"Kamu benar-benar manusia tidak bernurani, Mas." Diana merutuki Bara, tetapi hanya mampu di dalam hati saja. Namun, mulutnya malah tertutup dengan rapat.
Diana hanya bisa terdiam seraya menatap kepergian Bara ke dalam kamar mandi, lelaki itu bahkan tidak menolehkan wajahnya sama sekali ke arah Diana. Pria itu terlihat begitu marah karena dirinya tidak mau menuruti apa yang diinginkan oleh Bara, Diana baru sadar jika Bara merupakan pria yang bisa dengan mudahnya marah jika keinginannya tidak terwujud. Satu hal yang membuat matanya Diana terasa sakit, pria yang belum lama memerawani dirinya itu terlihat begitu acuh masuk ke dalam kamar mandi tanpa memakai sehelai benang pun. Pria itu seolah tidak malu mempertontonkan tubuhnya yang tidak terbalut busana, padahal Diana seketika merasa jijik saat memandang tubuh lelaki itu. Brak! Bara membanting pintu kamar mandi dengan begitu kencang, dia terlihat begitu emosi karena Diana tidak mau menuruti keinginannya. Padahal, Bara sudah merencanakan semuanya dengan matang. Dia tidak akan membiarkan Diana bekerja, Bara hanya akan meminta istrinya untuk mengasuh kelima anaknya Anak-anaknya butuh kasih sayang seorang ibu, apalagi putra bungsunya yang sama sekali belum merasakan kasih sayang seorang ibu. Maka dari itu Bara meminta Diana untuk segera menjadi istrinya, agar putra bungsunya bisa segera mendapatkan kasih sayang dari seorang wanita yang bisa dipanggil ibu nantinya. Diana terjingkat kaget, dia bahkan merasakan hatinya mencelos ketika melihat suaminya melakukan hal itu. Area inti Diana memang masih terasa sangat sakit, tetapi rasa sakitnya tidak sebanding dengan kata-kata yang sudah diucapkan oleh Bara. Apalagi kata talak yang sudah diucapkan oleh Bara, rasanya kata talak tiga itu seperti peluru yang ditembakan dan langsung menembus jantungnya. Rasanya tubuhnya begitu lemas, lututnya seakan kopong tidak bertulang. Untuk bangun saja terasa begitu sulit, dadanya bahkan terasa begitu sesak dan sulit untuk bernapas. Padahal, Bara sudah mengusir dirinya dari dalam kamar pengantin mereka. Namun, kakinya seakan sulit untuk melangkah. "Aww! Sakit sekali, Tuhan," keluh Diana ketika dia turun dari tempaat tidur. Area intinya terasa berdenyut ngilu ketika dia bergerak, setelah inti tubuhnya dikoyak oleh keperkasaan milik suaminya, kini dia harus pergi dari sana dalam waktu yang cepat. Diana terlihat turun dari tempat tidur dengan tubuh polosnya, dia hampir saja terjatuh karena area intinya begitu sakit. Bahkan tubuhnya terasa remuk akibat pergumulan panasnya dengan Bara. Namun, rasa sakit di tubuhnya seakan tidak berarti. Karena rasa sakit di dalam hatinya lebih dari apa pun, sangat sakit. "Kamu tega sekali, Mas. Aku tertipu dengan wajah tampan yang selalu terlihat perhatian itu," ucap Diana seraya terisak. Diana membuka kopernya, lalu dia memakai baju dan juga celananya. Setelah itu, dia merapikan kembali kopernya dan mengambil tas jinjing miliknya. Untuk sesaat, dia terdiam ketika melihat kamar pengantin tempat saksi bisu saat Bara sudah mengambil mahkotanya seraya mengatakan kata-kata sayang. Apalagi ketika dia melihat bercak darah yang terlihat mengering di atas sprei, rasanya hatinya benar-benar hancur karena sudah memberikan mahkotanya kepada suami yang tidak berakhlak seperti Bara. Padahal, dia begitu percaya kepada suaminya tersebut. Sayangnya dia telah tertipu, karena ternyata Bara menikahi dirinya hanya untuk menjadi Ibu dari anak-anaknya. Tidak lama kemudian, tatapan matanya tertuju pada bingkai kaca berisikan uang senilai $10223. Uang yang Bara berikan untuk maharnya kepada Diana. Diana terlihat gamang, haruskah dia