Share

Rumah Alan

last update Last Updated: 2021-11-24 21:42:20

“Dih emang kenapa kalau outfit-nya gini?”

“Yang ada lo didepak duluan sebelum masuk rumah. Dimana-mana kalau pertemuan keluarga, pakaiannya tuh formal dong!”

“Oh, oke.” Alsava mengangguk setuju, tapi formal bagi Alsava rupanya kemeja berwarna putih dipadu jas hitam dan celana dasar yang kontan membuat Rara menepuk kening. “Apa lagi sih? Tadi lo bilang pakaian formal? Lah ini gue turutin.”

“Ya nggak gitu juga, Beb. Pakaian lo tuh lebih cocok buat ngelamar kerja daripada ketemuan keluarga. Sini deh gue cariin. Minggir lo!” Rara menyentak tubuh Alsava agar memberikan ruang baginya untuk menjelajah isi lemari Alsava—atau lebih tepatnya dibilang fitted closet karena Alsava memiliki satu ruang khusus yang ukurannya sebesar kamar pribadi hanya untuk menampung pakaian, tas, sepatu, dan berbagai koleksi perhiasan.

“Lo itu mau ketemu sama calon mertua, gue ingetin lagi ya CALON MERTUA. Bukan sama klien penting buat negosiasi bisnis. Hadeh!” Rara menceletuk jengkel. Pilihan gadis itu akhirnya tertuju ke sebuah dress berwarna krim yang terlihat elegan dan menyatu dengan warna kulit Alsava. “Nah, lo pake ini deh.”

“Ini?”

“Iya! Udah buruan ganti. Bentar lagi Alan jemput lo.”

Waktu berjalan kian cepat, Alsava segera berganti baju mengenakan dress pilihan Rara, dipadu flat-shoes berwarna senada. Tas anyaman yang terlihat cantik. Rambutnya dibuat bergelombang. “Gila, Alan abakal jadi cowok paling beruntung karena bisa nikah sama gue,” katanya memuji diri sendiri sambil berkaca di meja rias.

“Yang ada bunting, bukan untung!” komentar Rara tidak terima.

“Kak, permisi, itu … ada cowok ganteng datang. Udah Bibi suruh masuk, dia nunggu di bawah.”

“Tuh calon suami lo jemput.”

“Calon suami?” Bi Uti tampak kebingungan, “calon suaminya Kakak?” Reaksi Bi Uti seperti baru aja mendapat kabar kalau seekor gajah dapat bertelur alias nyaris nggak bisa dipercaya karena selama ini Bi Uti tahu bahwa seorang Alsava nggak pernah berurusan dengan seorang laki-laki, terkecuali soal bisnis.

“Gue turun dulu ya, menyambut Alan.”

“Oke.”

Alsava kembali berkaca, setelah puas dengan riasannya, wanita itu pun bergegas mengambil tas dan keluar dari kamar. Menuruni tangga menuju ke lantai bawah. Dirinya melihat punggung Alan yang mengenakan kemeja berwarna navy yang lengannya digulung hingga ke siku. “Hei, Al, gimana penampilan aku kali ini?”

****

“Hei Al, gimana penampilan aku kali ini?”

Alan terkesima sesaat begitu menemukan Alsava duduk di hadapannya dan terlihat begitu cantik. Rambutnya dibuat bergelombang, tubuh langsingnya terbalut sempurna dalam dress berwarna krim. Lelaki itu sejenak terpaku memandangi Alsava. “Hellow—gimana penampilan gue?” Alsava melambaikan tangan membuat Alan segera mengalihkan pandangan.

“Bagus, kok.”

“Bagus? Dikira aku tuh barang? Jawabannya tuh cantik atau jelek.”

“Duh, Tuan Putri, nggak usah mancing deh. Lo pasti udah tahu jawabannya.” Rara terlihat jengkel yang membuat Alsava terkekeh geli.

“Iya udah, kita berangkat sekarang? Bi Nur udah nunggu kita di rumah.”

