Share

Penjara.

"Saudari Rani Putri Prameswari, Anda kami tangkap atas laporan tuan Hendra yang mengatakan bahwa Anda lalai menjaga anak kalian, hingga menyebabkan meninggal dunia."

Ucapan petugas berseragam itu kembali terngiang di kepala Rani. Kini, sudah lima bulan Rani mendekam di penjara, tanpa ada satu orang pun yang mengunjunginya. Jangankan sang suami, paman dan bibinya juga tak peduli padanya.

Hendra hanya sekali menemuinya. Itu pun, untuk mengatakan kalau dia akan menceraikan Rani secara sah.

Sejak itu, tak ada lagi yang datang, hingga masa Iddah Rani benar-benar berakhir di penjara.

"Rani, ada yang ingin bertemu. Silakan keluar," ujar seorang petugas membuyarkan lamunan perempuan itu.

Ia sungguh terkejut mendengar ada seseorang yang mengunjunginya. "Siapa yang ingin menemui saya, Bu?" tanyanya sembari mengikuti langkah petugas itu.

Rani benar-benar heran. Tak ada satu orang pun yang terlintas dalam pikirannya. Siapa yang sudi menemuinya di penjara sebagai narapadina?

"Duduklah, jangan membuat keributan,” peringat sang petugas, “ingat, masa tahananmu tinggal satu bulan lagi. Jadi, jangan membuat sesuatu yang akan memperpanjang masa tahananmu."

Setelahnya, petugas itu pergi menjauh, meninggalkan Rani yang menatap dua orang pria tidak dia kenal sama sekali.

Hanya saja, Rani merasa sedikit terintimidasi dengan seorang pria berwajah dingin yang juga menatapnya.

Sebenarnya, untuk apa mereka menemuinya?

Mata Rani sontak menatap curiga. Dia menjadi sedikit waspada pada kedua pria itu

"Siapa kalian? Untuk apa menemui aku di sini? Kalian orang terhormat, jadi tak mungkin kita saling mengenal, kan?" ucap Rani cepat.

Mendengar itu, pria berwajah dingin di seberang Rani, menatap pria di sampingnya, lalu berkata pelan–seolah tak ingin bicara langsung pada Rani.

"Jelaskan padanya."

Rani pun terdiam. Ia menduga pria di depannya bos dari pria yang di sebelahnya. Terlihat dari caranya memberi perintah yang tak bisa ditolak asistennya.

"Kami menawarkan kerja sama untuk membalaskan dendam pada suamimu," ucap asisten pria itu pelan,seolah takut terdengar oleh orang lain.

Rani pun semakin menatap kedua pria itu dengan pandangan curiga. Tak kenal satu sama lain, tapi menawarkan kerjasama? Jelas saja, Rani merasa takut.

"Aku tak tahu apa urusan kalian dengan Hendra dan ibunya. Tapi, yang pasti adalah aku tak ingin ikut campur,” ucap Rani, “lagi pula, kita tidak saling kenal bagaimana bisa aku yakin kalau kalian tak akan menjerumuskankku?”

Dia menatap berani keduanya.

Bisa saja, mereka justru utusan Hendra dan ibunya untuk menjebak dirinya.

Bukankah, tujuan mereka untuk menguasai harta peninggalan orang tuanya, termasuk rumah yang sertifikatnya tak ada itu?

"Kalau tak ada lagi yang perlu kita bicarakan, sebaiknya aku kembali ke dalam."

Tak mau ambil resiko Rani pun segera berdiri untuk kembali ke dalam. Dia tak mau berurusan dengan orang-orang tak jelas.

Saat ini, dia hanya harus memastikan kalau bulan depan dia terbebas. Dengan demikian, dia bisa segera membalas perbuatan Hendra dan ibunya atas kematian Rara–dengan kedua tangannya sendiri.

"Aku tahu Siti atau mantan ibu mertuamulah yang membuat Rara kecil meninggal. Kebencianku pada wanita itu sama bersarnya denganmu. Sama seperti menghancurkan hidupmu dia juga menghancurkan hidup ibuku.”