mengambil bingkai kaca berisikan uang itu atau tidak. Namun, setelah dia pikir-pikir, lebih baik Diana mengambil uang itu. Karena uang itu adalah uang yang Bara berikan sebagai mahar untuk dirinya. "Sebaiknya aku bawa saja, lagi pula itu adalah hak aku. Kecuali yang ini," ucap Diana seraya membuka cincin kawinnya lalu menyimpannya di atas meja rias. Setelah itu, Diana terlihat menyimpan bingkai kaca bersihkan uang itu ke dalam kopernya. Karena menurutnya itu adalah haknya, miliknya yang sudah diberikan oleh Bara kepada dirinya. "Selamat tinggal, Mas. Terima kasih karena kamu sudah menunjukkan sikap asli kamu di awal pernikahan kita," ucap Diana seraya menahan sesak di dadanya. Setelah mengatakan hal itu, Diana nampak keluar dari dalam kamar pengantin dengan tertatih. Dia menarik koper dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya dia gunakan untuk mengelus dadanya yang terasa begitu sasak. Dia benar-benar tidak menyangka jika pernikahannya akan berakhir di malam pertamanya, padahal dia sudah membayangkan akan hidup bahagia bersama dengan Bara. Walaupun Bara merupakan duda yang sudah memiliki 5 anak, tetapi Diana begitu mencintai pria itu. Dia bahkan begitu menyukai kelima anak dari Bara yang ditinggalkan oleh istrinya itu. Diana bahkan sudah bertekad akan mengurusi kelima putra-putri Bara, walaupun nanti dirinya akan diberikan keturunan. Sayangnya, hal itu tidak akan pernah terjadi. Karena semuanya sudah berakhir, pernikahannya dengan Bara berakhir sebelum dua puluh empat jam. "Ya, Tuhan. Aku harus pergi ke mana? Kalau pergi ke tempat lain, ayah pasti akan menghawatirkan aku kalau pulang ke rumah---" Diama terlihat begitu gamang, dia ingin pulang tapi takut ayahnya akan kecewa dan sedih. Namun, jika dia pergi ke tempat lain dia takut ayahnya akan mengkhawatirkan dirinya. Dengan berat hati, akhirnya Diana memutuskan untuk pergi ke kerumah ayahnya. Karena rasanya itu adalah hal yang lebih baik, pulang ke kediaman orang tuanya sendiri. Walaupun dia tahu jika ayahnya pasti akan terluka dan sangat sedih, tapi Diana yakin jika dia sudah menceritakan semuanya ayahnya pasti akan mengerti. "Semoga ayah paham, maafkan aku ayah. Jika saja aku mendengarkan apa yang kamu ucapkan, pasti hal ini tidak akan terjadi," ucap Diana dengan air mata yang terus saja mengalir di kedua pipinya. Waktu menunjukkan hampir tengah malam, Diana benar-benar ketakutan. Karena dia harus pulang seorang diri, jarak dari hotel ke rumahnya lumayan jauh. Membutuhkan waktu sekitar 1 jam lamanya. "Ya Tuhan, apakah sudah malam seperti ini. masih ada taksi?" tanya Diana seraya mengedarkan pandangannya. Di saat dia sedang dalam kebingungan, seorang security menghampiri Diana. Dia tersenyum dengan sangat ramah seraya memperhatikan Diana dan berkata. "Nyonya mau ke mana? Ini sudah sangat malam, bukankah anda yang menikah tadi di ballroom hotel, ya? Kok sudah mau pergi saja? Pengantin prianya mana?" tanya security tersebut dengan tatapan menyelidik. Wajah Diana langsung memerah, dia merasa malu karena security tersebut mengenali dirinya. Padahal dia berharap tidak akan ada yang tahu akan apa yang sudah terjadi malam ini. "Ah, iya Pak. Saya mau pulang, ada sesuatu hal yang penting yang harus saya lakukan. Bisakah anda memesankan taksi untuk saya?" tanya Diana dengan kikuk. Diana sangat yakin jika security tersebut masih tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Diana, karena tidak akan ada pengantin wanita yang pergi di malam pertamanya sendirian. Security itu terlihat memperhatikan Diana dari ujung kaki sampai ujung kepala, tentu saja hal itu membuat Dia a benar-benar merasa risih. Apalagi