Nasib hidup sebatang kara itu seperti ini. Tidak ada tempat untuk bersandar. Setidaknya jika kedua orang tuaku masih ada mungkin aku tidak akan semenyedihkan ini. Ada tempat untuk aku kembali atau mungkin hanya sekadar melihat wajah mereka saja sudah menjadi obat agar aku tetap sabar dan kuat.Setelah semalam berpikir. Aku memutuskan untuk ke rumah mertuaku. Aku akan menceritakan padanya apa yang terjadi dan langkah apa yang akan aku lakukan untuk rumah tanggaku.Memang mertuaku sudah tahu bagaimana kelakuan Mas Raka saat ini. Namun aku selalu bilang, aku masih bisa mengatasi. Jika memang nantinya aku sudah tidak kuat maka aku akan memilih pergi. Dan ternyata Sekarang adalah waktunya. Aku sudah tidak bisa mempertahankan lagi keutuhan rumah tangga ini. Aku mengemasi baju Najma. Karena aku pun memutuskan untuk menitipkan terlebih dahulu Najma sampai masalah antara aku dan Mas Raka usai. Sungguh aku tidak mau kejadian di mana Najma menyaksikan kami bertengkar membuat aku khawatir. Terleb
Aku bisa melihat wajah kecewa sekaligus sedih di wajah ibu mertuaku, setelah aku menceritakan semuanya. Entah apa yang ada dipikiran ibu mertuaku itu. Tatapan matanya tidak mampu aku artikan.Ibu mertuaku lalu beranjak, aku kira ia akan meninggalkan aku kenyataannya ia hanya pindah posisi duduk menjadi bersebalahan dengan ku. Tanpa aku duga ibu mertuaku memelukku dengan tubuh yang bergetar dan terisak. Apakah ibu mertuaku menangis? Hanya itu yang terlintas di kepalaku. Dan tentunya ini membuat aku ikut menangis meskipun aku tidak tahu penyebab aslinya alasan mertuaku menangis."Maafkan anak ibu, menantu. Sungguh ibu pun tidak mengerti dengan sikapnya yang begitu berubah drastis itu. Jika memang sebuah perceraian adalah jalan keluarnya. Ibu tidak akan melarang. Maafkan pula atas tindakan kasar anak ibu."Mertuaku malah meminta maaf padaku disela pelukan kami. Jujur aku datang ke sini bukan untuk meminta kata maaf dari mertuaku karena beliau tidak salah. Hanya anaknya saja yang tidak t
Aku melakukan visum sesuai dengan anjuran dari Marvel. Katanya hasil visum ini akan mempermudah untuk melakukan gugat cerai karena ada kekerasan dalam rumah tangga. Aku berharap ini memang mudah, karena jika boleh jujur aku sudah tidak sanggup lagi terus terikat dalam ikatan pernikahan yang mana tidak ada sakinah, mawadah dan warohmah. Aku ingin terbebas pula dari dosa karena aku selalu saja membenci suamiku dan mengumpat dirinya.Juga aku lakukan ini untuk kebaikan bersama. Selepas pertengkaran yang berujung aku mengalami kekerasan. Mas Raka tidak pernah pulang ke rumah. Handphone miliknya pun tidak aktif. Dia seolah-olah hilang di telan bumi. Aku sama sekali tidak tahu ke mana keberadaannya namun setidaknya aku bersyukur hidupku jauh lebih tenang karena tidak ada lagi pertengkaran yang selalu terjadi.Pagi ini adalah hari di mana aku kembali janjian dengan Marvel di tempat biasa untuk bersama-sama pergi ke pengadilan. Menurut Marvel meskipun Mas Raka tidak datang atau dia menolak
Aku sedikit lega saat berkas gugatan ceraiku diserahkan kepada pengadilan. Aku nerjwr besar tanpa menunggu lama kasus gugatan ceritaku segera masuk meja hijau. Sungguh aku ingin secepatnya berkahir, tidak ingin selalu berurusan dengan Mas Raka lagi. Sudah cukup kenyang aku bertahan selama lima tahun ini.Tiba di rumah waktu sudah larut malam. Bahkan Najma saja sampai tertidur karena pukul sembilan adalah waktunya Najma tidur. Aku senang saat Najma hari ini begitu ceria, tertawa lebar bahkan aku saja ikut tertawa. Mungkin ini adalah hari terbaiknya, selama ia hidup.Sejenak aku diam sebentar sebelum aku benar-benar keluar dari mobil Marvel. Ya, seharian ini aku memang menghabiskan waktuku bersama Marvel. Ia begitu bisa membuat Najma tertawa bahagia. Aku jadi merasa tersindir jika selama ini tidak pernah membuat anak ku bahagia."Terima kasih untuk hari ini," ucapku pada Marvel."Terima kasih untuk apa? Perasaan aku tidak melakukan apa pun?' tanyanya dengan mimik wajah keheranan. Aku bi
