Share

2. Pria Misterius

"Maaf telah melibatkanmu."

•••

Brak!!

Satu tangan kokoh berhasil menangkap bola basket yang melambung ke arah Oca dan Laura.

"AH!" Satu lapangan teriak dan terkejut, karena dengan hitungan 1 detik bola itu bisa Langsung mengarah ke kepala mungil Laura.

Kedua sahabatnya Eren dan Rika ikut terkejut, Eren menutup mulutnya dengan kedua tangannya dan Rika membiarkan mulutnya menganga lebar melihat kejadian tadi.

Mereka tidak menyangka, yang menyelamatkan Laura dan Oca adalah seorang Laki-laki yang diceritakan Laura tadi.

Bisikan-bisikan mulai berdatangan dari siswa atau siswi yang berada di lapangan tersebut.

"Eh, lu kenal dia?"

"Engga, tuh keknya baru liat. Anak kelas berapa si dia?"

"Ternyata, disekolah kita. Kita punya murid ganteng."

"Awto, Stalking nih."

"Eh, namanya siapa si? Ganteng banget masyaallah."

"Gila, cool abiezzz."

"Lo gapapa?" laki-laki itu berucap sembari memandang ke arah Laura, wajahnya menyiratkan kekhawatiran dia tak mempedulikan bisikan orang-orang yang ada disekitar.

Laura yang fokus mendengar bisikan murid disekeliling teralihkan oleh pertanyaan yang dilontarkan oleh lelaki di hadapannya.

Dia cukup terkejut langsung di tanya begitu.

Dengan kagok dia menjawab "E-eh iya gue gapapa kok."

Terlihat Oca kebingungan tapi merasa berterima kasih juga telah diselamatkan oleh sahabatnya dan seorang lelaki yang tak ia kenal.

Oca yang baru sadar jatuh di pangkuan Laura segera cepat-cepat bangkit. Laura terlihat susah untuk berdiri, tangannya terulur meminta bantuan Oca untuk menariknya berdiri.

Lelaki itu, yang melihat luka gores di kaki Laura segera menarik uluran tangan Laura dengan kasar.

"Aw! Pelan-pelan dong." Protes Laura berusaha berdiri dengan benar agar tak oleng kembali.

"Ikut gue." Ucapnya Serius.

Tangan Laura di tarik menuju bangku+Meja yang ada di pinggir lapangan.

"Aduh, jangan tarik-tarik. Kaki gue sakit." Keluh Laura yang larinya tertatih-tatih.

Setelah sampai sana, dengan satu gerakan Lelaki itu berhasil menggendong badan Laura menempatkannya di atas meja.

Yang digendong memunculkan wajah semburat merah menahan malu, seluruh badannya kaku saat dirinya diangkat dan di dudukan di atas meja.

Laura melihat sekeliling, terlihat pandangan terkejut dan death glare memenuhi satu lapangan ini.

Lelaki itu tak mempedulikan keadaan sekitar, yang dia pedulikan sekarang adalah Luka nya Laura.

Dia berjongkok untuk melihat luka yang berada di samping lutut Laura.

"Aw!" Laura merintih kesakitan ketika Lelaki itu mencoba menyentuh lukanya.

Laura menunduk melihat segala gerak-gerik yang dilakukan cowo itu, entah kenapa dia bisa menyimpan betadine dan plester yang berada di dalam saku nya.

Dengan sangat amat perlahan lelaki itu membalurkan betadine ke arah luka milik Laura.

"Hati hati, jaga diri sendiri aja belom bisa, ini udah sok-sok an ngelindungin orang lain." celetuk laki-laki ini dengan Nada Sarkasnya.

Laura tak mendengar Ucapan nya, dia malah salah fokus. Tatapan-nya terpana melihat bagaimana Lelaki itu dengan sangat hati-hati menempelkan plester ke arah luka nya.

Tanpa sadar, Laura menggumamkan satu pertanyaan.

"Kamu ini siapa?" Gumamnya kecil masih sambil terpana dengan gerak-gerik yang dilakukan lelaki itu.

Lelaki itu, yang mendengar gumaman Laura hanya tersenyum kecil diam-diam.

"Udah ni, luka lu. Lain kali hati-hati." Ucap lelaki itu tak menggubris pertanyaan dari Laura.

Lelaki itu kemudian bangkit memandang sekilas ke arah Laura, lalu pandangannya berbalik menuju ke arah Oca.

"Lu gapapa kan?!" Teriaknya memastikan karena jaraknya yang cukup jauh dari tengah lapangan tempat Oca berdiri.

"I-iya gapapa." Jawab Oca gugup.

Lelaki itu mengangguk "Okey" Dia bergumam sembari menghela nafas lega, kemudian berjalan menjauh dari hadapan Laura.

