, ‘Ya ampun, sekarang gue harus gimana? Terus jalani ini atau pergi setelah tujuh hari ini?’Elvira dan Irwan pun jalan keluar hotel. Dengan menggunakan taxi mereka pun menuju sebuah restoran yang berada di dekat pantai. Sopir yang membawa mereka pun dengan ramah mengobrol. Irwan pun menimpali obrolan sopir taxi tersebut.“Berapa lama liburan di Bali, Bos?” tanya sopir tersebut.“Kami lagi bulan madu selama 7 hari. Baru satu hari berada di hotel itu, apa bapak tau tempat romantis lainnya selain di sini?” tanya Irwan melirik ke arah Elvira yang duduk dekat kaca mobil sambil memandang sedikit kemacetan kala jam telah menunjukan pukul 3 sore.“Ada Bos ... daerah Ubud. Disana ada Vila pribadi yang disewakan. Untuk pengantin baru sih lebih nyaman disana, lebih privasi. Pemandangannya juga persawahan terasering. Bagus untuk yang suka tenang dan alam. Untuk tempat wisatanya juga banyak, hawanya juga lebih sejuk dibanding Kuta, kalau Bos mau ... ini saya ada brosurnya, Bos tinggal tanya-tanya aja. Nanti saya siap antar kesana,” ungkap sopir tersebut mempromosikan daerah wisata lai
Gilang yang melihat aksi Elvira di atas tubuh Irwan, memvideokan semua yang dilakukan oleh kedua pasangan itu, sampai akhirnya, Irwan pun histeris hingga terduduk dan itu membuat Elvira yang merasakan klimaks langsung memeluk lelaki tampan itu dan tanpa disadari kuku jemari tangannya menusuk punggung lelaki tampan itu. “Oh, nikmatnya..,” desis Irwan dengan napas tersengal-sengal, seraya mengecup bibir Elvira. “Ma-maaf, sepertinya Ku-kuku jemari aku Me-melukai punggungmu,” ucap Elvira takut menatap Irwan yang berada di hadapannya saat dirinya masih duduk pada kedua paha lelaki tampan itu. “No Problem Sayang, gimana lebih nikmat, bukan?” tanya Irwan menatap lekat Elvira. Dengan malu-malu Elvira mengangguk dan menjawab perlahan, “Iyaaa.” “Vira, apa kamu sengaja minta aku ke hotel untuk melihat permainan kalian?” tanya Gilang yang berdiri persis di belakang tubuh Elvira yang masih duduk di pangkuan Irwan. Elvira yang terkejut dengan suara Gilang langsung menarik selimut dan menutupi
Hari ini adalah hari keenam Elvira menjalankan tugasnya sebagai wanita yang dijual suaminya. Dan selama lima hari bersama Irwan justru Elvira merasa dirinya semakin dekat dan memahami karakter dari Irwan dalam sisi baiknya, walau tidak seutuhnya ia paham atas karakter asli Irwan. Namun, pesona Irwan atas celoteh, kejujuran dan candanya membuat Elvira kian merasa nyaman. Selama lima hari, Irwan telah membuat rasa nyaman pada Elvira. Karena lelaki itu, telah memberikan rasa hangat dan menjadikan Elvira melewati bulan madu yang tak diberikan oleh Gilang. Apalagi perhatian Irwan pada Elvira layaknya bukan sebagai wanita yang dijual oleh suaminya dengan mengajak Elvira membeli oleh-oleh untuknya, keluarga dan teman-temannya. Hari ini, Irwan yang tertarik dengan sebuah Vila yang dijual, berkeinginan untuk melihat lokasi Vila di sekitar Ubud. “Vira, ganti pakaianmu. Aku mau liat beberapa Vila yang dijual. Kali aja ada yang menarik, bagus juga daerah ini. Tenang dan masih terlihat lebih asr
Sekitar pukul tiga sore, seusai ke kantor Notaris untuk penandatanganan pembelian Vila, Irwan kembaki ke Vila yang disewanya. Sebelum sampai di Vila, terdengar dering ponselnya. Melihat nama “Larasati” tertera di layar ponselnya, Irwan pun mematikan panggilan tersebut seraya menggerutu. “Dasar perempuan sialan! Kenapa sih, perempuan itu nggak ngerti juga apa yang aku katakan tempo hari.” Made Cenik yang mendengar lelaki tampan berusia 40 tahun yang menggerutu usai melihat seseorang yang menghubunginya, hanya bisa melirik dari kaca spion pada tengah mobilnya. Tak lama terdengar nada bip, pada ponselnya. Kembali Irwan meraih ponselnya dan membaca pesan tersebut. [Pesan masuk Larasati : Mas, tadi Ana jatuh dari tangga dan sekarang di Rumah Sakit] Membaca pesan singkat atas putrinya membuat Irwan langsung menghubungi wanita berumur 40 tahun tersebut. “Sekarang gimana kondisi Ana! Kamu memang nggak becus ngurus anakku! Kalau terjadi sesuatu dengan Ana ... Aku tak akan mengampunimu!”
