Share

BAB 7 : Belajar di atas

Elvira dan Irwan pun jalan keluar hotel. Dengan menggunakan taxi mereka pun menuju sebuah restoran yang berada di dekat pantai. Sopir yang membawa mereka pun dengan ramah mengobrol. Irwan pun menimpali obrolan sopir taxi tersebut.

“Berapa lama liburan di Bali, Bos?” tanya sopir tersebut.

“Kami lagi bulan madu selama 7 hari. Baru satu hari berada di hotel itu, apa bapak tau tempat romantis lainnya selain di sini?” tanya Irwan melirik ke arah Elvira yang duduk dekat kaca mobil sambil memandang sedikit kemacetan kala jam telah menunjukan pukul 3 sore.

“Ada Bos ... daerah Ubud. Disana ada Vila pribadi yang disewakan. Untuk pengantin baru sih lebih nyaman disana, lebih privasi. Pemandangannya juga persawahan terasering. Bagus untuk yang suka tenang dan alam. Untuk tempat wisatanya juga banyak, hawanya juga lebih sejuk dibanding Kuta, kalau Bos mau ... ini saya ada brosurnya, Bos tinggal tanya-tanya aja. Nanti saya siap antar kesana,” ungkap sopir tersebut mempromosikan daerah wisata lainnya sembari menyetir.

“Baik Pak, ngomong-ngomong dengan Pak siapa ya? Orang Bali, kan? Tapi, nanti akan saya bicarakan dulu sama istri,” tutur Irwan yang menarik tangan Elvira untuk mendekat.

“Saya dengan Made Cenik,” jawab sopir taxi tersebut seraya melihat ke arah kaca bagian tengah.

Elvira yang tidak ingin sopir taxi tersebut tahu, kalau dirinya sedang melakoni diri sebagai wanita yang dijual oleh suaminya dalam artian sebagai pelacur, akhirnya menerima rangkulan tangan Irwan dan merapatkan tubuhnya ke dalam pelukan lelaki tampan dan tersenyum samar.

“Sayang, besok pagi kita pindah ke Vila daerah Ubud, mau? Aku rasa hotel yang kita tempati itu terlalu ramai. Aku mau lebih private dan lebih tenang ... gimana sayang?” tanya Irwan layaknya seorang suami bagi pasangan pengantin baru dengan sesekali mencium kepala Elvira.

Elvira yang merasa risih atas sandiwara yang di perlihatkan oleh Irwan pun menjawab, “Ya, terserah aja. Kalau aku ikut aja.”

Irwan yang merasakan ada jarak diantara dirinya dan Elvira pun, meraih jemari lentik Elvira dan menciumnya seraya berucap, “Justru aku mau cari tempat yang sepi dan tenang, karena aku lihat kamu nggak nyaman di hotel itu, sayang. Makanya, aku mau kita ke Vila itu. Gimana?”

Mendapat desakan dari Irwan atas keinginannya untuk lebih private dalam melakukan hubungan intens pada dirinya, membuat Elvira pun setuju atas keinginan Irwan. Namun, ia bingung jika Aprilia, mamanya mengontrol dirinya yang tidak berada di hotel tersebut.

“Kalau mamaku nanya kenapa pindah hotel gimana? Karena kan, hotel itu hadiah dari ma-ma ...,” lirih Elvira, mengingat hadiah Aprilia saat menikahi Gilang, seorang lelaki yang belakangan diketahui sebagai gay.

Irwan yang mendengar lirih ucapan Elvira pun berbisik padanya, “Hotel itu biar di tempati sama suamimu yang banci. Kalau kamu berada disana, justru staf hotel mengira kamu berselingkuh sama aku. Untuk mama kamu, nanti kita pikirkan lagi, ya.”

Mendengar ucapan Irwan, Elvira pun menganggukkan kepalanya dan menghalau kabut tipis yang menutupi netranya kala teringat wajah Aprilia dan kedua adiknya, Edwin dan Emilia dengan mengambil tisu dan menyapunya lembut, lalu mengambil kaca mata hitam untuk menutupi matanya dari rasa sedih.

“Silakan Bos, ini restorannya,” ucap Made saat mobil yang dikendarainya parkir di sebelah restoran.

“Ayo sayang, kita makan dulu. Pak Made, silakan makan sekalian, Bapak bisa cari meja dan nanti kasih tau pramusajinya, tagihannya ke saya,” pinta Irwan saat keluar mobil taxi tersebut dan menggandeng tangan Elvira.