ketika menyadari pandangan security tersebut yang terlihat begitu menyelidik, dia takut jika security itu akan berniat jahat terhadap dirinya. "Ehm! Bagaimana, Pak? Apakah anda bisa memesankan taksi untuk saya?" tanya Diana. Karena security tersebut hanya diam saja seraya memandangi dirinya dengan raut wajah yang tidak terbaca. Pria yang sedang asyik dalam lamunannya itu seolah tertarik ke alam nyata, dia tersenyum lalu menganggukkan kepalanya. "Ah, bisa Nyonya. Sebentar, kebetulan hotel kami bekerjasama dengan taksi online," ucap security tersebut. Diana bisa bernapas dengan lega, karena setidaknya dia bisa pulang ke rumah ayahnya dengan perasaan aman dan juga tenang. "Terima kasih," ucap Diana tulus. Tidak lama kemudian, taksi pun datang. Diana mengucapkan terima kasih beberapa kali kepada security tersebut dan segera pergi dari sana untuk pulang ke kediaman ayahnya. Sepanjang perjalanan menuju rumah ayahnya, Diama hanya terdiam dengan tatapan mata yang kosong. Dia tidak menyangka jika dirinya akan menjadi janda di malam pertamanya, dia tidak menyangka jika lelaki pilihan yang sudah dia bela mati-matian ternyata adalah lelaki berengsek yang hanya memikirkan dirinya sendiri saja tanpa memikirkan orang lain. 'Brengsek! Dasar lelaki brengsek!' rutuknya dalam hatiBeberapa bulan kemudian.Usaha toko kue yang dibuat oleh Diana, Aiden dan Bagas ternyata berjalan dengan lancar. Banyak pengunjung yang datang untuk membeli kue di sana, ada juga yang membeli kue dan menikmatinya di sana.Ya, mereka menyediakan beberapa meja dan juga bangku di depan halaman rumah sederhana yang Aiden beli. Bahkan, Aiden menanam banyak bunga di halaman rumahnya tersebut untuk mempercantik tampilan toko kuenya.Hal itu dia lakukan agar para pengunjung yang datang merasa sedang menikmati kue di sebuah taman, selain kuenya yang enak tempatnya juga terasa nyaman dan wangi bunga alami.Bahkan, Aiden memanfaatkan sedikit lahan yang masih ada di samping rumahnya untuk menanam sayuran hidroponik. Jika sayuran-sayuran tersebut sudah bisa panen, Aiden akan menjual sayuran tersebut ke pasar tanpa malu.Dia bertekad ingin menjadi seorang suami yang baik, suami yang bertanggung jawab terhadap istrinya. Terlebih lagi saat ini perut Diana sudah membesar, dokter berkata bulan depan ke
Aiden benar-benar merasa begitu bahagia karena dia kini akan menjadi seorang ayah, sebentar dia akan menimang buah hatinya dengan Diana.Pantas saja Diana di rasa berbeda, bentuk tubuhnya lebih berisi. Dua gunung kembar kesukaannya semakin padat dan besar, jika mereka sedang melakukan hubungan intim saja, milik Diana terasa lebih sempit dan juga legit.Awalnya Aiden mengira jika Diana terlalu banyak makan, makanya mulai bertambah bobot tubuhnya. Namun, dugaan Aiden ternyata salah.Diana berubah menjadi seperti itu karena ulah dari dirinya, karena dia yang selalu mengajak Diana untuk bercinta. Untuk merayakan hari kebahagiaannya Aiden ingin sekali mengajak istrinya untuk pergi jalan-jalan.Sayangnya, keadaan Aiden kini sedang di bawah. Aiden benar-benar harus ada dalam mode berhemat, karena uangnya sudah benar-benar menipis. Akhirnya, Aiden mengajak Diana untuk masuk ke dalam kamar.Setidaknya dia ingin mendapatkan pelukan hangat dari istrinya, dia ingin mendapatkan kecupan mesra dari
