Share

Episode 8

Sudah hampir telat satu jam, tapi belum datang juga dia. Aku gelisah. Berkali-kali kutengok jam tanganku.kulihat berkali-kali ponsel yang ada ditanganku. Sudah puluhan kali aku telponin tapi nggak diangkat. Tiba tiba ada perasaan bersalah mengingat kejadian  kemarin.

Aku sudah tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Dengan tergesa aku keluar gedung menuju rumahnya. Setengah jam kemudian aku sudah di deoah rumahnya. Ku bunyikan bel. Aku menunggu dengan tidak sabar. Ada khawatir yang begitu sangat tidak biasa. Ketika pintu terbuka aku menatapnya. Ada pias dimukanya. Kulihat  ada bekas membiru dipipi sebelah kirinya. 

"Oh Tuhan! aku menutup mulutku dengan telapak tanganku. Aku tak menyangka  tamparanku kemarin berefek seperti ini. Sekali lagi kuperhatikan wajahnya.Tanpa sungkan kutempelkan telapak tanganku  di keningnya. Astaga! demamnya tinggi banget! 

"Bapak, demamnya tinggi banget! Kita kerumah sakit ya?" ucapku panik. Tapi pria tampan itu hanya menggeleng dan menarik tanganku tiba tiba. Dalam sekejab tubuh kecilku sudah terjerembab kedalam pelukannya. Aku terkejut tapi sudah tidak sempat menolak.

"Maafkan aku! Maaf atas kejadian kemarin. Mungkin aku sangat keterlaluan. Tapi aku benar-benar tidak bermaksud menjatuhkan kamu apalagi menghina kamu, aku lepas kontrol, tidak bisa mengendalikan diri. Aku cemburu," ucapnya bertubi- tubi dengan suara lirih.

Aku terdiam lama dalam pelukannya. Tak menyangka, orang searogant dan sedingin dia tiba-tiba menjadi orang yang posesif. Ada yang berdesir di relung hatiku. Sepenting  itukah aku di hatinya?  Kurenggangkan pelukannya. Kubelai lembut wajah pias yang membiru itu. Kemudian kutarik tangannya ke arah sofa. Dengan cepat kucari kotak obat. Sedikit demi sedikit kukompres memar biru di wajahnya.

 "Bapak, harus minum obat kalau tidak mau kerumah sakit!" suaraku datar sambil membereskan kotak obat. "Saya akan bikin bubur sebentar." ucapku seraya meninggalkan dia kedapur.

 Tidak butuh waktu bermenit-menit untuk menjadi sahabat dapur Ray. Aku tidak harus kesusahan membuatkan makanan si empunya dapur. Seperti sudah beradaptasi lama dengan ruangan ini, aku langsung hafal letak bumbu atau alat-alat dapur yang lain.

Begitu gampangkah aku ini jadi perempuan? Apa benar yang diucapkan Ray kemarin? Semurah itukah aku? Aku menggeleng kepala lemah. Mungkinkah, semudah ini aku melupakan Farhan? tapi kenyataanya, setiap bersama Ray, aku seperti merasa bersama Farhan. Terkadang jiwa halusinasiku yang tinggi berharap kalau Ray itu Farhan.

Pikiranku meng-awang-awang jauh. Menghalu hal-hal yang tidak wajar. Khayalanku buyar ketika kurasakan ada pelukan hangat dipinggangku,dan hembusan nafas menerpa telingaku. Aku menoleh. Kulihat sosok tampan itu sedang memelukku lunglai.

"Kenapa kesini? istirahat saja dikamar. Sebentar lagi buburnya jadi. Bapak makan terus minum obat penurun demam!" ucapku sambil memegang tanganya yang hangat. Tanganku yang lain mengaduk bubur.

"Pengen slalu dekat dengan kamu."ucapnya lirih tapi gombal."Sudah kubilang kalau di luar kantor jangan panggil bapak!" lagi-lagi ucapnya sambil membalikkan badanku dan mengecup keningku lembut.

Aku tersenyum. Lalu mendorong tubuhnya ke arah sofa. "Duduk di sini, jangan ganggu, nanti buburnya nggak jadi-jadi." ucapku tegas. Pria itu hanya membalas kelakuanku dengan senyum nakalnya

Untuk beberapa menit aku sibuk di dapur. Sesekali kulirik arah sofa. Kulihat dia sedang berbaring sambil nonton. Aku tersenyum kecil. Entah rasa bahagia seperti apa ini yang sedang bermain di hatiku. Rasanya nyaman sekali bersamanya, meskipun entah  dia  menganggap aku ini apa. Sampe detik ini belum ada atau malah tidak ada status apapun diantara kami.