Sopir taxi tersebut pun menganggukkan kepalanya dan melihat Irwan menggandeng mesra Elvira menuju restoran dekat pantai untuk menikmati makanan seafood.

Seorang pramusaji mengenakan kostum kebaya sebagai atasan dan kain menyambut kedatangan pasangan tak sah itu, “Selamat datang di Sari Seafood, akan makan di dalam atau di luar?”

“Di luar aja. Tolong sopir taxi yang pakai topi biru itu dilayani dan Bill nya,” pinta Irwan melirik Elvira yang menyetujui keinginannya.

Mereka pun berjalan mengikuti pramusaji yang menunjuk ke arah meja dengan dua kursi beserta payung besar di atasnya. Kemudian mereka pun duduk dan memilih menu makanan. Setelah itu, Elvira memfoto suasana pantai di sore yang mendung itu.

“Bawa kemari ponselnya, aku akan foto kamu,” pinta Irwan meminta ponsel Elvira.

“Nggak usah, aku nggak mau di foto,” tolaknya.

Irwan yang mendengar penolakan Elvira pun berucap, “Kenapa kamu selalu aja menolak apa yang akan aku lakukan buat kamu? Vira, jangan anggap aku jahat. Kamu tau kan, siapa penjahatnya? Aku cuma ingin bersikap normal aja. Nikmati liburanmu ini.”

Elvira yang mendengar celoteh dari Irwan pun melengos dan bergumam dalam hatinya, ‘Dasar lelaki brengsek! Gampang sekali mulutnya ngomong. Santai apa coba ... nggak ngerti apa itu orang, kepala gue pening banget.’

Kala mereka sedang menunggu dua paket makanan seafood, terdengar dering ponsel Irwan. Dengan sigap lelaki tampan itu menjawab ponselnya.

“Mas Irwan, ini Ana kangen katanya,” ucap seorang wanita dalam sambungan teleponnya.

“Ya, kasihkan ponselmu,” perintah Irwan tanpa ada senyum di wajah tampannya.

“Sayang, baru Papi satu hari tugas kok udah kangen ... pulang dari tugas nanti Papi bawain oleh-oleh ya,” cicit Irwan tersenyum kecil.

“Papi, kapan-kapan ajak Ana ke Bali juga. Kata mami seminggu Papi disana,” ungkap suara seorang anak perempuan berusia lima tahun.

“Iya Papi di Bali satu minggu. Kapan-kapan kalau Ana udah libur sekolah kita jalan-jalan ke Bali ya,” janji Irwan sembari tersenyum.

“Papi lagi dimana ini?” tanya kembali anak perempuan tersebut.

“Papi lagi mau makan di dekat pantai. Apa Ana mau lihat pantai? Sekarang kita video call ya,” tutur Irwan lembut. Setelah itu, lelaki tampan itu pun melakukan hubungan video call memperlihatkan siasana pantai dan pasirnya hingga membuat anak perempuan tersebut teriak-teriak kesenangan.

“Ya udah, sekarang Papi mau makan dulu. Kasihkan mami ponselnya,” perintah Irwan.

Tak berapa lama terdengar suara perempuan, “Ya Mas”

“Lain kali, kamu jangan langsung hubungi aku seperti ini! Kamu tau kan, aku sedang bersama siapa? Ingat! Kalau Ana mau telepon, kamu kirim pesan dulu!” keluh Irwan dengan wajah masam saat melakukan hubungan telepon lewat video call dengan seorang wanita yang di panggil mami oleh anak perempuan tersebut.

Usai melakukan hubungan telepon, Irwan memejamkan matanya, menarik napas dan melepaskan perlahan. Elvira yang mendengar dan memandang ke arah Irwan, merasa kesal atas sikap kasarnya pada seorang wanita dengan sebutan mami tersebut.

“Ayo kita makan,” ajak Irwan tersenyum.

Elvira yang melihat kekasaran Irwan pada wanita dalam telepon tersebut melirik judes ke arahnya dan mulai menikmati makanannya tanpa menjawab ucapan Irwan.

“Vira, kamu itu orangnya cuek dan dingin banget. Pantas aja kamu menikah di usia 30 tahun,” sindir Irwan memandang ke arah Elvira yang tetap menikmati makanannya tanpa terusik ucapan Irwan.