Dua hari selepas pertengkaran itu, lagi-lagi Mas Raka menghilang. Entah kenapa setiap kami usai bertengkar ia selalu saja menghilang. Bersembunyi di mana aku sama sekali tidak tahu.Setiap kali aku menangis, dan terlihat oleh Najma. Ia langsung saja memelukku dengan erat. Sebuah pelukan yang mengisyaratkan agar aku berhenti untuk menangis. Tenang ada dirinya yang selalu menjaga.Seperti saat ini misalnya. Tatkala aku mengingat kejadian kasar Mas Raka di depan Najma. Membuat aku tidak bisa tenang. Aku terus saja berpikir, apa Najma tidak apa-apa? Apa Najma melupakan kejadian tempo hari itu? Aku harap ia melupakannya.Dan saat mengingat hal itu aku selalu menangis. "Hai, anak gadis mama kamu kenapa? Lah kok nangis?" Ujarku berpura-pura tidak tahu apa penyebab Najma menangis.Aku yang memang tengah duduk, sementara Najma memelukku dari belakang langsung saja menariknya membawa Najma duduk di pangkuanku. Aku bisa melihat jika dia menangis namun, tidak mengeluarkan suara hanya tubuhnya y
Hari yang aku tunggu akhirnya datang pula. Hari di mana persidangan pertama proses perceraian ku akan segera dimulai.Aku menatap sekeliling, namun aku tidak menemukan keberadaan Mas Raka. Apa mungkin dia tidak akan datang? Tapi kenapa? Sikapnya itu seolah-olah ia masih menginginkan aku sebagai isterinya. Namun, aku tidak pernah diperlakukan layaknya seorang istri oleh dirinya.Aku menarik nafas tatkala hakim tetap melangsungkan proses perceraian ini, meski tanpa kehadiran suamiku. Aku sudah punya bukti kuat agar bisa dikabulkan Hakim.Aku kira proses cerai itu mudah, nyatanya begitu menyita banyak waktu. Aku kira cukup selesai satu hari nyatanya tidak. Tidak ingin terus bolak-balik pengadilan, aku pasrahkan saja semua pada Marvel. Bahkan aku mengatakan padanya agar ia bisa dengan cepat menanganinya, aku sungguh ingin secepatnya pergi dari sini. Aku ingin membuka lembaran baru."Marvel, kamu bisakan membuat semua mudah? Berjalan dengan cepat? Bukankah katanya jika alasan cerai karena
Yang aku dengar dari orang lain, proses perceraian itu lama. Namun, itu tidak berlaku padaku. Hanya dalam jangka waktu satu bulan aku resmi bercerai dengan mas Raka. Selama proses perceraian, Mas, Raka tidak pernah sekalipun datang. Bahkan aku sama sekali tidak tahu di mana keberadaan. Hanya saja dia selalu ada menghubungiku, menanyakan kabar aku dan Najma.Ini sungguh aneh, aku tidak mengerti dengan jalan pikiran Mas Raka. Tiba-tiba dia kembali berubah menjadi lembut lagi. Melalui chat juga, aku memberi tahu dirinya jika mereka sudah resmi bercerai."Sekarang kita sudah resmi bercerai. Aku bukan istrimu lagi dan kamu bukanlah suamiku lagi.''Maaf, maaf banget jika selama aku menjadi istrimu, ada hak mu yang tidak terpenuhi olehku. Aku harap kamu mau memaafkan aku."Itu adalah isi pesan yang aku kirim pada Mas Raka, beberapa menit menunggu tapi tak kunjung di balas. Oke, mungkin dia ada urusan lain hingga tidak sempat membaca pesan dariku.Sekarang yang harus aku pikirkan adalah. Bag
Berulang kali aku mencoba untuk menghubungi nomor mas Raka. namun dia tidak kunjung mengangkatnya padahal sambungan telepon terhubung.Aku tidak menyerah, aku terus menghubunginya setidaknya setelah aku minta maaf perasaan bersalah ini tidak terus mengganggu pikirankuApakah setelah tahu kenyataan Aku akan kembali dengan mas Raka? Jawabannya tidak, aku akan tetap menjalani status baruku menjadi seorang janda.Aku pikir sudah tidak ada lagi rasa cinta untuk mas Raka . Sudah tidak ada lagi rasa nyaman saat bersamanya. Lantas untuk apa aku repot-repot menghubungi Mas Raka? Jawabannya hanya satu, karena muncul perasaan bersalah, ini hanya sebagai bentuk rasa simpati ku kepadanya. Andai, andai saja mas Raka jujur dengan penyakitnya. Mungkin aku akan bertahan mempertahankan rumah tangga ini. Tapi Mas Raka malah memilih berubah, ia memilih menyakiti lahir batinku selama 5 tahun ini. Hingga perlahan rasa cinta, rasa nyaman terkikis dan akhirnya habis tidak tersisa.Aku mencoba untuk kembali