Share

Talak Dan Fitnah.

Penulis: Winarsih_wina
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-10 08:31:51

"Rara," panggil Rani lemah. 

Air matanya mengalir deras saat menyaksikan buah hatinya meregang nyawa. Bahkan, darah kental sang putri masih membasahi tangan Rani yang memegang kepala anaknya.

Hendra yang tadi sempat terpaku langsung merebut tubuh kecil itu. 

Begitu kesadarannya pulih, Rani ikut keluar saat Hendra berlari membawa Rara menuju ke rumah sakit.

"Sial, semua ini tak akan terjadi kalau kau tak keras kepala, Ran. Ingat, kalau terjadi sesuatu pada Rara kau akan menyesal," ujar Hendra sedangkan Rani hanya diam sembari memeluk sang buah hati.

Jantungnya berdetak semakin kencang, ketika merasa mobil seakan berjalan lambat. 

Di depan kemudi Hendra terus mengomel panjang, menyalahkan Rani tanpa berpikir kalau itu karena ulah ibunya. Di mata Hendra, hanya dia yang bersalah sedangkan ibunya tetap tak bersalah.

"Tolong Mas lebih cepat kasihan Rara," pinta Rani memelas melihat keadaan putrinya semakin parah. 

"Diam dan tutup mulutmu itu, Rani. Kau tak berhak bicara pada Hendra seperti itu," ucap ibu mertua Rani menyela. Tampak jelas, ia kesal sekali melihat menantunya itu.

"Ish, rasanya ingin sekali aku membunuhmu, Rani. Hidup kok nyusahin," ucap Hendra sembari memasukkan mobilnya menuju parkiran rumah sakit, lalu kembali berlari mengambil Rara dari pelukan Rani.

"Menyingkir kau bodoh!" ucap Hendra lagi sembari mendorong tubuh Rani, sebelum memeluk tubuh kecil Rara. 

Rani tak bisa berbuat apa-apa selain menahan sakit kepala akibat terbentur kaca mobil kemudian mengikuti Hendra menuju ke dalam rumah sakit.

"Dokter, tolong anak saya!" teriak Hendra yang berlari menuju IGD diikuti Rani. 

Wanita itu menangis tanpa suara, dia tetap diam meski Hendra terus memarahinya.

"Sudah lihat kan akibat keras kepalamu itu, kan? Rara yang jadi korbannya," ucap mertua Rani. Wanita itu benar-benar tak punya hati, dia yang salah tapi melemparkan kesalahan itu pada menantunya yang justru terlihat hancur.

"Aku tak tau lagi harus bicara apa, Ran. Demi harta kau korbankan anak kita, semua ini tak akan terjadi kalau saja kau tak melawan," ucap Hendra lagi. Sedangkan Rani menatap pintu ruang IGD dengan pandangan kosong.

"Apa yang harus kita lakukan jika terjadi sesuatu pada anakmu, Hen? Ah ...Rani memang pembawa sial, karena dia kita menghadapi masalah rumit ini." Ibu Hendra mengomel sembari menatap Rani penuh dengan kebencian. 

Rani tetap diam meski mendengar apa yang dibicarakan Hendra dan ibunya. Wanita itu hanya berharap anaknya akan baik-baik saja, dia tak tau bagaimana melanjutkan hidup jika tanpa penyemangatnya yaitu ...Rara.

"Ibu tenang dulu, semua pasti baik-baik saja. Kita berdoa semoga tak terjadi apa-apa pada Rara," ucap Hendra lagi dia bicara lembut pada sang ibu, tapi tak perduli pada Rani.

"Jika terjadi sesuatu pada Rara, kau habisi saja si Rani. Dasar pembawa sial," ucap ibu Hendra lagi.

"Tentu saja Bu, aku tak akan tinggal diam kalau terjadi sesuatu pada Rara. Rani harus bertanggungjawab." Hendra berkata sembari melirik Rani yang masih menatap ke arah pintu IGD seolah mampu melihat ke dalam.

"Apa kau tak merasa sedikit saja merasa bersalah, Mas?" tanya Rani pelan, "Rara darah dagingmu," ucapnya lagi.

Mendengar pertanyaan Rani, pria itu sontak menjadi murka. 

Dia tak mau ada yang mendengar ocehan istrinya, tak ada yang boleh tau kejadian yang sebenarnya, kalau tidak dia dan ibunya akan berada dalam masalah besar.

Plak!