Laura yang sedari tadi melihat gerak-gerik Lelaki itu yang berangsur-angsur menjauh membuatnya melekukan bibirnya kebawah, karena tak melihat punggung laki-laki itu lagi.

"Yah, hilang lagi deh." Gumamnya sedih.

Kemudian seisi lapangan kembali Normal, Eren dan Rika menghampiri Laura begitupun dengan Oca.

"Lu gapapa ra?! Ya ampun! Sumpah cowo yang tadi sih ganteng banget!" Rika mulai heboh.

"Iya, gue liat kayaknya dia cowo yang ada di kantin tadi bukan si? Yang nolongin lo juga?!" Eren ikutan histeris.

"Nah itu!!" Gantian Laura berteriak histeris sambil menujuk Eren, membuat ketiga temannya terkejut.

"Lo ngerasa aneh ga si? Yang dateng dia mulu?" lanjutnya.

Oca mendadak bingung. "Hah dia mulu?"

"Alah, itu palingan cuman sugesti lo aja ra." celetuk Rika langsung tak percaya.

"Iya, bisa aja dia lagi kebetulan deket sama tempat lo. Makannya dia bisa langsung nolongin lo!" Eren setuju dengan pernyataan Rika.

"Ih, ga gitu guys! Dahlah..." Laura malas, pandangannya dia alihkan ke tempat lain.

Mau bagaimanapun juga, teman-temannya tak akan mengerti sebelum merasakannya sendiri.

"Yaudah, dari pada pusing ke kelas aja yuk." Ajak Oca, ketiga sejoli itu mengangguk.

Eren dan Oca membantu Laura berjalan untuk sampai ke kelasnya.

•••

"Aku pulang..." Laura membuka pintu besar rumahnya yang kosong.

Suaranya menggema tapi tak ada satupun jawaban dari dalam.

"Eh! Anak mama, udah pulang." Ibunya dari atas tangga, tersenyum menyambut kehadiran putrinya.

"Eh, itu kenapa kaki kamu?!" Nadanya berubah jadi kesal setelah melihat jalan Laura yang tertatih sedikit dengan luka plester di kakinya.

"Gapapa ma." Laura berucap pelan hendak melewati ibunya, tapi ibunya menghalangi jalan Laura.

Ibunya menatap tajam ke arah Laura, meminta penjelasan.

"Uhm... Ada sedikit Incident disekolah tadi." Jelas Laura.

"Kamu di bully lagi?! Atau ada yang sengaja lakuin sesuatu ke kamu?!" Ibunya mulai kesal dan menuduh hal yang tidak-tidak.

"Engga ma." Laura pasrah berucap dengan nada lemah dan lanjut berjalan menuju kamarnya yang berada di atas.

•••

2 Minggu kemudian...

Laura asik duduk di depan teras rumahnya, sambil membuka buku novel bertema Fantasy.

Akhir-Akhir ini Laura tidak pernah bertemu lelaki itu lagi, bak di telan bumi seluruh sekolah dia cari tapi tetap tidak ketemu.

"Yah, mungkin belom jodoh..."

Begitulah, kata orang.

Mungkin, karena jarang ada hal buruk yang menimpanya jadi dia juga jarang bertemu lelaki itu.

"Laura!! Lauraa!!" Teriak Ibunya dari dalam rumah.

Laura berdecak sebal, Ibunya mengganggu ketentraman nya membaca buku.

"Ada apa ma?" Jawabnya menengok kearah ibunya dengan malas.

"Ini apa?!" Ibunya memberikan kertas ujian Fisika miliknya.

Laura langsung terdiam, dia menggigit bibirnya takut-takut dan matanya bergerak tak menentu berusaha mencari alasan.

"Umm... I-itu--"

"Nilai Kamu merah lagi!!" ibunya langsung memotong ucapannya dan melempar kertas ujian itu tepat didepan wajahnya.

"Kenapa sih? Kamu ga bisa nurut sekali aja sama mama!!"

"Belajar Laura belajar! Pahami apa yang ga kamu pahami! Lihat! Nilai Mtk, fisika, kimia kamu merah semua! Anjlok semua!!"

"Mama bakalan bilang apa nanti ke Papa?!! Kamu mau dipukul Papa lagi?!"

"Kenapa sih Laura? Kamu lebih seneng nyiksa diri kamu ketimbang nurut sama omongan mama!"

"Coba kamu bisa kayak Kak Dion sedikit aja! Kamu ikutin jejak dia yang bisa bawa nama Papa kamu jadi besar dengan prestasinya!"

Laura bangkit mengepalkan tangannya kesal.