Saat mereka sedang menikmati makanan, terdengar dering ponsel Elvira. Melihat pada layar ponselnya Aprilia menghubunginya lewat video call membuat Elvira beranjak dari tempat duduknya menjauh lima langkah dari meja makan dan menjawab panggilan video call tersebut.

“Ya, Maa. Apa kabar?” tanya Elvira singkat.

“Mana Gilang? Sekarang kamu lagi di luar hotel?” tanya Aprilia kala dilihat rambut Elvira terkena embusan angin laut.

“Iya Maa ... Vira lagi liat pantai sendirian. Mas Gilang di hotel, katanya malas jalan-jalan ke Pantai,” jawab Elvira berbohong dengan memperlihatkan debur ombak dan keramaian turis berjemur.

“Emang dekat dari hotel kamu pantainya?” tanya Aprilia kembali.

“Nggak dekat sih, Maa. Tadi Vira pakai taxi kemari. Maunya sih liat sunset sore ini sembari makan.” Kembali Elvira menjawab dengan sebuah kebohongan, memandang ke arah laut yang membentang dengan deburan ombak yang saling bersahutan.

“Vira, lain kali kalau suami kamu nggak mau ke pantai, kamu jangan ke pantai. Apalagi kalian masih pengantin baru. Kamu udah izin Gilang kan, waktu jalan ke pantai?” tanya Aprilia seraya menasihati putrinya.

“Iya Maa, udah kok Vira izin. Udah dulu ya Maa, Vira mau jalan-jalan di pinggir pantai, mumpung airnya agak surut,” ucap Vira ingin menyudahi panggilan telepon.

“Ya sudah jangan lama-lama di pantai. Nanti sampai di hotel telepon Mama,” pinta Aprilia menutup pembicaraan diantara mereka.

Lalu, Elvira pun kembali berjalan mendekati meja makan. Terlihat Irwan tersenyum memandang Elvira dan berkata, “Mama kamu?”

“Ya, abis ini kita balik ke hotel. Mama mau lihat Gilang,” tutur Elvira dengan wajah tegang menjawab Irwan dan menyudahi makanannya yang masih tersisa.

Kemudian, Elvira pun menghubungi Gilang, “Sekarang kamu balik ke hotel! Sebentar lagi mama mau video call!”

“Aku nggak bisa ke hotel, aku sedang Party,” tolak Gilang.

“Cepat ke hotel! Atau mamaku akan tau semuanya! Cepat!” teriak Elvira dan menutup sambungan telepon tersebut.

“Ayo kita balik,” ucap Elvira meninggalkan Irwan yang masih minum jusnya.

“Tunggu! Mau kemana kamu?” tanya Irwan yang segera berlari kecil mengimbangi langkah Elvira.

Lelaki tampan itu pun meraih tangan Elvira dan berkata, “Tunggu! Aku bayar dulu.”

“Kalau sampai mama video call lagi gimana?” tanya Elvira panik sembari memegang ponselnya dan melihat ke arah ponselnya.

Dengan sigap, Irwan meraih ponsel Elvira dan mematikan ponsel itu dengan kedua mata Elvira yang melotot ke arahnya.

“Apa-apaan sih, pakai rebut ponsel orang dan main matiin aja!” sungut Elvira yang meraih kembali ponselnya dari tangan Irwan.

“Jangan kamu nyalakan lagi ponselnya, sebelum sampai hotel dan bertemu banci itu,” ujar Irwan menatap lekat pada netra Elvira yang tampak terdiam menelaah ucapan Irwan.

Lalu, Irwan pun berjalan menuju kasir membayar makanan yang mereka makan dan berjalan menuju mobil taxi yang diminta menunggu mereka. Sesaat kemudian, mobil yang membawa mereka pun meluncur ke hotel.

Sekitar dua puluh menit kemudian, mereka pun sampai di hotel. Irwan pun janjian pada sopir taxi tersebut untuk mengantar mereka besok pagi ke sebuah Vila di Ubud. Setelah itu, Irwan pun masuk ke hotel dan masuk ke dalam lift untuk sampai di lantai 3.

Sesampai di dalam kamar, Elvira yang bingung tampak mondar-mandir saat Gilang tidak datang ke hotel itu. Sedangkan, Aprilia ingin ia menghubunginya sesampai di hotel. Terlihat Elvira menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan sesekali tangannya meremas-remas rambut di kepalanya.

Irwan yang tahu kalau Elvira bingung pun menegurnya, “Vira, anggap aja aku ini Gilang.”

