Akhir-akhir ini Marsha disibukkan oleh adanya jadwal tambahan bimbel setiap pulang sekolah. Marsha berusaha untuk mengejar materi pelajaran supaya tidak ketinggalan karena satu minggu lagi ia akan mengikuti kegiatan study tour yang menghabiskan waktu hampir satu minggu. Setiap bel pulang sekolah berbunyi Marsha sudah siap dengan ransel di punggungnya serta paper bag yang berisi kumpulan soal dari bimbelnya. Biasanya ia berangkat dari sekolah menuju tempat bimbel menggunakan ojek online atau kadang bersama Haris. Namun, karena hari ini Haris ada kegiatan kerja kelompok akhirnya Marsha berangkat ke tempat bimbel dengan menggunakan ojek online.
Ojek online yang dipesan oleh Marsha ternyata sudah berada di depan sekolah. Ia kemudian pamit kepada Lia untuk berangkat bimbel, “Li, gue duluan, ya.”
Lia kemudian mengangguk, “Yuk keluar bareng. Kakak gue juga udah nungguin di depan.” Mereka berdua lalu bergegas menuju ke depan sekolah untuk menemui jemputannya masing-masing.
“Nanti abis gue selesai bimbel, jadi ke mal kan, Li?” tanya Marsha. Lia sebelumnya meminta kepada Marsha untuk menemaninya ke mal karena ia ingin membeli hadiah untuk kakaknya yang besok akan berulang tahun. Marsha dengan senang hati menyetujui untuk menemani temannya itu setelah ia selesai bimbel.
“Iya, nanti kalau bimbelnya udah selesai chat gue, ya. Nanti gue jemput,” ucap Lia dan Marsha mengangguk. Sesampainya di depan sekolah mereka segera menuju jemputan masing-masing.
Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam di mana Marsha telah menyelesaikan kelas bimbelnya. Ia bergegas menuju ke bangku di luar yang disediakan oleh pihak bimbel bagi para murid yang sedang menunggu jemputan. Ketika membuka ponselnya, ternyata Lia sudah memberikan pesan sejak pukul setengah tujuh. Pesan tersebut berisi bahwa Lia akan terlambat sekitar sepuluh menit untuk menjemput Marsha di tempat bimbel karena ia memiliki beberapa urusan yang harus diselesaikan.
Setelah membaca pesan dari Lia, Marsha kemudian masuk kembali ke dalam tempat bimbelnya. Ia lalu bertemu dengan salah satu teman kekasihnya, Hugo, yang sedang berbincang dengan salah satu guru bimbel. Hugo yang menyadari kehadiran Marsha kemudian tersenyum kepadanya.
“Haris belum jemput, ya?” tanya Hugo kepada kekasih temannya itu.
“Haris lagi ada kerja kelompok, jadi gue pulangnya sama Lia,” jawab Marsha. Ia lalu duduk di bangku sebelah Hugo.
“Oh gitu, ya udah kalau gitu gue balik duluan, ya, Sha.” Hugo pamit pulang kepada Marsha dan dibalas dehaman oleh Marsha. Ia lalu membuka ponselnya kembali untuk mengurangi rasa bosan sambil menunggu Lia datang menjemputnya.
Tidak terasa Marsha sudah memainkan ponselnya entah itu untuk membuka i*******m maupun bermain game yang ada di ponselnya. Beberapa menit kemudian muncul pesan dari Lia yang mengatakan bahwa ia sudah berada di depan tempat bimbelnya. Marsha bergegas keluar dan pamit kepada guru bimbel yang ada di sana. Sesampainya di luar, sudah ada Lia yang mengenakan hoodie putih dan celana hitam selutut dengan motor vespa berwarna tosca yang sedang ia tunggangi. Marsha kemudian mengambil helmnya yang terdapat di rak khusus helm. Ia segera menaiki jok motor di belakang Lia.
“Maaf, ya, jadi telat, Neng,” ujar Lia.
“Santai aja. Udah yuk keburu malem.” Lia segera menancapkan gas motornya dan pergi meninggalkan tempat bimbel Marsha.
Marsha dan Lia mengobrol sepanjang jalan menuju ke mal. Berbagai topik mereka bahas mulai dari apa saja yang dipersiapkan untuk study tour minggu depan, tugas apa saja yang dikumpulkan untuk besok, bahkan Lia bercerita kepada Marsha tentang apa yang terjadi dengannya dan Felix tadi siang. Marsha hanya terkekeh mendengar cerita dari temannya yang merasa salah tingkah ketika ditatap oleh laki-laki berdarah Australia-Indonesia itu.
Setelah berbincang cukup panjang, akhirnya mereka berdua telah sampai di salah satu mal di Jakarta. Lia pun segera memasuki parkiran motor yang ada di sana. Tidak lupa sebelum masuk ke dalam mal dua remaja perempuan ini memasuki toilet yang ada di lantai bawah. Marsha dan Lia memulai touch up untuk memperbaiki penampilannya dengan menyisir rambut dan memoles bibirnya dengan sedikit lipbalm. Apalagi Marsha, saat ini ia masih mengenakan seragam sekolah yang sudah kusut. Untung saja Marsha membawa baju ganti dan parfum. Ia memasuki bilik kamar mandi untuk mengganti pakaiannya. Setelah selesai mengganti pakaiannya Marsha pun menyemprotkan parfum ke pakaiannya agar tetap wangi. Ia lalu mengikat tinggi rambutnya karena rambutnya terlihat lepek. Marsha dan Lia kemudian bergegas keluar dari toilet.