Hendra mendekati istrinya dan menampar wanita malang itu.

"Kau benar-benar biadab, Ran. Kau yang mencelakai satu-satunya anak kita. Jika terjadi sesuatu pada Rara, aku akan membuatmu menyesal."

Hendra mendorong tubuh ringkih Rani setelah menamparnya. 

Pria itu tak peduli meski melihat darah menetes dari sudut bibir sang istri. Di sisi lain, ibunya justru tersenyum melihat penderitaan sang menantu.

"Dasar bodoh, kau pikir bisa melawanku, Ran. Kau hanya akan membuat Hendra semakin muak padamu, setelah ini aku pastikan kau akan semakin menderita, tunggu saja kehancuranmu," ucap mertua Rani dalam hatinya. Wanita itu benar-benar tidak merasa kasihan sama sekali pada menantunya yang terlihat hancur.

“Permisi…”

Suara pria berjas putih mengagetkan ketiganya. Seketika, perdebatan mereka pun berhenti.

"Dokter, bagaimana keadaan anak kami?"

Rani dan Hendra langsung mendekati Dokter yang baru keluar dari IGD itu.

Namun, sang Dokter justru menarik napas panjang, menatap wajah Rani yang terlihat merah seperti bekas tamparan, lalu menggelengkan kepalanya.

"Benturan terlalu keras mengenai kepalanya. Kami tak bisa menyelamatkan pasien.”

“Jam sepuluh lewat 15 pagi, pasien Rara dinyatakan meninggal.”

Deg!

Rani merasa dunianya berputar. 

Satu-satunya sumber kekuatan miliknya pergi. 

Mendengar anaknya meninggal, Hendra yang biasanya juga tak peduli pada sang putri, kembali emosi.

Diserangnya Rani mendadak. Tak lupa, bibirnya mengeluarkan sumpah serapah pada sang istri. Melihat tindak kekerasan itu sang Dokter mencoba menenangkan Hendra.

"Kau memang pembawa sial, Rani! Mulai hari ini, kujatuhkan talak satu padamu,” teriaknya menggelegar, “Hubungan kita terputus bersama kematian Rara karena kecerobohanmu itu." 

Rani hanya diam.

Saat ini, hatinya benar-benar hancur. 

Tak hanya kehilangan anak, dia juga dijatuhi talak. Meski dia ingin berpisah dengan Hendra, tapi bukan dengan cara seperti ini.

Apa kesalahannya, hingga hidupnya terasa penuh hukuman, seperti ini?

Di saat kedua orang tua dari Rara itu merasa hancur, Siti tak ikut berbicara. Namun, diam-diam dia tersenyum sambil membatin, 'Bagus rencanaku berhasil dengan cemerlang.' 

****

Untuk mengejar waktu sebelum Maghrib, putri Rani segera dimakamkan meski sedang hujan deras. Sebagai anak tunggal dan yatim piatu, tidak ada satupun keluarga perempuan itu yang datang, termasuk paman dan bibinya yang menguasai rumah warisan miliknya. Hanya ada tetangga, keluarga, serta kerabat Hendra di sana yang perlahan pulang-menyisakan Rani, Hendra dan adik ipar Rani. 

Tiba-tiba, Hendra menatap tajam Rani. "Buat apa kau masih di sini, pembunuh? Menyesal aku dulu menikahi wanita bodoh dan miskin sepertimu, tau begini aku biarkan kau menikah dengan pria tua pilihan pamanmu itu.”

Rani mengepalkan tangannya, rasa sakit atas kematian anaknya, harus ditambah penghinaan dari mulut Hendra. Ingin rasanya dia menghajar pria itu tapi tubuhnya terasa lemas tak berdaya, saat melihat gundukan tanah di depannya. Hanya airmata yang terus mengalir bersama tetes air hujan yang membasahi wajahnya, membuatnya diam dan menerima rasa sakit dari ucapan Hendra.

Melihat keterpurukan Rani, adik ipar yang selama ini membencinya mendorong, hingga wajahnya jatuh ke tanah. Ia pun ditertawakan dan dihina.

"Ini balasan karena kau pelit, Rani. Tuhan pun mengambil Rara darimu. Dia mati di tangan ibu sepertimu. Dulu kedua orang tuamu sekarang anak kandungmu menjadi korban dasar pembawa sial."

Beberapa orang yang lewat, bahkan sampai bergidik ngeri melihat tindakan mereka. Meski demikian, tidak ada yang berani menegur karena takut ikut campur.