 *******

 Aku perhatikan baik baik muka seperti bayi itu. Tampan,tampan sekali. Aku termasuk orang beruntung bisa dekat dengan pria ini. Sosok jantan yang mampu membuat kaum hawa bertekuk lutut. Bahkan sampe ada yang jadi paparazi hanya untuk mengetahui lebih banyak kondisi idolanya. Ya! Dia diidolakan ole setiap perempuan. 

Suapan terakhir, dia makan dengan lahap. Dengan lembut aku  seka bibirnya  yang kotor. Selanjutnya kumasukkan obat itu ke dalam mulutnya. Dia menelannya dengan cepat. 

Selesai sudah hari ini tugasku merawatnya. Aku lihat jam tanganku sudah menunjukkan pukul 11 siang. Sebentar lagi aku harus kembali ke kantor  untuk menghandel semua kerjaan bos.

Aku sudah bersiap untuk kembali ke kantor. Untuk beberapa saat, aku menunggu  pak direktur yang tak kunjung juga keluar dari kamarnya.

"Mau kemana, kenapa sudah  bersiap untuk pergi?" suara itu terdengar dari arah pintu kamar.

"Saya harus kembali ke kantor Pak, banyak kerjaan yang belum dihandel."

"Nggak usah pergi. Aku sudah telpon Clarisa  untuk menghandel semua perkerjaanku  dan pekerjaanmu. Kamu harus tetap di sini menemani aku, karena kamu asisten pribadi ku. Jadi jangan pernah tinggalkan aku, anggap aja ini jam kerja kamu."

Aku menghela nafas sambil menatapnya. Ku taruh kembali tas kerjaku di atas meja.

"Baiklah, tapi sekarang, Bapak harus beristirahat di kamar. Saya akan menunggu, Bapak di luar. Istirahat yang cukup biar Bapak cepat pulih." kudorong tubuhnya menuju ke kamarnya lagi.

"Jangan panggil bapak kalau di luar kantor. Sudah berapa sering aku bilang begitu!" ucapnya lagi. Aku tersenyum dan mengangguk seraya membimbingnya ke kamar. Pria tampan, itu patuh lalu berjalan ke arah kamarnya. Sesampainya dikamar aku membantunya berbaring dan menyelimutinya. Ku tempelkan telapak tanganku ke keningnya. Suhu badannya sudah mulai turun.

 "Move," panggilnya sambil menatapku lembut. Aku juga menatapnya dengan senyum teduh. Entah kenapa aku selalu merasa nyaman saat bersamanya.

"I love you!" suaranya tegas membuat jantungku tiba-tiba berdegub kencang. Mukaku terasa panas.

"Aku sangat mencintai kamu." Kembali dia mengucapkan hal yang sama sambil menggenggam tanganku lembut dan hangat.

Aku masih terpana dengan jantung tak karuan rasanya.mulutku terkatup rapat tapi mataku tak lepas dari pandangannya.

"Kejadian kita beberapa hari yang lalu, yang sudah kita lakukan itu sangat berpengaruh terhadapku." aku masih mendengarkan ucapannya dengan bergeming.

"Aku tidak mau kehilangan kamu, Move. Aku tidak mau kamu menduakan Aku," Aku masih mendengarkan dengan baik pernyataan cintanya. Dengan mulut masih terkatup. Aku syok. Tidak bisa mengontrol degub jantungku yang begitu keras. Telapak tanganku tiba tiba berkeringat.

"Maukah kamu selalu di sampingku dalam keadaan apapun. Dan selalu berjalan bersamaku mencapai tujuan kita berdua." ucapnya lagi kali ini menatapku sungguh sungguh.

Aku gemetar. Keringat dingin mulai menetes   di keningku. Dengan lembut Ray menyekanya dan menarikku jatuh ke dadanya yang bidang. Dada yang selalu jadi dambaan setiap perempuan.

"I love you!" bisiknya lagi di telingaku dengan lembut. 

 "I love you to!"  jawabku dengan muka merah merona. Belum bibirku terkatup bibirnya sudah menempel di bibirku. Melumatnya pelan. Aku menikmatinya dan membalas lumatan itu dengan mesra.

Tanganku merangkul lehernya dengan kuat. Menekan kepalanya pelan. Dengan tersengal, pria itu memeluk erat tubuhku dan mengetatkan pelukannya. Tubuhnya beranjak dan berganti posisi denganku. Entah kapan tubuhku sudah berganti posisi.

 Tanganku meraba punggung kekarnya. membuat nya semakin memburu. Dengan tergesa dia melepaskan piyama yang dipakainya. Dada bidangnya terlihat jantan. Berkali kali aku menelan salivaku melihat dada itu. jakunnya  yang turun-naik membuat inginku semakin menjadi.