Ucapan pria berwajah dingin itu membuat Rani berhenti melangkah. Dia kembali berbalik untuk menatap pria itu dan terkejut dengan sorot matadendam dan kebencian.

Sangat dalam, hingga membuat Rani bertanya apa yang dilakukan mantan mertuanya pada hidup ibu pria asing tersebut?.

"Sebelumnya, kenalkan ini Pak Sean Pratamayudha,” ucap pria yang lain mendadak, “sedangkan saya, Anda bisa panggil saja Miko. Saya adalah asisten pribadi beliau."

Miko mengenalkan Sean dan dirinya pada Rani.

Mendengar dua nama itu membuat kening Rani mengkerut, dia kembali yakin tak mengenal mereka sama sekali. Namun, kewaspadaannya tidak menurun sama sekali.

"Saya tau Anda bimbang dan curiga pada kami berdua. Untuk itu, saya akan jelaskan siapa Pak Sean yang sebenarnya.”

“Kami juga akan memberikan surat perjanjian yang melindungi Anda. Jadi, kami harap Anda tak perlu khawatir karena kami jamin ini tak akan merugikan kedua belah pihak."

Rani pun terdiam. Namun, perlahan, ia menyimak penjelasan Miko tentang perjanjian kerjasama itu dan apa yang dia dapatkan selama kerjasama itu terjalin.

Selama pria itu menjelaskan, Sean terlihat menatap tajam ke wajah Rani yang terlihat kusam. Namun, tetap saja ada sisi cantik yang tertutupi dan Sean bisa melihatnya.

Di sisi lain, Rani bukan tak tahu bila Sean menatapnya, tapi dia mengabaikan hal itu.

“Jadi, bagaimana?” ucap asisten Sean mendadak, hingga membuat Rani tersadar bahwa dia belum memahami rencana balas dendam yang ditawarkan.

Melihat itu, Miko pun tiba-tiba diam dan menatap Sean yang seolah menyuruhnya menunggu jawaban Rani.

"Aku memiliki banyak pertanyaan. Bagaimana kalian tahu merekalah penyebab kematian Rara? Polisi saja tak menemukan bukti sama sekali. Itulah salah satu sebab aku mendekam di penjara ini," ucap Rani yang masih curiga pada Sean dan Miko.

“Jadi, kenapa juga kalian yakin memilihku sebagai partner balas dendam? Apakah kalian benar-benar ingin membantuku atau…?”

Mendengar pertanyaan menggantung Rani itu, Miko pun menarik napas panjang. Sean menyadari kesulitan sang asisten.

Pria yang sedari tadi diam itu akhirnya angkat bicara,"Kami tahu bila ada orang dalam yang membantu mereka untuk menjebloskanmu ke penjara. Tak hanya itu, aku juga punya bukti yang menunjukkan kalau Rara meninggal karena suami dan mertuamu," ucap Sean membuat Rani mematung, dia tak menyangka ada bukti yang di simpan Sean.

“Bukti itu bisa membersihkan namamu dan membuat mereka membusuk di penjara, tapi bukan itu yang aku inginkan. Mereka harus merasakan apa yang aku dan ibuku rasakan. Oleh karena itu, aku mencarimu. Hanya kau yang bisa membuat mereka merasakan rasa sakit itu," tambah Sean.

Rani kembali tertegun kala melihat rasa sakit di mata Sean. Akan tetapi, dia masih belum bisa percaya pada kedua pria ini.

Bagaimana kalau mereka menjebaknya dan menjadikan dirinya sebagai kambing hitam setelah pembalasan dendam ini selesai?

Ia tak boleh gegabah.

"Kau masih terlihat meragukan kami berdua,” ucap Sean mendadak, “sepertinya, tak ada cara lain untuk membuatmu percaya kalau kerjasama ini akan menguntungkan kita berdua."

Pria berwajah dingin itu pun tampak merapikan jasnya dan berdehem.

Tak lama, ia pun menatap Rani tepat di kedua matanya, "Kalau begitu menikahlah denganku."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status