“Gimana caranya? Kamu itu loh, wajahnya berjambang. Mamaku pasti kenallah wajah si Brengsekkk itu!” ketus Elvira dengan wajah panik.

Beberapa detik, suasana di kamar hotel itu senyap. Kemudian, Irwan mengganti pakaiannya dengan pakaian tidur, naik ke atas tempat tidur dan berkata, “Selimuti aku. Bilang saja Gilang lagi nggak enak badan. Baru aja minum obat dan tertidur.”

Elvira yang mengerti dan menangkap maksud dari ucapan dan tindakan Irwan, akhirnya menutupi tubuh lelaki itu. Lalu, Elvira menghubungi Aprilia.

“Halo Maa ... ini Mas Gilang udah tidur. Katanya kurang enak badan dan tadi Vira kasih obat langsung tidur,” cicit Elvira berbohong pada Aprilia dengan memperlihatkan posisi Irwan yang menutupi wajahnya dengan bantal guling namun tubuhnya berbalut baju tidur terlihat oleh Aprilia.

“Ya udah jangan di ganggu. Harusnya kamu nggak usah juga video call Mama. Kasian kalau sampai terbangun. Ya udah kamu juga jaga kesehatan. Kalau gimana, beli vitamin untuk jaga kesehatan, Raa,” perintah Aprilia yang melakukan video call dan melihat seorang lelaki tertidur di kamar putrinya.

“Mama juga jaga kesehatan. Daag Maa,” ucap Elvira memutus pembicaraan.

Usai Elvira menutup pembicaraan dengan Aprilia, Lelaki tampan itu pun bangun dari tempat tidur dan melepaskan pakaian tidurnya serta pakaian dalamnya dan berucap, “Untung aja aku punya ide cemerlang. Sekarang kamu puaskan aku.”

Elvira pun tak mampu menolak, saat Irwan telah telanjang bulat dan memeluknya serta mulai melucuti pakaiannya satu persatu.

“Sekarang puaskan aku dan cepat kamu naik ke atas tubuhku,” perintah Irwan.

“Aku nggak bisa ... gimana caranya?” tanya Elvira lugu melihat ke arah Irwan yang telah merebahkan tubuhnya dengan rudal yang telah berdiri tegak.

“Ayo kemarilah, aku yang akan ajari kamu,” Irwan menelan ludah berkali-kali saat memandang lekuk tubuh Elvira dengan senyum nakalnya.

Dengan perlahan Elvira pun mengikuti perintah Irwan dengan mulai naik ke atas tubuh lelaki tampan itu dan berkata, “Apa kamu nggak merasa berat dengan beban tubuhku?”

“Hahahhahaha, Vira ... Vira ..., Ayo masukkan rudalku, nanti aku ajari caranya,” perintah Irwan kembali.

Setelah itu, Irwan pun mengajari Elvira cara memuaskan seorang lelaki dalam posisi di atas. Walaupun masih agak kaku dalam melakukan apa yang di perintahkan oleh Irwan, namun Elvira terus berupaya untuk membiasakan gerakan yang di ajarkan Irwan.

Sampai akhirnya Irwan pun menggoda dengan kata-kata nakalnya saat kedua tangannya menggantikan bibirnya yang sejak awal Elvira di atas terus menyesap kedua gundukan yang masih tampak kencang.

“Vira, kalau kamu udah mahir ... pasti kamu ketagihan dan minta di atas terus. Yaaa ... Akh ... terus sayang, Oh ... nikmatnya. Akh ... tekan sayang. Goyangkan ... Oh, nikmatnya. Terusss.”

Irwan pun telah pula merasakan sensasi nikmat yang diberikan Elvira, kala wanita cantik itu mulai belajar untuk memuaskan lelaki itu diatas tubuhnya dan mulai terdengar erangan kecil diselingi decap dari bibir lelaki tampan yang terus menyesap gundukan besar nan kenyal milik Elvira.

Lalu, tanpa disadari oleh keduanya, pintu kamar hotel itu pun terbuka dan terlihat, Gilang berjalan menuju kamar dan menyaksikan Elvira tengah menggoyangkan tubuhnya diatas tubuh Irwan yang terus mengerang karena nikmat.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Parikesit70
iya kak.. lagi kagak enak badan. makasih udh selalu hadir.
goodnovel comment avatar
ayuSr
akhir y up jugaa thank thorr
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status