Melihat keterbengongan mereka, aku hanya terdiam lalu menyuapkan sup ayam kesukaanku ke mulutku tanpa merasa bersalah dengan keterdiaman dan keterbengongan mereka. Sebenarnya ada apa sich? Kok sampai sebegitunya mereka melihatku. Kaget mungkkn aku hidup lagi. Beberapa jsm yang lalu aku kan divonis sekarat.
Setelah habis makan supnya, alu memperhatikan satu per satu wajah-wajah hetan di depanku. Mungkin iya, aku lebih tak acuh, aku caoek jadi orang patih dihina mulu. Agak tetgesa akj beranjak dari tempat tidur pasien.
"Move, mau kemana?" tanya Ray panik dan segeta menghadangku. Aku mdngerutkan dahi kuat-kuat fan menatap wajah Ray drngan tatapan bingung.
"Kudekatkan bibirku ketelinganya.
"Aku msu pipis," bisikku pelan. Wajah Ray seketika mrmetsh malu. "Mau ikut?" tanyaku menggoda dan tanpa menunggu jawaban darinya aku langsung berjalan menuju kama mandi dengan tatapan bingung yang mereka perlihatkan.
"Ray, panggil Careld," tiyah Alliya, mamanya. Ray dan Farhan hanya saling menatap lalu akhirnya salah satu diantara mereka memanggil dokter Careld.
Aku baru saja keluar dari kamar mandi ketika kulihat Farhan menungguiku di samping pintu kamar mandi.
"Rh, Farhan, mau pakai kamar mandinya?" Farhan agak tersentak mendengar suaraku.
"Nggak kok, Move. Aku hanya sedang menunggumu. Apa kamu bisa jalan sendiri?" Aku mrngerutkan dahi lagi mendengar pertanyaan aneh dari Farhan. Sambil berjalan sampai di pembaringan, masih kuperhatikan mereka menatapku dengan tatapan aneh dan bingung. Dari arah pintu terlihat Ray dan dokter Careld sedang mendekati aku.
"Hallo, Move, gimana kabarmu, sudah mendingan?" tanya dokter Careld dambil memeriksaku dengan lembut. Menatap bola mataku yang redup. Dan kubalas dengan tatapan teduh.
"Mata kamu baik-baik sajakan, Move?" tanya dokter Careld sambil memegang senter dan menyinari retinaku. Aku mengangguk pelan.
"Bagaimana, Careld?" tanya Ray antusias.
"Ini keajaiban, mukzizat dari sang khalik. Move bisa melihat dengan sempurna. Tidak ada satupun yang terluka di saraf matanya."
Semua yang hadir di sana langsung bersyukur. Awalnya aku bingung kenapa mereka seperti itu tapi ternyata banyak alasannya. Dan yang jadi masalahnya sekarang, aku sepertinya amnesia sedikit.
Sepeninggal mereka hanya aku dan Farhan yang memang meminta waktu untuk bicata empat mata denganku.
"Move, Aku minta maaf,"
"Soal?" Belum selesai Farhan menyelesaikan ucapannya aku sudah memotongnya.
"Tentang jatuhnya kamu dan kecelakaan kemarin?" ucapnya pelan sambil menunduk.
"Hei, kenapa begitu? Apa separah itukah aku jatuh, sampai kamu panik begini?"
"Kamu mengalami kebutaan, Move," aku terhenyak mendengar kalimat Farhan.
Separah itukah? Kenapa aku tak bisa mengingat apapun tentang kebutaanku dan kecelakaaan yang terjadi padaku beberapa jam yang lalu.
"Aku nggak bisa mengingat apapun tentang hari itu, Farhan. Sama sekali aku tidak bisa ingat," ucapku tertunduk. Ada rasa sedih yang tiba-tiba menggelayut di hatiku.
"Jangan dipaksakan untuk mengingat kalau itu menyakitimu, Move," ucapnya membuatku semakin merasa sedih.