“Okay, Beb, doain gue ya! Yah, gue yakin sih pasti gue bisa membuat bibi Alan terkesima.” Alsava lagi-lagi memuji diri sendiri di hadapan Rara dan Alan. Rara cuma geleng-geleng kepala dan memberi isyarat ke Alan dengan bisikan tanpa suara, “dia emang sarap!”

Alsava berjalan ke depan rumahnya dan terkejut melihat motor Alan terparkir di depan air mancur. “Wait, kita … naik motor?”

“Iya.”

“kok nggak naik mobil?”

“Untuk sementara, aku masih punya motor.”

“Naik mobil aku aja, deh.”

“Macet, Va, udah yakin aja sama aku. Pasti aman.”

Are you serious?

Promise me, I’ll take care of you.” Alan tersenyum sembari mengulurkan helm yang sengaja dia bawa dari rumah untuk dipinjamkan ke Alsava. Alsava mengambilnya, sempat menciumnya sekilas, takut kalau ada aroma tidak sedap menempel dan menodai rambutnya. Rara langsung melotot ke Alsava, menyuruhnya berhenti melakukan tindakan aneh. “Di-klik Va,” Alan menunjuk bagian bawah helm. Alsava mengernyit tidak paham. “Sorry,” lelaki itu membantu Alsava memasangkan pengait helm, jemari Alan yang hangat sempat bersinggungan dengan dagu Alsava.

Thanks.”

Alan duduk di motornya, Alsava terlihat ragu-ragu, tapi akhirnya dia duduk dengan posisi menyamping. Bukannya sombong, tapi Alsava memang seumur hidup tidak pernah naik kendaraan roda dua. Alhasil gadis itu kini berpegangan erat dengan mencengkeram pegangan di belakang motor. “Udah, Va?”

“Pelan-pelan ya, please?”

Relax, Va. Aku udah biasa bawa Bi Nur yang rempongnya tujuh turunan,” guyonnya.

Bye, guys. Have fun, ya!” Rara melambaikan tangan. Kendaraan melaju. Alan memutar spion motornya hingga dia bisa mengecek kondisi Alsava, dilihatnya ekspresi gadis itu sedang menggigit bibir, tampak waswas.

“Va? Kalau takut pegangan aja.”

“Nggak apa?”

“Ya nggak apa, biar lebih kelihatan chemistry-nya kan?” Alsava akhirnya mengulurkan tangan untuk memeluk Alan dari belakang. Aroma Alan yang maskulin membuat Alsava menelan ludah. Biasanya, Alsava selalu memegang kendali soal apa pun dalam kehidupannya. Dia tidak pernah mempercayai siapa pun, dan kali ini untuk kali pertama sepanjang hidupnya dia mempercayai seseorang yang memboncengnya.

****

Motor Alan masuk ke dalam sebuah gang, bangunan tampak saling berdiri rapat, anomaly dengan kompleks perumahan Alsava yang saling berdiri kokoh dan terlihat mengintimidasi. Rumah keluarga Alan terkesan hangat, pepohonan asri ditanam di pekarangan. Masih ada tukang sayur lewat menjajakan dengan gerobak. Tetangga saling berkumpul di depan rumah, ada yang masih mengenakan daster sedang menyuapi anaknya, ada pula sedang menyapu dedaunan di jalan. “Permisi ya, Bu,” Alan melambatkan motornya.

“Siapa Nak Alan? Calon istri?”

“Doain aja, Bu.”

“Akhirnya ya, Alan kita yang ganteng punya gandengan.”

Alsava bisa menilai kalau Alan adalah idola para ibu-ibu di dalam gang, dilihat dari betapa riangnya mereka mengetahui ada seorang perempuan berada di boncengan Alan. Kendaraan akhirnya berhenti, Alsava turun dari motor, melepaskan helm dan membenarkan letak rambutnya yang sedikit berantakan. Dia memutar spion milik Alan tanpa permisi. “Make-upku berantakan, ya?”

Alan menggeleng dan ikut turun dari motor. “Yuk masuk.” Mereka berdua melangkah masuik. Suara teriakan anak-anak menggema dari dalam, diikuti suara dentingan piring dan sendok saling beradu, serta suara iklan di televisi. “nenekkk, Abang Alan udah datengggg!” seorang anak laki-laki kecil berteriak hingga gigi ompongnya terlihat.