Alam sadarku sudah pudar. Terlena dengan keinginan yang menggebu. Aku menciumnya dengan agresif. Tanganku menggapai dadanya, yang semakin membuatku beringas.

Keringat mulai membasahi tubuh jantannya. Dia mengangkat tubuhku dan menciuminya dengan memburu. Aku tersengal menahan sesuatu yang ada di batinku. Semakin  siang semakin panas. Keringat membasahi tubuh kami, padahal suhu ac sudah begitu dingin. Aku begitu menikmati permainan laki-laki ini. 

Nafasku tersengal. Bersamaan dengan suara teriakannya yang khas. Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Masih dengan memeluk badanku yang basah, tangannya membelai wajahku. Ku pejamkan mata. Menikmati setiap sentuhannya.

Selintas wajah Farhan memenuhi benakku. Aneh! Setiap aku melakukan itu. Setiap itu juga bayangan Farhan hadir. Seolah dialah yang selalu melakukannya denganku. Bahkan disaat dia sudah melupakan aku, aku masih saja sibuk memikirkannya.

Sekarang, bukannya sudah ada Ray! Kenapa aku masih tidak bisa melupakan laki-laki itu? Semakin Ray mendekat, semakin aku merasakan kehadiran Farhan. Seolah-olah mereka dua orang yang sama.

"Kenapa melamun, kamu tidak bahagia bersamaku?" Aku menatapnya dengan teduh dan menggeleng.

"Sangat bahagia!" jawabku sambil menelusupkan mukaku ke lehernya dan memeluk tubuh kekarnya dengan kuat. Kuusap keringat yang masih menempel di punggungnya.

"Atau kamu malah ingat masa lalu mu ketika kita melakukannya tadi?" Sedikit terhenyak aku mendengar ucapan itu. Tepat sekali dugaannya. Mungkin kalau Ray tahu bahwa aku selalu menganggapnya Farhan dia akan sangat terluka, makanya lebih baik aku diam saja. Tidak perlu membuka masa lalu itu.

 "Pernah dicampakkan oleh seseorang?" kembali tanyanya. Aku hanya menghela nafas dipelukan lehernya. Nafasku begitu terasa dikulitnya.

"Jangan hancurkan kebahagiaan kita dengan smua pertanyaan kamu yang nggak ada habisnya itu!" ucapku masih menyembunyikan wajahku di lehernya.

 "Iya sayang,aku faham tentang kamu!"  Aku mengernyitkan kening dan menarik wajahku dari pelukannya. Kutatap dia dalam dalam.

"Kenapa kok lihat aku begitu serius, ada apa sayang?" Aku menggeleng lemah.

"Ngga apa apa kok." sahutku. Dan sosok itu kembali mengecup bibirku.

"Pengen makan, lapar!" ucapnya seraya memelukku lagi. 

Oh iya! Sudah sore. Aku melepaskan diri dari pelukannya.

"Bukan karena sudah sore juga,tapi karena kita sudah sangat bekerja keras hari ini." Godanya sambil menatapku dengan senyum lucu. Mukaku memerah.

"Aku buatin bubur lagi ya? habis itu minum obat lagi terus istirahat yang cukup."

"Aku sudah sembuh sayang, sudah nggak demam lagi. Masa makan bubur lagi?" Aku meraba keningnya. Iya memang sudah dingin badannya. Hebat banget obatnya. Manjur!

"Terus mau makan apa?" Ray mengeratkan pelukannya. "Makan di luar aja ya sayang,sekali-kali. Kita belum pernah makan berdua diluar," aku termenung sesaat.

"Kalau ada yang liat kita pergi berdua gimana?" tanyaku serius.

"Memangnya kenapa? tinggal dijawabkan, kalau kita sedang berkencan." Aku menghela nafas pendek. Jujur aku belum siap kalau semua orang harus tahu tentang hubunganku dengan Ray.

"Mental aku belum siap. Nanti malah banyak omongan dari karyawan lain. Itu sangat mempengaruhi aku dalam bekerja." tandasku. Ray menganguk paham.   

"Baiklah, kita sembunyikan dulu hubungan kita. Nanti kalau ketahuan kita makan malam berdua,   tinggal dijawab aja, kamu asisten pribadiku yang harus slalu siaga di sampingku. Ok!" Aku tersenyum dan mengangguk mengerti.

"Nah, sekarang bersiap gih, mandi terus kita keluar." ucapnya sambil mengangkat badanku dan berjalan ke arah kamar mandi. Aku bergerak gerak memberontak dan bertubi- tubi bibirku dikecupnya

 BERSAMBUNG       

Ai

Gaes bc y

| 1
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Grape
baru baca ni karena freee
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status