Lambaian tangan itu mengisyaratkan keberadaan dirinya sore itu di cafe dekat kantor kami bekerja. Setengah jam yang lalu,aku terima pesan dia. Kalau dia ingin bertemu denganku untuk membicarakan sesuatu.
Aku melangkah mendekatinya. Sebenernya kalau boleh jujur aku malas bertemu dengannya. Karena dia mendesak, dengan alasan ada yang sangat penting mau bicarakan sama aku. Aku batalin janji bertemu dengan Dattan sepulang kerja sore ini.
Aku menarik kursi duduk setelah sampai dimeja yang sudah ia pesan. Tanpa berbicara sekatapun, tiba-tiba dia menyodorkan kertas bertuliskan cek.
"Kamu bisa mengisi degan nilai seberapun kamu mau! asal kamu meninggalkan berhenti bekerja!" Aku mengernyitkan kening kuat-kuat sambil menatapnya tajam. Bahkan sedikitpun aku tak mengerti arah pembicaraannya.
"Apa maksud kamu dengan semua ini Fero? kenapa tiba-tiba kamu menyuruhku untuk mengundurkan dari perusahaan?"
"Bukannya sudah jelas, Move! Memang sudah seharusnya kamu risaign, dengan kasus kamu! menggelapkan uang perusahaan. Bahkan bukti itu sudah ada!"
"Tapi bukti itu tidak akurat, Fero! Aku tidak pernah menerima dana transferan uang itu di rekeningku!" Perdebatanku dengan dia.
"Siapa yang bisa menjamin kalau kamu tidak menerima transferan dana itu, Move! Tidak ada yang tahukan?"
"Kamu-!! Hampir-hampir saja aku mengangkat tangan. Nafasku tak beraturan menahan emosi yang hampir meledak mendengar kata per kata Feronika. Rasanya aku pengen menjelaskan rekaman cctv yang kulihat kemarin. Tapi aku ingat ini hanya jadi rahasiaku dan Fito manager keuangan. Dia yang akan membantuku membuka dan menguak siapa sebenarnya yang menfitnah aku.
"Kamu simpan saja cek ini. Barang kali kamu berubah fikiran. Ini semua demi kebaikan kamu move! percayalah sama aku!" ucapnya sambil menyodorkan cek itu kembali.
"Kalau kamu cepat-cepat mengundurkan diri, aku jamin kamu tidak akan merasakan kesakitan dan kekecewaan berkepanjangan." sinar matanya menukik tajam.
"Bukannya aku mau sok ikut campur kehidupanmu. Tapi tolong berfikir cerdas dengan kejadian-kejadian yang menimpa kamu akhir-akhir ini. saling berhubungan tidak? Mungkin keputusan kamu ini, akan membuat beberapa orang bahagia!"
Jujur aku tidak pernah mengerti kata perkata yang diucapan Feronika. Baik dari awal dulu bertemu maupun sampai sekarang. Tapi memang tidak ada salahnya aku merekam kembali peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi beberapa bulan terakhir ini, untuk menjadi pembelajaran buatku dan membuktikan bahwa aku tidak bersalah. Aku terdiam memikirkan semua kata-kata Feronika.
"Ambil cek ini, kalau kamu berubah pikiran segera hubungi aku! aku bantu kamu membuat surat pengunduran diri! ucap Feronika seraya bangkit dan memberikan kertas cek itu kedalam genggaman tanganku, lalu dia pergi.
"Sudah kubayar minuman kamu, sebaiknya kamu duduk dan minum dulu." ucapnya sekali lagi. Kemudian berlalu dari hadapanku.
Aku menarik nafas dalam-dalam. Sepertinya Feronika ini ada motif sendiri mendekati aku. Entah itu untuk kepentingan pribadinya atau untuk perusahaan. Kalau dilihat dari segi perusahaan dia juga ngga berperan penting. Jabatannya hanya superviser. Ngga begitu berpengaruh diperusahaan. Malah akukan yang selalu dicari bos karena sekarang asisten pribadi bos. Tapi kalau dari segi personal apa motifny? ada tujuan apa Feronika? ada hubungan apa dia dengan seorang Ray Dinata? Pertanyaan demi pertanyaan itu belum menemukan jawabannya.
*******
"Maaf Pak! kalau mengganggu waktunya! Saya hanya mau mengklarifikasi soal kasus uang suap perusahaan itu apa sudah perkembangan?" suaraku menggema di seberang telfon.
"Move! sepertinya kita tidak bisa membicarakan ini ditelpon! cari waktu yang tepat untuk membicarakan ini! dan juga ini hanya menjadi rahasia kita berdua! jangan sampai orang lain mengetahui langkah kita setahap lebih maju dari yang lainnya!" Aku mengangguk-angguk mengerti.