Alsava menunjukkan wajah tidak suka, sejak dulu dia benci dengan anak kecil. Menurut Alsava, anak kecil adalah makhluk menyebalkan yang suka berbuat semena-mena dan berisik. “Halo, Abid,” Alan berjongkok, meraih bocah itu dalam pelukannya. “Va, kenalin ini keponakanku. Abid, kenalin, ini Tante Alsava.”

“mukanya serem! Galak!”

Ih? Alsava mengerutkan hidung, menahan dirinya untuk tidak mencubit Abid. Bisa-bisanya dia bilang gadis cantik nan sempurna seperti Alsava memiliki wajah galak nan menyeramkan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Takdir bukan Milik Kita   Sebar Undangan

    Alsava:Aku udah sewa WO buat pernikahan kita. Hari ini undungan udh jadi, Senin dpn kita udh bisa nikah. Acara bakal diadakan di rumahku. What do u think?Alan baru saja terbangun dari tidurnya setelah dia mengantarkan Alsava pulang larut malam karena jalanan baru saja lengang di pukul sepuluh malam—dan jarak antara rumahnya dan rumah Alsava pun terbilang lumayan. Alhasil Alan baru sampai ke rumah di pukul setengah dua belas malam, untungnya Bi Nur sudah tidur, jadi tidak perlu menjawab berbagai rentetan pertanyaan yang pasti akan ditunjukkan untuknya. Dan kali ini, kantuk Alan langsung hilang sewaku membaca chat dari Alsava.Ponselnya bergetar lagi.Alsava:Kau butuh brp undangan? Mau ngundang temen2mu? Keluarga km?”Kali ini bukan kantuk yang menyerang Alan, melainkan sakit kepala. Padahal mereka punya waktu untuk mengobrol di jalan semalaman, tetapi tidak ada satu pun pertanyaan dari Alsava muncul seputar pernikahan mereka. Tidak menyebut undangan atau apa pun, tahu-tahu sudah boo

  • Takdir bukan Milik Kita   An Evil

    “Alsava? Dari mana aja, Nak? Mami kangen banget sama kamu!” Perhatian Alsava tertuju ke seorang waita paruh baya yang rambutnya sudah sedikit beruban, “nggak keliatan selama ini.” Dia berniat memeluk Alsava, tapi Alsava mengelak, menunjukkan gesture bahwa dia tidak suka disentuh.Wanita itu adalah Nadia, ibu tirinya. Seorang wanita yang dianggap sebagai ibu peri dalam keluarga Grizelle karena mampu memberikan keturunan laki-laki dalam silsilah darah keturunan ayahnya, tapi bagi Alsava, dia tak ubah seorang nenek sihir yang merenggut kehidupan bahagia ibunya.“Alsava? Dari mana aja, sih? Udah lupa ya sama keluarganya?” Celetukan itu berasal dari Tante Yosi, istri dari pamannya. “Waktu lagi di atas aja nggak kelihatan batang hidungnya, eh waktu lagi di bawah, langsung muncul.”“Oh tenang aja, Tante, aku ke sini bukan karena aku lagi di bawah kok. Aku datang masih pakai stiletto yang harganya 80 juta, tas Hermes satu milyar dan juga bawa kabar baik,” Alsava berhenti bicara, memberi efek

  • Takdir bukan Milik Kita   Postingan Baru

    Akhirnya Alsava bisa bernapas lega setelah berpamitan dengan keluarga besar Alan. Sejauh ini, respons mereka bisa dibilang tidak ada yang curiga, sepertinya percaya dengan hubungan antara Alsava dan Alan. Bahkan kakak sepupu Alan sudah memberi kode, bertanya seputar tanggal pernikahan. Alsava kini sudah kembali duduk di boncengan Alan, kembali berpegangan erat karena takut jatuh. Dia memandangi wajah cowok itu dari spion. Alsava tersenyum sumringah, mengeluarkan ponsel, lalu memotret Alan dari spion kecil sembari meletakkan dagunya di pundak Alan.Perfecto.Siapa pun yang melihat foto itu pasti akan berpikir mereka adalah pasangan bahagia yang sedang kasmaran.Soal berpura-pura dan melakukan penyamaran, Alsava memang ratunya. Tepat pukul delapan malam, Alsava sudah sampai di rumah. “Thanks buat malam ini, Va, tinggal satu lagi agenda kita, kan? Ketemu sama keluarga kamu.”