"Apakah dalam hal ini, aku jatuh karena keteledoran ku?" tanyaku sambil memperhatikan ekspresi wajahnya.
Farhan nampak sendu sambil membalas tatapanku.
"Aku yang waktu itu ada di sana dan tidak bisa menyelamatkanmu, kamu terpeleset karen dorongan tanganku yang tak sengaja menyelamatkan Feronika,"
Mendengar itu seperti ada kilasan masa lalu pahit beberapa hari yang lalu. Tentang hari jadi dan pertunangan. Ya! Sekarang akh ingat. Ray mau bertunangan di hari lahir ku.
"Apa Ray jadi bertunangan di hari itu?" Sesaat Farhan terdiam dan seolah sadar.
"Apa kamu sudah mengingat semuanya, Move?" tanyanya.
"Apa sebenarnya yang mendorongku Feronika?"
_______
BERSAMBUNG
Hari itu akhirnya datang juga. Hari di mana aku jadi ratu sehari dan Ray jadi raja sehari. Bahagia? Tentu. Bahkan hanya air mata haru yang menjadi temanku.Laki-laki 7 tahunku . Ya Tuhan, akhirnya. Aku benar-benar pengen pingsan karena nggak kuatnya menahan kebahagiaanku.Bahagia! Benar-benar bahagia. Saat ijab kabul itu berlangsung dan jawaban sah itu terdengar, tubuh melemah seketika. Tangan dan kaki ku thremor tiba-tiba.Puji syukur ya Tuhan, semua atas keridhoanmu. Kedua tanganku lama banget tertengadah hingga kulihat imamku masuk ke kamar yang sudah dipersiapkan."Sudah sah, Sayang," bisiknya sambil mengecup daun telingaku membuat buluku meremang seketika.Kucium punggung tangannya tanda aku sangat menghormatinya lantas dia menyesap bibirku sebentar sebelum selanjutnya kami kembali ke pesta."Ma, Pa," kucium satu per satu punggung tangan mereka lalu kupeluk orang tua itu yang sekarang sudah menjadi orang tuaku.Giliran Farh
Ray masih terengah saat tubuhnya mengejang di atas tubuhku. Berkali-kali dia mengecup bibirku. Dan mengendus leherku saat dia sudah berbaring di sebelahku. Mataku sudah terpejam saat tangannya kembali menyentuh puncak dadaku yang tak terlapisi kain sedikit pun. Pria itu memainjannya dan membuat ku mengerang pelan. "Besok kita pre wedding, aku nggak mau ada halangan lagi." Aku hanya mengangguk sambil menikmati sentuhannya yang mrmbuatku kembali menegang. "Aku mau secepatnya kita menikah, Sayang," ucapnya bergetar sambil mengulum dadaku yang sudah mengeras. "Hemmn," jawabku dengan gelisah. Karena sudah kurasakan milikku lembab lagi. "Oh, Ray," akhirnya lolos juga dari tadi yang kutahan. Desahan berat karena tangan dan mulut Ray yabg usil. Pria itu hanya tersenyum puas melihat ku tersiksa seperti itu. Tak menunggu lama ketika wajahnya kembali terbenam di kedua pahaku aku kembali mendapat pelepasan. Rasanya aku sudah tidak sanggup
Hari selanjutnya aku sudah pulang dari rumah sakit. Kali ini aku pulang je rumah Ray bukan ke apartemen Farhan. Apartemen Farhan di kosongin sementara waktu. Kalau lagi bisan aja pengen liburan di sana. "Duduk di sini dulu atau mau langsung ke kamar?" tanyanya masih menggendong tubuhku yang masih lemah. "Langsung ke kamar saja," jawabku masih melingkarkan tanganku di lehernya. Setelah sekian lama banyak peristiwa yabg terjadi, entah kenapa baru kali ini aku merasa sedekat ini dengan Ray. Rasanya aku sangat merindukan saat-saat pertama kali dulu kita saling menyayangi tanpa ada pertengkaran dan air mata. Rasanya dulu aku sangat polos mencintai dia tanpa ada yang mengganggu gugat. Agak terhenyak rasanya ketika pria tampanku itu membaringkan tubuhku di tempat tidurnya. Aku terbangun dari lamunanku. "Pesen bubur dulu, ya. Habis itu minum obat." "Ray, nggak usah. Aku bikin sendiri saja." Ray mendelikkan matanya. "Maksudnya aoa mau b