Mobil yang membawa Elvira dan Irwan akhirnya sampai di sebuah hotel tempat awal Elvira menginap. Sebelum Elvira turun, Irwan yang sejak dalam perjalanan menuju Kuta lebih banyak terdiam dan tampak sibuk dengan gawainya, ikut turun dari mobil untuk mengantar Elvira masuk ke dalam lobby hotel tersebut. “Pak Made, tunggu di sini dulu, saya antar istri saya ke dalam,” pinta Irwan membohongi sopir taxi tersebut. “Siap, Pak! Uhm, maaf Pak, apa ibu akan pakai taxi saya untuk jalan-jalan selama di hotel ini?” tanya Made saat menjawab permintaan Irwan. “Rasanya nggak Pak Made. Hari ini tugas Bapak sampai antar saya ke Bandara aja. Soalnya ibu malas kemana-mana kalau nggak ada saya,” jawab Irwan dan tampak Made mengangguk sembari menurunkan koper dan beberapa oleh-oleh yang dibeli Elvira selama di Ubud. Irwan pun berjalan disisi Elvira sementara Made, sang sopir akhirnya membantu membawakan koper dan tas kanvas yang berisi oleh-oleh hingga ke dalam hotel. Sesampai di lobby, Irwan pun memeluk
Keesokan hari, pagi sekali sekitar pukul 7 pagi terlihat Gilang telah berada di hotel tersebut dan berbicara dengan bagian resepsionis di lobby hotel. “Pagi Pak, hari ini kamar atas nama Elvira Purnamasari akan check-out. Bisa minta tolong hubungi kamarnya? Dan sekalian saya minta Room boy untuk bantu bawa kopernya ke bawah,” pinta Gilang. “Baik Pak, tunggu sebentar, saya hubungi dulu,” jawab lelaki tersebut. Tak berapa lama, lelaki tersebut menghubungi Elvira dan meminta bagian Room boy untuk bantu membawakan kopernya. Berselang 10 menit kemudian, Elvira keluar dari lift dan mereka pun bertemu di lobby. “Vir ... kita pakai taxi diluar atau pakai mobil hotel?” tanya Gilang saat Elvira menanyakan tagihan makanan semalam serta minta bagian resepsionis untuk mencarikan satu mobil untuk membawanya ke Bandara, tanpa menggubris pertanyaan Gilang. “Bai Buu, ditunggu dulu sekitar sepuluh menit lagi. Mobil sedang disiapkan. Kalau boleh saya tahu, pukul berapa pesawat berangkat?” tanya bagi
Elvira yang mendengar percakapan diantara mereka hanya terdiam di kamar. Dirinya tak mampu keluar kamar usai rasa sedih berbalut emosi ada di hatinya. Hingga akhirnya, pembantu rumah tangga di rumah itu, Iyem diminta untuk memanggil Elvira untuk makan siang. Tok ... Tok ... “Neng Vira, Ibu ngajak makan siang,” panggil pembantu rumah tangga itu diluar pintu kamarnya. Dengan berat hati, Elvira pun menjawab, “Tadi saya udah makan di Bandara.” Setelah itu, bunyi bip pada ponsel Elvira membuat ia teringat pada mamanya. Dibaca pesan masuk dari Aprilia. [Pesan masuk mama : Vira, apa kamu sudah sampai? Apa jadi kamu ke rumah? Kalau emang nggak jadi, mama mau ke rumah adikmu] Elvira berkali-kali menarik napas panjang usai membaca pesan singkat Aprilia. Wanita cantik itu bingung untuk menentukan sikap. Apakah ia akan ke rumah mamanya atau tidak. “Ya Allah, sekarang aku harus bagaimana? Bingung jadinya,” Elvira bermonolog sambil memikirkan jalan keluar atas apa yang dihadapinya. Setelah b
Zuraida dan Syamsudin, adalah orang tua asuh yang mengambil Gilang dan Gempita sejak bayi. Sebelum dari itu, Zuraida adalah kembang desa yanv hijrah ke Jakarta untuk mengadu nasib dengan bekerja di sebuah pabrik dengan hanya berbekal kecantikan dirinya. Namun, kejamnya Ibu Kota dari pada ibu tiri membuat Zuraida yang ditipu oleh orang yang mengajak dirinya bekerja dari kampung dijebloskan langsung ke lokalisasi yang ada di bagian utara Jakarta, sedangkan Syamsudin sendiri adalah seorang lelaki yang mahir bela diri, karena selama di kampung, dia ikut pencak silat dan ketika di Jakarta dia direkrut untuk menjadi penjaga keamanan di daerah lokalisasi, tempat Zuraida bekerja. Gambaran kedua orang tua dari Gilang dan Gempita adalah, orang yang mengecap dunia hitam sejak mereka juga menginjakkan kakinya di Jakarta tanpa punya pendidikan. Zuraida dan Syamsudin mengambil kedua anak dari dua orang wanita pekerja malam, karena kedua wanita naas itu adalah anak buah dari Zuraida. Dimana saat it