  • Takdir bukan Milik Kita   Menikah itu ...

    “Hallooooo, selamat datang.” Alsava melihat seorang wanita berparas ramah dengan hidung mancung dan berjilbab menyambutnya, diikuti seorang wanita lainnya. “Ini Alsava, ya?’ Alan tentunya sudah bercerita sedikit mengenai Alsava ke bibinya, dan bibinya meneruskan ke anggota keluarga lain. Alan memiliki pasangan adalah informasi menarik yang harus segera disebarluaskan. “Va, kenalin ini kakak iparku, yang ini Kak Silva,” Alan memperkenalkan wanita berjilbab yang menyambut kali pertama, “istri dari abang sepupuku yang pertama, Kak Yesa. Disebelahnya, Kak Eca, sepupu perempuanku. “Alsava.” Alsava menjawa singkat, berusaha menarik ujung bibirnya yang terasa kaku. Melihat ekspresi Alsava yang kurang nyaman, Alan meletakkan tangannya di punggung Alsava. Tindakan itu sempat membuat Alsava meliriknya, sedikit terkejut. Lalu Alsava mendengar Alan berbisik lirih, “Relax, Va.” Seorang wanita tua muncul, Alsava bisa me

  • Takdir bukan Milik Kita   Rumah Alan

    “Dih emang kenapa kalau outfit-nya gini?”“Yang ada lo didepak duluan sebelum masuk rumah. Dimana-mana kalau pertemuan keluarga, pakaiannya tuh formal dong!”“Oh, oke.” Alsava mengangguk setuju, tapi formal bagi Alsava rupanya kemeja berwarna putih dipadu jas hitam dan celana dasar yang kontan membuat Rara menepuk kening. “Apa lagi sih? Tadi lo bilang pakaian formal? Lah ini gue turutin.”“Ya nggak gitu juga, Beb. Pakaian lo tuh lebih cocok buat ngelamar kerja daripada ketemuan keluarga. Sini deh gue cariin. Minggir lo!” Rara menyentak tubuh Alsava agar memberikan ruang baginya untuk menjelajah isi lemari Alsava—atau lebih tepatnya dibilang fitted closet karena Alsava memiliki satu ruang khusus yang ukurannya sebesar kamar pribadi hanya untuk menampung pakaian, tas, sepatu, dan berbagai koleksi perhiasan.“Lo itu mau ket

  • Takdir bukan Milik Kita   Ambil Kendali

    “Ya nggak gitu juga Va, meskipun Cuma kontrak tapi kan, ya, dia punya keluarga.” “Lusa dia bakal ngajak gue ketemu keluarganya, habis itu gue bawa dia ketemu keluarga gue. Selesai. Apa yang harus dipermasalahkan, deh?” Belum selesai percakapan kedua orang itu, Sofie muncul di pintu sambil menenteng higheels. Matanya menatap nyalang pada Alsava. “dasar wanita jahanam lo ya, bikin gue kaget! Gue nyaris nabrak mobil orang tahu nggak? Gara-gara VN yang lo kirimin di grup dan bilang lo mau kawin. Udah gila lo? Alsava, lo tuh ngajak kawin anak orang loh!” “Apasih reaksi lo berdua lebay banget dih.” Alsava memutar bola matanya dan membuat kedua temannya menahan diri untuk tidak menghantam kepalanya dengan vas bunga mewah di meja. “Lagian ngapain sih perihal kawin tuh diperlambat?” “Tauk deh, capek ngomong sama lo.” Alsava tersenyum sambil melihat tandatangan Ala

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status