Tiba-tiba, ibu mertua Rani datang sambil berpura-pura menangis dengan dua orang Bhabinkamtibmas. Ia menghina Rani dan menyebutnya sebagai pembunuh.

"Pembunuh, aku tak rela Rara mati begitu saja. Kau harus menerima hukuman atas perbuatan bodohmu itu, Rani. Bawa dia Pak, kami akan menuntutnya atas pembunuhan cucuku."

Rani yang sedari tadi diam sambil menatap nisan sang putri, tiba-tiba merasa marah pada sang mertua. Ia pun bangkit dan menatap tajam sang mertua dan mencoba menjelaskan yang sebenarnya penyebab kematian sang putri. Namun, belum sempat ia berbicara, salah seorang Bhabinkamtibmas yang sebenarnya merupakan kenalan keluarga Hendra menatap Rani dengan sinis.

"Saudari Rani Putri Prameswari, Anda kami tangkap atas laporan tuan Hendra yang mengatakan bahwa anda lalai menjaga anak kalian, hingga menyebabkan meninggal dunia.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Talak Di Hari Kematian Putriku.   Serangan Dari Riri.

    Rani berhenti menguap saat melihat di depan lobby perusahaannya penuh wartawan. Dia dan Sean saling pandang setelah itu sibuk mengaktifkan ponselnya, benar saja ratusan panggilan dan pesan masuk tanpa di buka.'Buka link ini.' Pesan Wendi. Pesan yang sama dari Marco, Gilang dan yang lainnya. Sean segera menyambar ponsel sang istri lalu membuka link dari Wendi. Sean terlihat marah begitu melihat Vidio lama Rani saat di bully."Berikan padaku." Rani merampas ponselnya dari tangan Sean. Meski dia tau Sean bukan marah padanya tapi tetap saja dia tak mau sang suami melihat keadaannya yang memalukan itu, apalagi dia tau vidio itu telah di edit sedemikian rupa. "Jangan menangis." Sean memeluk tubuh Rani yang mulai bergetar. Pria itu menghapus airmata di pipi sang istri dan menenangkan. Rani mencoba memejamkan mata untuk bersiap menghadapi wartawan, Sean menggenggam telapak tangannya dan meminta agar tidak keluar tapi Rani menolaknya. "Ini kesempatan bagus untuk menghancurkan Riri dan membe

  • Talak Di Hari Kematian Putriku.   Suami-Istri Saling Memanjakan

    Talak bab 202Rani menatap Marco dan Wendi yang duduk di depannya setelah memberikan laporan. Wanita itu tersenyum sinis sembari mengetukkan jarinya di atas meja. "Lawan yang lumayan tangguh, kelicikan mereka patut mendapatkan acungan jari jempol. Kali ini Hardian yang mereka gigit sampai mati." Rani tertawa sinis."Ada bagusnya juga jadi aku bisa menendang mereka dengan kekuatanku sendiri. Kalian bisa istirahat sisanya biar aku yang membereskannya." Rani kembali menyibukkan diri dengan pekerjaannya. Di Sedangkan Marco dan Wendi menikmati camilan buatan Rani. "Sebenarnya aku kasihan dengan teman kedua wanita itu. Dia hanya ingin menjilat tapi baru mulai langsung jadi korban fitnah, siapa sangka dia akan menjadi tersangka hanya karena meletakkan lipstik di dalam tas menjadi meletakkan narkoba." Wendi teringat pada wanita yang menangis sembari memohon saat di kantor polisi."Justru para penjilat seperti itu yang pantas di musnahkan, mereka yang punya andil besar untuk menyakiti orang ya

  • Talak Di Hari Kematian Putriku.   Mengancam Balik

    Talak bab 201"Kau sudah gila, Sean!" pekik Rani saat melihat siapa orang-orang yang ada di dalam kantor polisi. "Kau bahkan membawa orang dari dinas pendidikan, juga Kepala sekolah yang lama." Rani merasa kakinya lemas. Uang menyelesaikan masalah yang tak dia selesaikan selama lebih dari sepuluh tahun."Setelah masalah ini selesai, kau harus mengalihkan sebagian hartamu padaku," dengus Rani dengan kesal. "Macam orang miskin aja gayamu." Sean juga tak mau kalah mencibir istrinya tanpa menyadari di belakang mereka Della dan Hardian sudah sampai, mereka mendengar suami-istri itu bercanda berdua. "Cepat jalan!" Sean dan Rani berbalik saat mendengar bentakan itu.Mereka tersenyum melihat Della dan Hardian datang. Sean merengkuh bahu sang istri menghindari Della dan Hardian, kedua orang itu terpaksa melangkah masuk dan terpekik saat melihat keluarga mereka datang. "Anak kurang ajar, kau membuat keluarga kita malu." Della jatuh setelah sang ibu mendorongnya. Wanita itu meringis saat merasaka

  • Talak Di Hari Kematian Putriku.   Membalaskan Dendam Sang Istri.