"Yang mama Banggain Kak Dion, Kak Dionn terus! Mama ga pernah ngeliat aku!! Emang Anak Mama cuman Kak Dion!" Laura berteriak menahan air matanya untuk keluar.

"Berani kamu ngomong kayak gitu ke Mama?! Mama ini sayang sama kamu! Mama bela-belain ngelindungin kamu dari Papa! Tapi apa?! Kamu sama sekali ga pernah mau dengerin kata Mama sedikit aja!"

"Dengerin?! Bahkan mama ga pernah sama sekali ngeliat potensi yang aku milikin! Penghargaan yang aku punya! Apa mama ngeliat aku?! Enggak!" Laura berteriak sedih.

Air mata mulai membasahi kedua pipinya, dengan cepat dia mengambil kertas ujiannya yang tergeletak dibawah dan berjalan masuk kedalam rumah.

"Pokoknya mama ga mau tau!! Kamu harus benerin Nilai kamu! Biar kamu ga kena pukul Papa lagi!" Teriak ibunya marah yang tak digubris sama sekali oleh Laura.

"Persetanan Nilai, aku lebih baik dipukul daripada dipaksa melakukan hal yang tidak kusukai." Laura berucap kesal dalam hati,sambil berjalan cepat menaiki anak tangga menuju kamarnya.

•••

Laura menghela nafas sedih melihat nilai mapel yang tidak disukainya.

75,70,65.

"Bahkan kalau nilainya 80 atau 90 semua pun mama ga bakalan mandang nilai itu sempurna." Laura berucap sambil tersenyum pahit.

Dia menaruh kepalanya di atas meja, matanya tak sengaja melihat penghargaan Sastra yang dia miliki di dalam lemari miliknya, lalu dia menghela nafas sedih.

Berjibun-jibun Piala ada disana, tapi yang paling banyak Piala yang dia hasilkan dari menulis Puisi, Sastra, membaca puisi, musikalisasi Puisi.

Sebetulnya mimpinya mudah dan hanya satu.

Bisa menjadi penulis yang bebas, itu yang dia impikan.

Bebas dengan artian dia bisa pergi kemana saja, menulis kejadian apa saja yang telah dia jumpai.

Tapi kedua orang tuanya, membuat mimpinya menjadi rumit.

Harus masuk fakultas kedokteran, harus bisa angkat Piala Sains internasional, Olimpiade lomba matematika.

"Arghhh..." Kesalnya sambil mengacak-acak rambutnya.

"Otak gue tuh ga nyampe gitu, ga nyampe itung-itungan kesana. Kenapa mesti dipaksa gitu." Ocehnya kesal sambil mengusap wajahnya kasar.

Lalu Matanya memandang langit malam yang gelap, bertabur bintang-bintang.

"Lo kemana lagi, gue cariin ngilang ga dicariin muncul terus." Tiba-Tiba dia berucap dalam hati, penasaran akan keberadaan lelaki itu.

"Apa gue mesti bunuh diri dulu, baru lu dateng nyelametin gue?" Pikirnya makin tidak jelas.

Lalu pikiran bodohnya pun datang.

"Iya! Gue bunuh diri aja! Cape gue hidup begini, berasa bukan anak, punya orang tua berasa punya orang tua tiri." Pikiran idiot Laura muncul saking Stress nya.

Lalu dia tersenyum tak jelas, membayangkan esok hari dirinya bunuh diri dan bereinkarnasi menjadi gadis yang hidupnya sederhana dan disayang kedua orang tuanya apa adanya.

•••

Keesokan harinya...

Laura masih dengan pemikiran bodohnya itu pergi menaiki tangga menuju lantai paling atas sekolahnya.

Tekadnya untuk bunuh diri sudah kuat, entah apa yang ada dipikiran gadis itu sehingga dia benar-benar bertekad ingin bunuh diri dan tidak bisa berfikir jernih.

Setelah sampai lantai paling atas, dia membuka pintu keluar gedung.

Diluar gedung dia merasakan angin kencang berhembus kearahnya, dia merentangkan kedua tangannya dan menarik nafas sekuat-kuatnya.

"tenang banget disini." Pikirnya senang.

Lalu matanya terbuka, kemudian pupil matanya melebar menandakan dirinya kaget.

Laura kaget Karena dia melihat sosok laki-laki yang dia kenal, postur tubuhnya terlihat familiar berdiri di ujung gedung dengan kedua tangan berada di saku celana nya.

Laki-laki itu dengan perlahan berputar 90° badannya ke arah Laura, lalu kepalanya menengok ke belakang. Matanya menatap tajam ke arah Laura.

"Mau ngapain?"

Dua kata yang keluar dari mulutnya cukup membuat Laura terdiam membeku disana.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
belum juga mau koncat udah ketauan duluan wkwkkw
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status