Share

Lamaran.

“Menikah?”

Rani yang mendengar tawaran Sean terpaku di tempatnya. Bahkan, asisten pria itu juga tampak terkejut. Sepertinya, permintaan Sean tak ada dalam rencana mereka.

‘Mungkinkah, Sean jatuh cinta pada pandangan pertama?’ batin Miko yang segera menggelengkan kepala.

Pria itu segera menepis pikiran itu karena Sean tak kehabisan wanita cantik.

Jika mau, sepuluh wanita rela bahkan bisa jatuh dalam pelukannya gratis. Kenapa Sean malah memilih Rani?

Rani tampak menarik napas panjang. Perempuan itu lalu menatap dalam Sean. "Kau bicara apa? Meski aku sudah bercerai dan masa Iddahku sudah selesai, tak semudah itu juga aku menikah dengan pria lain. Sepertinya, pertemuan ini hanya omong kosong. Maaf, aku harus kembali ke dalam sel,"

Tadinya, Rani sempat berniat untuk menerima kerjasama itu, tapi mendengar ucapan Sean yang ingin menikahinya, justru membuatnya takut.

Jangan-jangan, mereka memang punya niat lain?

Pengkhianatan dan fitnah Hendra membuat Rani belajar untuk selalu waspada, apalagi dia merasa tak memiliki seseorang yang akan membelanya jika terjadi sesuatu.

Jika terjadi sesuatu padanya, Rani khawatir tak akan bisa membalas kematian putrinya. Maka dari itu, Rani pun buru-buru menghindari Sean dan ingin segera kembali ke dalam selnya.

Hal itu jelas membuat Sean frustasi.

Dia tak menyangka reaksi Rani akan seperti itu. Tadinya, dia berharap tawarannya akan membuat wanita itu percaya kalau tak ada niatnya untuk menjebak dirinya.

"Tunggu dulu, aku mohon terima tawaran kerja sama itu. Soal lamaranku, bisa kau tolak, tadi aku hanya ingin membuatmu yakin, kalau aku tak akan menjebakmu atau merugikanmu."

Sean tiba-tiba menggenggam tangan Rani, seolah takut perempuan itu menolak kerjasamanya.

Merasakan kehangatan di tangannya, Rani pun menepis tangan Sean pelan.

"Beri aku waktu tiga hari untuk berpikir, Sean. Aku tak bisa mempercayai orang asing begitu saja, tapi tawaranmu juga tak bisa aku abaikan begitu saja. Aku butuh partner untuk membalas dendam jadi temui aku tiga hari lagi."

Rani pun melangkah menghampiri petugas dan segera pergi tanpa menunggu Sean bicara.

Perempuan itu terus larut dalam pikirannya.

Rani tahu Hendra punya dekingan kuat. Kalau tidak, tak mungkin Rani bisa mendekam di penjara ini selama enam bulan meski tanpa bukti kuat.

Kematian Rara tak boleh Rani sia-siakan. Setidaknya, ini harus memberi pelajaran untuk pria kejam itu.

****

Setelah pertimbangan matang, Rani pun menerima tawaran Sean tiga hari kemudian.

Dia berpikir dengan menikah dengan pria itu, Rani sebenarnya terlindung karena memiliki status sah di mata hukum dengannya.

Bila Sean berniat jahat, dia akan membawa pria itu hancur bersama!

Sejurus kemudian, entah bagaimana caranya, Rani tiba-tiba dibebaskan, hingga akhirnya berada di rumah mewah milik pria itu. Sejenak, ia merasa seperti berada di roller coaster. Sebenarnya apa rencana Tuhan untuk hidupnya?

"Bersiaplah, Minggu depan kita menikah. Beri aku waktu untuk menyiapkan segala sesuatu yang kita butuhkan, termasuk berkas milikmu."

Mendengar ucapan Sean membuat Rani tersadar dari lamunannya. Dia memang membutuhkan berkas-berkas miliknya, termasuk surat cerai dari Hendra.