“Laper nggak?” tanya Lia. Marsha pun mengangguk, “Sushi yuk?” ajaknya. Lia menyetujui ajakan Marsha dan mereka segera mencari outlet yang menjual nasi gulung rumput laut dengan berbagai macam isian itu.
Kini, mereka tepat berada di depan salah satu outlet terkenal yang menjual sushi. Terlihat tidak banyak orang yang makan di sana dan tidak ada orang yang sedang mengantre. Marsha dan Lia kemudian mencari tempat duduk yang nyaman untuk mereka berdua. Sembari menunggu pesanan datang, mereka kembali berbincang dan melanjutkan topik yang tadi terpotong ketika berada perjalanan.
“Lo udah persiapan apa aja buat ke Bali, Sha?” tanya Lia.
“Belum ada. Gue adanya persiapan buat bimbel,” ucap Marsha seadanya. Karena memang benar jika Marsha lebih mementingkan bimbel untuk masa depan ketimbang study tour yang sebenarnya ia bisa mengunjungi Bali kapan saja.
“Lo mah isinya belajar mulu, Sha. Ke Bali juga perlu persiapan kali kayak pakaian, emangnya lo udah mikirin outfit buat ke Bali?” jelas Lia. Marsha menggelengkan kepalanya dan membuat Lia menghela napas.
Marsha sudah tidak heran dengan temannya yang satu ini, temannya ini memiliki prinsip bahwa penampilan adalah nomor satu. Oleh karena itu, sudah jelas jika Lia sangat memikirkan apa yang akan dipakainya saat study tour. Apalagi Bali mempunyai pemandangan yang sangat indah sehingga Lia pun harus menggunakan outfit yang sama indahnya pula.
Beberapa menit kemudian makanan yang mereka pesan akhirnya datang. Perut Marsha yang sudah meronta meminta makan membuatnya segera melahap sushi yang ada di depannya. Lia melihat tingkah temannya yang sangat lahap saat makan terlihat seperti orang yang belum makan selama tiga hari. Ia hanya terkekeh pelan.
“Gue videoin ah terus kirim ke Haris. Biar dia lihat pacarnya kalau makan kayak orang udah nggak makan tiga hari,” ledek Lia. Marsha tidak memedulikan ucapan temannya dan hanya fokus melahap sushi yang ada di depannya. Masa bodoh Haris melihat wajahnya seperti apa sekarang. Toh Haris juga sudah sering melihat wajah bantal Marsha di pagi hari ketika ia mengajaknya untuk jogging di hari Minggu.
“Sha,” panggil Lia. Marsha yang dipanggil kemudian beralih menatap Lia.
“Apaan?” jawabnya yang masih fokus melahap sushi.
Lia tersenyum sendiri layaknya orang yang baru mendapat uang satu miliar, “Kayaknya gue suka sama Felix deh. Hehehe.”
Epilog: The Good EndingTidak ada yang pernah menduga tentang takdir seseorang. Haris dan Marsha yang sudah menjadi sepasang kekasih sejak SMA ternyata benar-benar menjadi sepasang kekasih yang melanjutkan sampai di pelaminan. Marsha yang awalnya berpikir akan berakhir menikah dengan Felix pun ternyata salah. Setelah semua masa lalu kelam dan pedih yang Marsha alami, ia akan tetap kembali kepada Haris. Sejauh apa pun Marsha berlari, Tuhan akan selalu berusaha untuk mempertemukan mereka berdua. Seperti yang disebut dengan takdir, Haris dan Marsha adalah sebuah takdir yang telah ditetapkan oleh Tuhan dan tidak bisa diganggu gugat.Sama seperti Marsha, Felix yang awalnya mengira bahwa Marsha adalah takdirnya ternyata salah besar. Sejauh apa pun Felix berusaha untuk meraih Marsha, pria itu tetap tidak bisa menggapainya. Cinta yang Felix pendam sejak pertama kali bertemu dengan Marsha pada kenyataannya tidak akan pernah bisa terbalaskan. Walaupun pada
Waktu hanya tinggal tersisa dua hari lagi menuju hari bahagia. Segala persiapan sudah Marsha dan Haris lakukan. Mereka berdua berhasil menyiapkan pernikahan hanya dalam rentang waktu satu minggu saja. Tentu saja, mereka berdua tidak melakukannya sendiri. Haris dan Marsha dibantu oleh masing-masing kedua orangtua mereka dan juga sahabat serta teman dekat mereka. Namun, sebelum itu, Marsha harus membatalkan segala proses di Swiss yang pada awalnya akan menjadi hari penikahan Marsha dan Felix. Akan tetapi, ternyata segala urusan tersebut sudah diselesaikan oleh Felix seorang diri.Salah satu rekan kantor Felix, Juan, kemarin menelepon Marsha secara mendadak. Pria itu berkata bahwa seluruh proses yang sudah disiapkan mulai dari gedung, peralatan, gaun dan jas, serta wedding organizer sudah dibatalkan oleh Felix. Karena pembatalan tersebut Marsha dan Felix harus merelakan biaya yang cukup banyak yang mereka gunakan sebagai modal pernikahan. Namun, sayangnya yang membuat Marsha kec