"Baik, Pak! Besok sepulang kerja kita cari tempat yang tepat untuk membicarakan semua ini. Saya berharap kasus ini cepat ada titik temunya!"
"Iya Move! Saya faham perasaanmu. Saya mengerti bagaimana rasanya di fitnah dan dijadikan target oleh orang yang akan menghancurkan kita! kalau begitu kita bertemu besok sepulang kerja Move!" Klik-! suara telpon ditutup dari seberang.
Aku menghela nafas berat. Masih terfikir pertemuan dengan Feronika tadi. Sebenarnya Feronika ini siapa? kenapa bersikap seolah-olah dia tahu segalanya dan memegang kunci semua masalah ini? Tiba-tiba ingatanku sampai pada Farhan. Oh Tuhan! kenapa tiba-tiba rasanya aku rindu banget sama sosok itu!
Dalam sekejab aku tertegun. Ada kesedihan yang begitu hebat. Kesedihan yang beberapa bulan kemarin mampu membuatku terpuruk. Dan detik ini begitu terasa lagi. Lagi-lagi aku terhenyak. Apakah Feronika ada hubungannya dengan Farhan?
Dapat fikiran dari mana aku ini? kenapa jadi menghubungkan Feronika dengan Farhan.
Huftttt! kenapa jadi kemana-mana fikiranku? Aku coba menangkan diri dan menetralisir perasaanku dengan menarik nafas dalam-dalam.
"Positif thinking Move! jangan berburuk sangka sama orang!" gumamku pada diriku sendiri. Menenangkan perasaanku yang tak karuan.
Masih dengan perasaan yang tidak nyaman aku membuka letop dan mencoba mencari profil Feronika tapi hasilnya mines. Feronika begitu protect dengan identitasnya. Semua akunnya terkunci. Khusus hanya orang-orang yang berteman dengannya saja.
"Sudah tidurkah? dari sepulang kerja tidak ada kabarnya sama sekali? apakah sibuk sekali sampai melupkan Aku? Aku tersenyum tipis melihat pesan diponselku.
"Ini mau tidur. Sedikit sibuk. Tadi ada yang harus dikerjain. Maaf bukan melupakan tapi belum sempat pegang ponsel. Istirahat lebih awal ya, ketemu besok di kantor! selamat malam," Aku menutup layar ponsel dan membaringkan badan. Fikiranku masih berkutek tak karuan.?
Memang, hari ini Feronika begitu menyita perhatianku. Teringat sosok wanita yang berbaju hitam dan bermasker di rekaman cctv itu, sekilas aku tercenung. "Kok sosok itu mirip badan Feronika ya,?" aku menggumam sambil berusaha mengingat- ingat postur tubuh orang yang ada di rekaman cctv itu.
Ah! mikir apa aku ini? terlalu jauh! tidak mungkin Feronika melakukan itu! apa motifnya dia melakukan itu? untuk apa dia tega melakukan itu sama aku? mengkambing hitam aku sebagai pelaku penggelapan uang? terus saja otakku berputar-putar mencari jawaban. Namun tetap ?saja hasilnya nihil.
Kulirik jam dinding. Sudah larut. Tapi mataku masih bel mau terpejam. Apalagi ditambah banyak fikiran begini. Aku coba mengingat kembali kejadian-kejadian yang sudah terjadi.
Semua berawal ketika aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan virtual dengan Farhan. Ngga selang beberapa hari tiba-tiba Fero muncul di media sosialku. Lalu datang ke perusahaan menjadi pegawai baru. Kesininya CEO yang slama ini tidak pernah ke kantor. Tiba-tibah pindah kantor ke perusahaanku. Kenapa serba bersamaan? aku mengurut-urutkan peristiwa yang terjadi selama ini.
Apakah ada kebetulan yang bersamaan? sepertinya semua sudah diatur. skenarionya begitu tertata rapi. Tapi siapa dalang di balik semua ini?
Huft-! hembusan nafasku kuat sekali. Seperti beban itu begitu berat. Yang membuat aku begitu terkejut, kenapa sampai ada kasus penggelapan uang atas nama aku? diluar nalar. Bertahun-tahun kerja disini baru kali ini ada kasus besar seperti ini. Mungkin orang dibalik semua ini mempunyai dendam pribadi sama aku!
Aku mengusap wajah ku dengan ke dua tanganku. Berharap bisa melupkan sesaat permasalahan ini dan mengatasi insomniaku. Karena kulihat jam sudah menunjukkan setengah satu malam.
BERSAMBUNG.
