Share

1. Incident

"Ketakutan terbesarku adalah... Tidak bisa menjaga dia."

•••

Suara petir menggelegar sangat kencang di luar sana, di sertai angin dan hujan yang turun dengan lebat.

"Reyyan, apa itu sebutan darimu untuk bocah laki-laki berbakat ini?"

Lelaki itu tersenyum miring.

"Hei, Kenapa kamu begitu takut melihatku?"

Laki-laki itu menggores kuku telunjuknya pada rahang bocah laki-laki ini.

Dia menengok ke arah kiri tapi sedetik kemudian kembali menengok ke arah bocah itu dengan smirk yang ada di wajahnya.

Dengan suara rendah dia berucap "kamu tau apa yang aku benci?"

Bocah itu hanya diam ketakutan.

"Aku benci seseorang yang sok ikut campur dengan urusanku."

"dengan kata lain aku benci di protes."

"tapi kau lihat disana?"

Lelaki itu mengarahkan rahang bocah itu ke kiri, disana terlihat ibunya yang dirantai lemah tak berdaya.

"Seorang yang menganggap dirinya hebat, tapi dia malah terkurung seperti tikus percobaan." Lelaki itu tertawa kencang.

"Dan lihat dibelakangnya!" bocah lelaki itu melihat ke arah belakang, tempat kurungan yang lebih besar.

"Aku masih berbaik dan berbelas kasih pada keluargamu, untuk tidak mengurungmu juga." ucapnya dan balik ke tempat duduk persinggahan nya.

"Tapi aku ingin tau, hal apa yang bisa kau lakukan untuk mereka?"

Bocah laki-laki itu hanya diam membisu.

"Oh, sepertinya tidak ada hal yang bisa kau lakukan. SIKSA MEREKA!!" teriak laki-laki itu dengan lantang.

"AH!! kumohon! Jangan bawa Reyyan kesini!! Pergi nak! Pergi yang jauh! Kau tak harus melihat ini!!"

"HAH!" lelaki itu terbangun sampai terduduk dengan nafas tersengal-sengal.

Dia memijit pangkal hidungnya, merasakan pusing akibat bangun tidur secara tiba-tiba.

"Mimpi itu lagi." Pikirnya kesal.

Ruangan kamar yang gelap dan hampa, serta jendela kamar yang terbuka setengah membuat angin masuk dengan kencang, dilihat-lihat seperti suasana kamar yang horror.

Ya, itulah kamar dari seorang Reyyan.

Seorang laki-laki yang hidup di Apartemen sederhana.

Walaupun begitu dia bisa dibilang pria yang bersih, bisa diliat dari kamar tidurnya. Walaupun dia tidak rajin membersihkan sarang laba-laba dan juga debu di lemarinya.

Dan juga meja belajarnya.

Okay, Cukup Rapih.

Dia menghela nafas sambil berbaring kembali di atas kasurnya, selimutnya dia naikkan sampai dada.

Dia memejamkan matanya, berusaha menghapus mimpi buruk itu dan mencoba tidur kembali.

•••

"Laura!! Sini deh."

Merasa terpanggil, gadis itu segera menemui si pemilik suara.

Laura belum sempat menyapa balik dan sekumpulan gadis itu langsung menyodorkan beberapa pertanyaan kepada Laura.

"Yah gimana nih? Lo lupa downloadin film yang gue minta ya?" gadis bernama Resya berucap dengan nada memelas.

"Lo bakalan traktir kita terus kan ra?!" Ucap wanita satunya bernama Shasha dengan histeris.

"Iyalah Sha! Kan Laura selalu gitu sama kita!" lanjut wanita satunya Riri dengan senyum sumringahnya.

"Gimana ra! Filmnya ada ga?" Tagih Resya lagi.

"Ada kok, nih." Laura langsung memberikan Flashdisknya pada Resya.

"Filmnya ada disitu semua." Laura tersenyum paksa.

"Wah! Laura baik banget!!" Resya mejerit bersemangat, matanya sampai berbinar-binar.

"EH EH ADA APAAN NIH?!" Eren langsung muncul sambil merangkul leher Laura.