Setelah sekian lama berusaha untuk menghilang dan bersembunyi dari orang-orang yang dikenal, Marsha akhirnya memberanikan diri untuk kembali terbang ke negara tempat di mana ia lahirkan, Indonesia. Marsha berangkat kembali menuju ke Indonesia bersama dengan Willy dan Haris yang siap mendampingi kapan pun dan di mana pun ia berada. Marsha awalnya menolak mentah-mentah ketika Haris mengajaknya untuk kembali ke Indonesia. Namun, perlahan demi pasti, akhirnya Haris berhasil membujuk wanita itu agar mau kembali ke Indonesia untuk bertemu sahabat dan teman-temannya terutama kedua orangtuanya.Siang ini, pesawat yang Marsha, Haris, dan Willy naiki sudah mendarat di bandara internasional Indonesia. Haris menggenggam tangan Marsha sambil menggendong Willy dan mengajak mereka untuk segera keluar dari bandara. Tujuan pertama mereka adalah apartemen milik Haris. Tentu saja, Marsha masih belum siap jika setelah ini ia langsung bertemu dengan kedua orangtuanya setela
Hingga sampai pagi ini, Marsha masih belum mendapatkan kabar apa pun dari Felix. Ia sudah berulang kali memberikan pesan dan menelepon kepada Felix tetapi hasilnya tetap sama, tidak ada jawaban apa pun. Bahkan ketika Marsha berusaha untuk menanyakan Felix melalui Juan, pria itu tidak bisa memberitahunya. Padahal, Marsha sudah memilih gaun pengantin untuk dirinya dan juga jas tuksedo untuk Felix di butik fitting kemarin. Marsha sudah bersusah payah untuk memilih jas tuksedo yang cocok digunakan untuk Felix. Ia takut jika jas tuksedo yang dipilihnya tidak sesuai dengan selera pakaian Felix.Saat ini, Marsha sedang merapikan pakaian di lemarinya sembari membersihkan kamarnya yang terlihat berantakan. Sekitar tiga puluh menit yang lalu, Marsha sudah mengantarkan Willy ke sekolah dan ia akan menjemputnya kembali pada pukul sebelas siang nanti. Sebenarnya hari ini adalah jadwal Marsha dan Felix untuk bertemu dengan agen wedding organizer yang sudah mereka pilih untuk menentukan tem
Hari ini adalah jadwalnya bagi Marsha dan Felix untuk melakukan fitting gaun pengantin untuk Marsha dan jas tuksedo untuk Felix. Wanita itu sudah siap dengan dirinya setelah selesai mengantarkan Willy ke sekolah. Akan tetapi, sejak tadi malam Marsha tidak mendapatkan kabar dari Felix. Pria itu tidak membalas pesan dari Marsha sejak sore hari kemarin. Hal itu pun membuat jadwal perjanjian mereka dengan butik untuk melakukan fitting diundur. Marsha sendiri sudah berusaha untuk menghubungi Felix berulang kali tetapi hingga sampai saat ini ia tidak mendapatkan balasan apa pun.Apakah Felix marah dengan Marsha karena sikap anehnya kemarin? Marsha bisa menebak akan hal itu karena perubahan sikap Felix tepat setelah mereka selesai membeli cincin pernikahan. Felix bahkan tidak mengajaknya berbicara terlalu sering saat mereka berdua berada di dalam mobil. Karena hal itulah Marsha akhirnya berusaha untuk menghilangkan mood buruk dan mengalahkan rasa egonya demi mengajak Felix mengobrol
Ternyata, hari itu adalah pertemuan terakhir Haris dan Marsha. Setelah bertemu dan berbincang dengan Felix di kafetaria hotel, Haris memutuskan untuk pulang kembali ke Jerman pada esok hari. Pria itu benar-benar sudah merelakan Marsha demi kebahagiaan wanita itu sendiri. Haris tidak boleh egois, bukan hanya dia lah yang menderita selama ini. Akan tetapi, Marsha ternyata lebih menderita darinya. Oleh karena itu, Haris sudah merelakan Marsha kepada Felix dan berharap mereka berdua akan menjalankan hidup yang harmonis.Setelah pertemuan Haris dan Felix di kafetaria, mereka berdua kembali menjadi akrab seperti dahulu. Baik Haris maupun Felix, mereka berdua meminta maaf satu sama lain atas kesalahan yang telah mereka perbuat. Felix meminta maaf karena tidak memberitahu tentang Marsha selama ini kepada Haris sedangkan Haris meminta maaf karena tadi ia memukul Felix sampai berdarah dengan penuh emosi. Pada saat itu pun mereka mulai bertukar tentang banyak cerita. Pertemanan mereka y