"Berteriaklah, karena tidak akan ada yang menolong kamu." Bara menatap wajah Diana dengan sengit."Lepaskan, Mas! Tolong lepaskan aku, aku---""Tidak akan! Kamu harus ikut ke dalam, kita akan menggugurkan bayi itu." Bara berusaha untuk menarik paksa tubuh Diana.Aiden yang menyaksikan akan hal itu benar-benar tidak terima, terlebih lagi Bara memperlakukan Diana dengan begitu kasar. Dia takut jika janin yang ada di dalam kandungan istrinya akan kenapa-kenapa.Di sana ada calon generasi penerusnya, walaupun kini keadaannya sedang terpuruk, tetapi setidaknya bayi itu yang akan menguatkan dirinya. Calon bayi itu yang akan memberikan dirinya semangat untuk mencari pekerjaan yang lebih baik untuk menghidupi Diana dan juga bayi mereka.Dengan sekuat tenaga Aiden berusaha untuk bangun, lalu dia melangkahkan kakinya untuk menghampiri Bara dan juga Diana. Dia buang masker dan topinya, tanpa aba-aba Aiden langsung memberikan bogem mentah tepat di rahang Bara."Argh!" teriak Bara dan juga Diana s
Aiden terdiam di balik gerbang seraya memperhatikan apa yang dilakukan oleh Diana dan juga Bara, dia juga menajamkan pendengarannya agar bisa mendengar apa yang akan diobrolkan oleh Diana dan juga Bara.Walaupun jantungnya berdebar dengan begitu kencang, tetapi dia berusaha untuk menenangkan hatinya dan juga pikirannya.Pernah diselingkuhi oleh Angel, tentu saja hal ini membuat dia bisa berusaha untuk bersikap lebih tenang walaupun memang hatinya merasa begitu was-was.Dia memang bisa berusaha untuk menenangkan hatinya, tetapi tubuhnya bergetar dengan begitu hebat. Lututnya terasa begitu kopong dan sulit untuk digerakkan, dia hanya bisa duduk seraya menyandarkan punggungnya pada gerbang yang ada di sana."Ayo Diana, Sayang. Kita masuk ke dalam, aku sudah tidak sabar ingin berbicara dengan kamu. Aku sudah tidak sabar untuk melepas rindu dengan kamu, bukankah kamu datang untuk melepas rindu denganku?" tanya Bara dengan begitu percaya diri.Diana masih terdiam seraya menatap wajah Bara d
Pagi ini wajah Aiden terlihat lebih sumringah, tentu saja hal itu terjadi karena dia sudah mendapatkan servis terbaik dari istrinya. Walaupun memang istrinya sempat menolak untuk naik ke atas tubuhnya, tetapi dia merasa puas dengan pergulatan panas pagi ini.Selepas sarapan pagi, Aiden kembali bersiap untuk pergi. Walaupun perusahaan Roderick tidak bisa diselamatkan, setidaknya dia ingin mencari pekerjaan baru.Tidak mengapa baginya jika harus merintis dari awal, dia tidak keberatan jika harus bekerja di perusahaan orang lain. Yang terpenting baginya, dia bisa menafkahi istrinya, Ia harus bisa membiayai kehidupan mertuanya.Setelah selesai bersiap, Aiden terlihat hendak keluar dari dalam kamarnya. Namun, niatnya dia urungkan karena mendengar ponsel milik istrinya berdering. Aiden menata ponsel milik istrinya dengan dahi yang mengernyit dalam, karena di sana tertera nomor yang tidak dia kenal.Tidak lama kemudian, dering ponsel itu pun berhenti. Namun, satu pesan chat masuk ke dalam po
Pagi-pagi sekali Diana sudah terbangun dari tidurnya, dia tersenyum karena ternyata Aiden masih terlelap di dalam pelukannya. Sudah dua hari dia tidur tanpa suaminya, malam ini rasanya dia begitu senang karena bisa tidur kembali dengan Aiden.''Selamat pagi, Sayang." Diana mengecup bibir Aiden dengan penuh cinta, tangan Diana bahkan terlihat mengusap dada suaminya.Rindu?Tentu saja Diana begitu rindu terhadap suaminya, pria yang sudah memperistrinya tanpa melihat kasta. Aiden begitu tulus mencintai Diana, Aiden bahkan begitu baik dalam memperlakukan bapaknya.Aiden yang mendapatkan perlakuan seperti itu langsung membuka matanya, dia tersenyum dengan begitu manis ketika melihat wajah Diana.Wajah wanita yang selalu dia rindukan, wajah wanita yang selalu membuat dirinya bersemangat dalam menjalani hari-harinya."Kamu sudah bangun?" tanya Aiden.Melihat raut wajah Diana yang baik-baik saja Membuat Aiden bisa bernapas dengan lega, padahal dia sempat berpikir jika Diana akan kecewa karen