Dorr ... doorr! Suara tembakan itu persis hampir mengenai jantung buatan Farhan ketika tiba-tiba pria tampan itu menutup kembali pintu ruang kerjanya. Buru-buru dia menghubungi polisi dan menghubungi Ray agar cepat bersembunyi. [Ray! Bersembunyi! Mereka menggunaksn senjata api!] Teriakan Farhan cukup membuat Ray mengerti. Pria itu tidak mengibstrupsi saudara kembarnya karena dia harus mencari bantuan. Suasana malam itu kian huru-hara karena tiba-tiba dua orang asing masuk ke ruang kerja Farhan dengan sarkasnya menembakkan beberapa amunisi hingga membuat suasana gaduh. Tak selang lama polisi dapat melumpuhkan penjahat amatiran itu. Ray dan Farhan pergi ke kantor polisi untuk memberikan kesaksian. "Ulah siapa, menempatkan penjahat amatiran begitu, Far?" Ray tampak kesal karena malamnya ini terganggu dengan ulah para penjahat amatiran yang pada belum bisa menggunakan senjata api. "Aku tahu siapa orangnya. Ni! Tolong pelajari! Aku mau pula
Berkali-kali Renata menelan salivanya. Tak henti-hentinya dia menatap ke wajah sang penguasa itu. Terlihat lebih dingin dan arogan dari biasanya. Manusia dengan jantung buatan itu masih sebuk dengan segaja macam file dan berkas penting serta surat perjanjian kontrak kerja sama. Sedang di sebelahnya setumpuk kertas file yang iya yakini entah kapan selesainya. Tapi bukan itu yang membuat Renata menatap gelisah setumpuk file dan berkas itu. Tapi salah satu berkas dan file itu ada salinan surat kontrak yang suda ia rubah mengenai isi perjanjiannya dengan perusahaan papanya yang terbelit hutang yang banyak. "Renata! Kamu bisa pulabg duluan. Mungkin saya mau tidur dikantor saja untuk menyelesaikan pemeriksakaan berkas filenya." Suara bariton Farhan menggema di ruang kerjanya. "Astaga! Gila apa orabg ini. Mau lembur sampai tidur di kantor segala!" batin Renata ngedumel marah. Kalau sampai bosnya tidur di kantor otomatis berkas file itu pasti akan selesai diperiksa m
Farhan menatap wajah yang umurnya jauh di atasnya itu. Seorang yang seharusnya sudah bisa bersikap dewasa dan bijaksana. Namun sikap itu jauh dari wajah yang seoerti anak muda itu. Farhan menghela naoas dalam. Baru dia bertatapan secara langsung laki-laki yang sering menyiksa istrinya lahir dan batin. "Kalau hanya ingin bertemu dengan untuk menanyakan masalah Renata, Aku rasa Move sudah memberi tahumu." Pria dewasa itu menghela napas menatap pria yang mukanya sama persis dengan pria yang akan menikahi mantan istrinya. "Kamu tahu sekarang kondisi Move seperti apa?" tanya Farhan sambil memasukkan ke dua tangannya ke dalam saku. Sejenak laki-laki yang tak lain Dimetri itu menyugar rambut hitamnya. Bukankah dia akan menikah. Sudah seharusnya kan dia berbahagia saat ini___ "Bukkkkk ...!" Pria bertubuh kekar itu sepoyongan, ada darah yang mengalir dari sudut bibirnya. Sedang Farhan mengibas-ngibaskan tangannya. Ada rasa panas menjala