"Aku akan mengambil semua berkas yang kita butuhkan," ucap Rani pelan meski tak begitu yakin bisa kembali ke rumah itu lagi.

Kenangan pahit, kematian anaknya mungkin tak bisa dia tanggung.

Sorot mata keraguan itu terlihat jelas di mata Sean. Perlahan, dia mengengam tangan Rani dan menepuknya pelan.

"Kau tak perlu kembali ke sana. Aku akan mengurus semuanya sampai kita dapat semua yang kita butuhkan untuk pembalasan pertama,” ucapnya,“aku rasa kau bisa mulai menjual rumah yang mereka tempati.

Rani menatap Sean bingung. Bagaimana menjual rumah itu kalau sertifikatnya tak ada?

Seolah dapat membaca pikiran Rani, pria itu tiba-tiba pergi menuju kamarnya. Tak lama, dia pun kembali membawa sesuatu.

"Sertifikat ini aku kembalikan. Wanita yang kau temui di rumah sakit itu adalah mama kandungku. Sudah lama aku mencarimu, tapi pamanmu bilang kau tinggal di luar kota. Itu sebabnya aku terlambat bertemu denganmu.

Saat tahu kau sudah mendekam di penjara, itu pun karena kebetulan mendengar pembicaraan Siti dengan pamanmu."

Mendengar penjelasan Sean membuat Rani tertawa.

Sungguh tak percaya kalau sang paman bisa begitu kejam padanya! Demi harta yang tak seberapa, ia rela membuat keponakannya sengsara.

"Bantu aku menjual rumah yang ditempati Hendra. Soal harga, tak terlalu penting. Setelah itu, beri sedikit uang untuk mendapatkan berkas milikku. Aku kenal seseorang yang bisa mengambil semuanya dari Hendra."

Sean mengangguk senang melihat tekad Rani untuk membalas perbuatan Hendra. Dia tahu betapa kejam pria itu pada istrinya. Karena itulah, dia memilih Rani untuk membantunya.

Setidaknya, mereka bisa berbagi kesenangan saat melihat Hendra dan ibunya hancur.

"Sean."Rani memanggil pria itu pelan, hingga membuatnya menoleh."Kenapa kau membenci Hendra dan ibunya? Apa yang mereka lakukan pada ibumu?" tanya Rani.

Sean pun menarik napas panjang sebelum pergi menuju dapur untuk mengambil air.

Tampak sekali, ada beban berat untuk membicarakan hal tersebut. Hal ini jelas membuat Rani merasa tak enak hati saat melihatnya.

"Jika tak enak membicarakannya, kau tak perlu memikirkan pertanyaanku, Sean."

Rani mencoba bicara agar Sean tak terbebani dengan pertanyaannya. Pastilah, adahal yang tak bisa dibicarakan pria itu dengannya.

"Bukan aku tak ingin bercerita secara detail, tapi rasa sakit itu masih belum bisa aku hilangkan dari hatiku, Ran. Bagaimana ibuku berjuang mempertahankan kewarasannya, saat sang suami berselingkuh dengan pembantunya hingga hamil," ucap Sean getir.

“Tak hanya itu, kedua manusia terkutuk itu berhubungan intim di depan ibuku saat dia mengalami kelumpuhan akibat jatuh dari lantai dua," jelas Sean lagi.

Deg!

Rani terkejut mendengarnya.

Segera, ia bergeser duduk di samping Sean. Entah apa yang merasuki Rani, dia bahkan memeluk pria yang terlihat rapuh itu.

Ia pikir dirinyalah yang paling disakiti oleh Hendra dan ibunya. Ternyata keluarga Sean jauh lebih merasakan sakit karena dua orang itu.

"Sekarang ibumu di mana, Sean?" tanyaRani prihatin.

Namun, dia tak menyangka kalau reaksi Sean justru mendingin.

Pria itu bahkan tampak menjauh., "Tak perlu tahu di mana ibuku berada. Kau hanya perlu membantuku balas dendam, Rani."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status