    Talak bab 200Wendi dan Marco terlihat duduk sambil cemberut. Mereka kesal karena harus mengikuti permintaan Rani, sedangkan Sean terlihat diam sembari menggenggam telapak tangan sang istri. "Selama ini aku tidak berada di sampingmu saat kau membutuhkanku, tapi saat ini aku akan menemanimu untuk bermain sampai puas." Sean mengecup kening Rani lalu membiarkannya keluar dari mobil.Rani berdiri di depan hotel tempat reuni di adakan. Dia tersenyum walau terlihat getir, dia tau sudah waktunya dia membalas apa yang dia dapatkan selama sekolah dulu. "Sayang tenang saja aku ada di belakangmu. Bermain saja sepuasmu urusan lainnya aku yang akan membereskannya," ujar Sean dari dalam mobil.Rani berbalik sebentar lalu menganggukkan kepala. Setelah itu dia berjalan menuju ke dalam hotel, dengan senyum di bibir dia menghampiri kerumunan orang yang pasti sedang menunggunya. "Kau berjalan kaki apa tidak naik mobil, Ran?" tanya seseorang seperti yang dia duga mereka memang menunggunya."Naik, tapi tur

  • Talak Di Hari Kematian Putriku.   Trauma Rani.

    Talak bab 199Marco berdiri di depan Rani dengan kepala menunduk. Dia menatap berkas di tangannya, namun tak berani menyerahkan pada wanita itu. Wendi yang juga berada di ruangan itu bersama Rani merasa heran, karena merasa bosan dengan keraguan Marco, maka Wendi segera merampas berkas itu dan menyerahkan pada Rani. Hanya saja Wendi tidak menyangka setelah itu Marco akan kabur begitu saja. Merasa ada yang aneh pria itu segera berdiri dan bersiap untuk melarikan diri, sayangnya dia terlambat karena Rani sudah menarik kerah bajunya dan menjambak rambutnya dengan keras. "Brengsek, Sean mengenal Della wibisana!" Mendengar ucapan Rani membuat otak Wendi nyaris meledak. Pantas saja Marco Kabur secepat kilat dan dia dengan bodohnya mengorbankan diri menerima kemarahan Rani. "Pergi, bantu Marco menyelidiki sejak kapan mereka kenal!" Rani kembali berteriak membuat Wendi segera keluar dari ruangan Rani. Begitu sampai depan pintu matanya berkilau, saat melihat Sean datang membawa banyak bungku

  • Talak Di Hari Kematian Putriku.   Undangan Reuni.

    Talak bab 198Wendi menatap tajam dua orang di depannya. Dia kesal karena menangkap adegan tak pantas di dalam lift. Saat dia sedang kesal, Sean dan Rani tengah bercumbu dengan penuh nafsu.Jika dia tidak menarik kerah baju Sean, pria itu tidak akan pernah tau kalau pintu lift sudah terbuka cukup lama. Bukannya malu Sean sempat mencium lagi bibir sang istri sebelum membawanya keluar dan berjalan menuju ke ruangan Wendi."Bersihkan bibirmu itu." Wendi melemparkan kotak tisu di depan Sean, sedangkan Rani langsung kabur ke kamar mandi membenarkan lipstiknya. "Kau sudah cukup dewasa dan tau rasanya pisah lama dengan wanitamu. Jangan bilang kau belum menyentuh gadis itu?" Sean menunjuk pada foto di meja Wendi.Wajah seorang gadis yang mengorbankan diri demi Rani dan Wendi. Gadis satu-satunya yang menguasai jiwa dan raga Wendi, mendengar pertanyaan Sean membuat Wendi meringis karena dia memang belum menyentuh pujaan hatinya itu."Tunggu apa lagi? Nikahi dia. Jika kau tak berani maka biarkan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status