"Eh aduh kecekik." Laura memegang tangan Eren yang merangkulnya terlalu kuat.

"Eh maaf." Eren langsung melepaskan rangkulannya dan menatap sekumpulan gadis-gadis itu dengan mata tajamnya.

"Gue bilangin dari kemarin ya! lo ga ada henti-hentinya ngusik dia! Ada masalah hidup ape si lo pada?!" Betawinya Eren keluar.

"kita kan cuman minta film sama dia" nyinyir Caca.

"Gue bilangin ke lo lagi ya! Awas aja gue liatin lo pada masih ngusik dia!"

"Ye! Orang Lauranya aja gpp, kenapa lo yang sewot?!" Resya mulai terpancing.

"Ren udah." Bisik Laura.

"Besok kalo gue liat masih ada yang ngusik dia! Liat aja." Eren mengancam sambil tersenyum smirk.

"Udahlah yok cabut." Eren merangkul Laura membawanya pergi dari kerumunan para gadis itu.

"Lo kenapa sih? Di tindas, dipalakin begitu diem aja?" Tanya Eren kesal setelah beberapa meter jauh dari kerumunan gadis itu.

"Uhmm... Kenapa ya? Alasannya sama mungkin." Laura menjawab enteng.

"Lo ga sanggup nolak mereka?"

"Iyalah, lo liat aja gue dipojokin sama 10 orang dan ditagihin film, gimana ga stress gue."

Eren terkekeh kecil.

"Kan ada gue." Jawabnya santai.

"Gue ga mau ya ngelibatin orang lain di masalah gue."

Alis Eren berkerut tidak suka.

"Ngelibatin apaansi, lo temen gue Laura ya masalah lo masalah gue juga, masalah Rika dan Oca juga! Kita ini kan sahabat."

Laura tersenyum sambil menggeleng-geleng

"Tetep aja gue ga suka."

"Udeh-udeh, gue bilangin ya kita ga merasa terbebani, sesulit apa masalah lo itu, lo bisa Free cerita ke kita oke? Pliss jangan ada yang lo pendem sendiri lagi kayak hari ini." Eren berucap sambil merangkul pundak Laura.

Laura tersenyum tipis.

"Makasih, Eren."

•••

Bell istirahat pun berbunyi.

4 sejoli itu langsung berlari ke arah kantin yang sudah penuh dengan manusia-manusia kelaparan.

Mereka berempat langsung mengambil nampan dan mengantri untuk dibagikan makanan.

Setelah mengantri panjang, mereka mendapatkan makanan mereka. Laura yang selalu tak lupa akan susu kotak stroberi yang dia suka, dia segera mengambil susu kotak stroberi di lemari pendingin minuman samping antrian makan.

Setelah berhasil mengambil susu kotaknya, Laura berjinjit berusaha mencari tempat duduk. Teman-temannya juga mengikuti apa yang Laura lakukan.

"Eh itu dia ada yang kosong! Cepet kesono sebelum diserobot orang!" Laura paling histeris sendiri, dia langsung mendahului temannya menuju tempat yang dia tunjuk.

Setelah duduk dibangku kosong itu, Laura bernafas lega. Tanpa sadar dia menaruh Nampannya dengan kasar sehingga susu yang berada di atas nampan nya jatuh ke lantai.

Tapi tiba-tiba ada tangan yang sangat cepat mengambil susu itu yang hampir jatuh ke lantai.

Laura terkesiap kaget.

"Hati-Hati."

Ucap pria itu sambil menaruh kembali susu milik Laura di atas meja.

Laura hanya diam memandang wajah lelaki itu yang langsung berlalu setelah mengatakan dua patah kata.

Laura terasa sangat familiar.

Seketika Laura sadar, pria itu. Pria yang melindunginya dari jatuhnya tumpukan buku di perpustakaan.

"Dia lagi?" Ucapnya dalam hati bingung.

•••

"Eh, yang tadi dikantin tuh sapa?" Eren mulai kepo.

Dia menyenggol bahu Laura tak henti-hentinya.

Laura berdecak malas.