Sesekali aku menatap keluar kaca sambil terus mendengar ucapannya. Rasanya memang tidak bisa dipercaya kalau ternyata dalang dibalik semua kasus ini adalah orang yang sangat ku kenal. Tapi itu baru dugaan sementara. Belum ada bukti yang benar-benar real yang bisa memberatkan orang itu bersalah. Kalau pada kenyataanya memang dia, apa hubungannya denga aku. Kenapa aku yang dijadikan target kambing hitamnya? Seandainya bukti itu sudah konkret mungkin aku sendiri yang akan langsung berhadapan dengan dia. Semua harus jelas! tidak boleh dibiarkan dia berbuat semena-mena sama orang lain. Harus ada alasannya kenapa dia tega melakukan ini! "Tapi kita tidak boleh mengambil kesimpulan dulu Move! kita harus mencari tahu identitas Feronika yang sebenar- benarnya! ucapnya tegas. Aku menatapnya dan mengangguk pelan. "Kita mulai penyelidikan dari mana, Pak?" "Kita cari identitas Feronika dulu Move. kita harus cari informasi yang
Rintik hujan mulai deras. Aku hanya menatap terus wajah yang seperti tak ada ekspresi itu. Kenapa dia, marahkah? Entahlah, yang pasti sudah hampir setengah jam lebih situasi ini berlangsung. Huft-ft! Kuhembuskan nafas kuat-kuat. Kembali aku menatap wajah itu. Bahkan masih datar belum berekspresi. Aku mencoba mengalihkan fikiranku dengan menyedot kuat-kuat minuman yang sudah dipesan. Habis! Tinggal gelas sama sedotannya aja. Tapi raut muka seseorang yang ada di depanku masih sama. "Marahkah?" tanyaku ragu dengan suara agak gemetar. Dan ku beranikan menatapnya. Sosok itu mengalihkan pandangannya ke arahku. "Punya hak kah aku marah?" Dia balik bertanya. "Akh-kh!" aku kesal dengan sikap dan nada bicaranya. Ku ketuk-ketuk gelas kosong tadi sebagai pelampiasan kekesalanku. "Cukup ...!" suara itu tenang. Meraih pergelangan tanganku dan menggenggamnya. "Kenapa kamu yang marah? Aku melotot mendengar pertanyaannya. Hei ...! Gimana ak
Hari ini weekend. Sepagi ini aku sudah mantengin laptop. Aku terus menarik cursor laptop keatas dan ke bawah. Nafasku serasa sesak, tapi mataku tak mau lepas dari layar laptop. Mulutku kututup pake satu tanganku, ketika tanganku yang lain berusaha meng-zoom gambar yang aku lihat. Ada cairan hangat menetes jatuh ke keybord laptop. Seakan tak percaya tapi memang benar. Layar laptopku, menunjukkan gambar foto orang-orang yang aku kenal. Berkali-kali aku meyakinkan diriku bahwa yang aku lihat itu salah. Namun, kenyataan bicara lain. Foto praweding seorang laki-laki dan perempuan yang sangat aku kenal. Dengan cepat aku sambar ponsel yang ada di sebelahku.Tertera nama CEO galak dilayar ponselku.Berkali-kali berdering dan tersambung, tapi panggilanku nggak diangkat.Aku coba beberapa kali tapi tetap hasilnya nihil. "Kamu di mana? Ada yang mau aku bicarakan sama kamu!" Aku menunggu pesan itu dibaca sipemilik ponsel.Tapi hampir 10 menit tidak ada
Mungkin terlalu pagi. Aku sudah membereskan barang-barang di ruanganku. Saat ini aku sedang di ruang manager keuangan. "Move! sudah kamu pertimbangkan baik-baik keputusan kamu ini?" Aku menatap kosong ke depan mendengar pertanyaan itu. "Saya rasa tidak ada yang perlu saya pertimbangkan, Pak!" jawabku tegas. Meyakinkan hatiku. Berusaha menegaskan pada diriku sendiri bahwa keputusanku untuk risaign dari perusahaan itu benar. "Kamu yakin tidak mau mengetahui apa motif mereka melakukan ini sama kamu? lagi-lagi pak Fito menanyakan keyakinanku. "Saya sudah tidak mau terlibat jauh dengan mereka lagi, Pak. Saya nggak menyangka mereka bisa begitu rapi bikin skenario ini buat saya." keluhku lemah. Tampak dari raut mukaku ada kesedihan mendalam. Fito, sang manager keuangan menarik nafas seraya menggeleng- gelengkan kepala. "Saya nggak menyangka Dattan terlibat dalam masalah iin dan tega melukai kamu. Entah tujuannya apa? Pungkasnya la
Setelah peristiwa terakhir itu. Aku memutuskan pergi menghilang. Menjauh dari segala permasalahan. Dari berhenti kerja sampai pindah kost, akhirnya aku juga mengganti nomor ponsel. Berharap tidak akan muncul lagi suatu hari peristiwa-peristiwa yang terjadi kemarin. Sekilas aku mendengar ada beberapa orang yang mencari kabar tentang kepergianku. Ray Dinata! Dia salah satu orang yang yang sibuk mencari tentang aku. Beberapa hari yang lalu, tanpa sengaja aku melihat sosok Dattan terlihat di cafe tempat baruku bekerja. Dia salah satu pelanggan setia di cafe tempat aku bekerja. Aku sengaja tidak menemuinya ketika siang itu dia datang ke cafe. Penamipilannya lebih santai dibandingkan ketika dia kerja. Karena memang hari itu hari libur. Di depannya duduk seorang wanita yang sudah sangat aku kenal. Feronika Alfarest! Tak kulihat sosok lain selain mereka berdua. Aku pikir akan ada sosok Ray Dinata. Namun dari kejauhan kuperhatikan mereka sibuk membahas sesuatu h
Panas matahari menembus jendela kamar kostku. Aku menggeliat menyadarkan diri kalau hari sudah berganti waktu. “Terjadi lagi semalam ..." gumamku dalam hati. “ Huft ...!”hembusan nafasku begitu dalam. "Kenapa begitu lemah? Kenapa harus selemah ini? Lagi-lagi hatiku berkata. Sesaat kupejamkan mata menenangkan perasaan yang tiba- tiba merasa tidak nyaman. Rasanya sudah menyerah duluan. Ada rasa enggan menyeruak masuk kedalam pikiranku. Beberapa hari ini dia sudah berusaha untuk tidak mengingat apapun tapi kenapa musti berjumpa lagi. "Takdirkah?" tanyaku sambil bergumam pada diriku sendiri masih dengan mata terpejam. Meng_awang-awang kejadian demi kejadian. “Yah, itu memang takdir. Kita ditakdirkan untuk selalu bertemu." suara yang teramat aku kenal. Dia sudah berbaring di sampingku sambil membelai rambutku. Kubuka mataku, begitu dekat jarak itu. "Tuhan ...! Bagaimana kalau nanti aku kehilangan lagi seperti yang sudah-sudah? Su
Luka lama terbuka kembali! Mungkin itu yang pantas menggambarkan kondisi aku saat ini. Semenjak aku bermimpi tentang masa laluku, hatiku mulai nggak tenang. Ada perasaan nggak nyaman. Luka lama itu seolah-olah kembali menganga dihatiku. Trauma yang bertahun-tahun aku cari obatnya kini kambuh lagi. Bahkan sekarang hampir tiap malam aku bermimpi yang sama. Aku mengendikan bahu ketika salah satu pelayan cafe berbisik di telingaku. Setelah beberapa menit kemudian, aku melangkah menuju meja yang sudah dipesan seseorang. Kulihat wanita cantik itu tidak sendiri. Ada wanita separuh baya duduk berseberangan dengannya. Wanita yang masih begitu terlihat anggun dan cantik diusia 50 tahun. Aku menarik nafas dalam sambil berjalan menuju ke arah mereka. Aku sudah bisa menebak siapa wanita separuh baya yang Feronika bawa itu. Jantungku berdetak begitu kencang. "Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" ucapku sedikit bergetar menatap wanita anggun itu. Tidak lu
"Gubrak ... !" Tas itu dilempar sebarang. Suaranya terdengar jelas. Dia menelungkupkan mukanya di kedua lututnya. Terduduk di bantalan sofa empuknya. Punggungnya teguncang kencang. Ada isak tangis di sana. Sesaat alam sadarnya kembali. Disekanya air mata itu dengan kasar. "Apa kurangnya aku dibanding dia! Dia hanya seorang janda! Dia hanya wanita biasa! Apa kurangnya aku-!! Prankk-!! Gelas itu pecah berhamburan ke lantai. Pecahannya mengais kulit putihnya,melelehkan darah segar di betisnya. Dia meringis menahan sakit diantara isak tangis kemarahannya. Tanpa memperdulikan pecahan gelas di lantai itu, dia membuka membuka layar ponselnya. Semenit kemudian -, "Lakukan malam ini! Rusak Dia! Hancurrkan- Dia!" perintahnya di seberang telpon. "Baik Nona," "Aku tidak mau mendengar kata gagal!" tandasnya cepat, lalu menutup telpon. Nafasnya ter-engah. Matanya menyorot tajam. Memandang keluar jendela. Feronika Alfarest,!&nbs