"Ga tau, orang sokenal." jawab Laura malas.

Sekarang mereka sedang duduk dibangku yang berada di dekat lapangan bola basket.

"Heh, ga boleh ngomong gitu. Dia ganteng loh." Rika ikut nimbrung sambil menangkup wajahnya dengan kedua tangannya dan tersenyum manis.

Laura hanya melirik dan memutar kedua bola matanya.

"Yaudah buat elo aja." Laura semakin bete.

"Lah, ngapa ni anak. Lagi badmood bu?" Rika terus menggoda Laura.

"Diem ah, Rik. Gue lagi sebel." bibirnya memberengut kesal.

"Sebel kenapa?"

"Sebel karena penasaran." Cetus Laura dengan sangat jujur.

"Ohhhhhhhhhhhhhhh...."

Rika mulai menggoda Laura lagi.

Laura panik "Eh-eh, bukan gitu! Bukan gitu maksud gue!!"

Eren merangkul leher Laura "Udah, gue tau lu tertarik kan sama dia."

"Matamu, tertarik."

"Lah, tadi penasaran kenapa dong?" Eren melirik Laura.

"Makannya, lu orang dua dengerin gua dulu!" Laura menarik nafas dan mulai menjelaskan.

Eren dan Rika saling berpandangan Aneh mendengar penjelasan dari Laura.

"Jadi, maksud lu dia kayak superman?"

Rika tertawa terbahak-bahak mendengar penuturan Eren.

Laura berdecak sebal "Bukan! Ish, lu mah ga akan ngerti deh."

Eren terkekeh ringan, "Iya si gue ga paham sama cara bicara lu. Mana ada manusia di zaman modern begini yang bisa begitu."

Laura hanya tersenyum tipis mendengar pendapat yang temannya berikan. Dia tau kalau dia cerita pasti akan berakhir seperti itu jadi dia diam saja.

"Tapi gua ngerasa Aneh gitu, yang nyelametin gue. Dia mulu, Dan abis nyelametin pergi gitu aja, ga ngomong atau basa basi. Dari mana? Dari planet mana? Apa motivasi dia nyelametin gue mulu."

"Setiap abis nyelametin gue, dia malah ngatain gue atau nasihatin gue" Laura masih ingat perkataan laki-laki itu di perpustakaan dan dikantin.

"Terus dia pergi, mukanya kek batu. Ga ada ekspresi."

Laura berdecak sebal "Padahal gue benci orang yang ga ada basa basinya ke gue. Kek stranger tapi malaikat, cuman bedanya muka batu dan bisu."

Eren berdehem "Awas, jangan-jangan bukan manusia lagi." bisiknya ditelinga Laura.

Laura langsung melotot ke arah Eren.

"Heh! Enak aja!"

"Iya, kalo dia ternyata bukan manusia gimana dong ra?" Rika mulai ikut-ikutan.

Laura gantian menatap Rika tajam. "Bukan manusia, gimana maksud lo?"

"Ya, kalo dia Vampir? Kan bisa aja."

Laura terdiam.

Dia langsung membayangkan hal-hal aneh.

Vampir

Vampir

Vampir

Dia membayangkan dirinya yang akan jadi buah santapan lelaki itu sebagai hadiah terimakasih, karena telah melindunginya terus menerus.

Atau

Lelaki itu melindungi Laura, karena lelaki itu tertarik dengan darah Laura.

"Iya ya, kalo dia Vampir gimana?" Ucap Laura ragu-ragu.

"Hayolo." Hati Laura mulai tidak tenang.

"Eh! Itu kan Oca!" Eren menunjuk gadis yang sedang berjalan di pinggiran lapangan basket sendirian.

"Eh, iya! Panggil tuh suruh kesini!" Ucap Rika bersemangat.

Laura menatap Oca dan merasakan sesuatu yang aneh akan hadir di dekat Oca.

Dan ternyata benar, bola basket melambung dengan tinggi ke arah Oca.

Hanya Laura lah yang menyadari itu.

"OCA AWAS!!" Laura berteriak kencang lalu berlari ke arah Oca.

BRAK!!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status