Share

Lebih Jauh Tentang Mereka

     Suara wanita itu terdengar nyaring di telinga Marco sampai-sampai membuatnya terbangun dari tidur pulasnya. Marco yang terkenal dysania yaitu susah bangun tidur akhirnya membuka matanya perlahan-lahan matanya melirik-lirik keadaan sekitar sembari mengumpulkan nyawanya kembali. Katika suara yang  memanggil-manggil namanya itu menghilang sekita telinga Marco merindukan suara lembut itu. Tubuh yang sejak tadi terbaring kini mulai bangkit berdiri kemudian kakinya menekuk dan melompat keluar dari truck sampah itu.

“Kau ini berisik sekali.” Marco menegur wanita itu.

Kepalanya terangkat lalu menghadapkan wajahnya yang sedih itu ke wajah Marco. Mulutnya yang masih monyong, matanya berkaca-kaca, dan hidungnya mengeluarkan sedikit ingus.

“Ahahaha sepertinya aku salah menilai wajahmu. Tadinya aku berpikir kau ini cantik tapi sekarang-“ Gelak tawa tidak tertahan ketika melihat wajah wanita itu.

     Sebelum menyelesaikan kalimatnya wanita itu langsung berdiri dari tempatnya kemudian berlari ke arah Marco. Ia merengkuh tubuh Marco lalu di dekapnya erat-erat mengisyaratkan penyesalan karena telah meninggalkannya. Rasa hangat menyelimuti tubuh Marco seiring dengan gerakan tangannya yang secara refleks melingkar di tubuh wanita itu sambil mengusap-usapnya.

“Sudah... sudah… jangan menagis cup.. cup.. cup..” Marco berusaha untuk menenangkannya.

Wanita itu semakin larut dalam kesedihannya. Tangan Marco memegang kepala wanita itu sambil mengeles-elus rambutnya seperti kucing Persia yang lembut.

“Hey seharusnya aku yang menangis bukan kau, aku yang tersesat di tempat ini selama empat jam tanpa petunjuk sama sekali.” Marco ikut merengek.

“Maafkan aku.” Mulut wanita itu akhirnya mengeluarkan suara.

“Memangnya kau salah apa?” Marco bertanya.

“Maaf karena telah meninggalkanmu tadi.” Lagi-lagi wanita itu meminta maaf.

“Ohiya mengapa kau meninggalkanku hah?” Marco meminta keterangan kepada wanita itu.

     Wanita itu hanya terdiam dan membisu kemudian melepaskan pelukannya yang sejak tadi menempel erat di tubuh Marco. Dengan hati yang tulus Marco ternyesum padanya sambil mendekatkan wajahnya yang cukup menyeramkan ke wajah putih bersih wanita itu. Fenomena yang terjadi kala itu seperti gerhana dimana matahari menggambarkan wajah Marco yang berwarna kuning langsat sedangkan wajah putih bersinar wanita itu menggambarkan bulan purnama.

“Terima kasih.” Marco medekatkan wajahnya sambil berbisik.

“Kenapa?” Wanita itu mulai kebingungan.

“Karena kau telah membantuku.” Marco menjawabnya.

“Heh? Aku sama sekali belum melakukan apa-apa.” Wanita itu menyangkal.

“Tetapi kau berniat untuk melakukannnnya kan?” Marco merasa yakin.

Sejenak wanita itu terdiam mencoba untuk mencerna percakapannya dengan Marco.

“Ohiya ngomong-ngomong kita belum saling kenal kan? Baiklah perkenalkan namaku Marco dan aku akan-“ Ucapan Marco tertahan.

“Cukupppp aku sudah tahu namamu, kita sudah berkenalan tad.i” Wanita itu memotong.

“Astagaaa aku lupa hehe. Ettt tunggu dulu aku juga lupa namumu maaf yah.” Sambung Marco.

“Tentu saja kau tidak tahu. Aku kan belum memberitahumu.” Wanita itu menghadapi sifat Marco yang rada kurang cerdas.

“Hahaha kau ini lucu yah.” Marco menertawai gadis itu.

“Hah? Kau saja yang aneh dan pelupa.” Wanita itu sebal kepada Marco.

“Baiklah aku akan mendengarkanmu.” Sifat dewasa Marco keluar.

     Perasaan wanita itu terguncang setelah mendengar apa yang barusan Marco katakan. Ingatan masa lalu menghalangi kesadarannya wajah Ibu nya terbayang seketika bersama memori ingatan masa lalunya dimana dirinya menangis di dalam kamar menutupi wajahnya dengan bantal sambil meraung-raung. Tiba-tiba pintu kamarnyaa terbuka terdengar suara langkah kaki yang tidak asing lagi seseorang itu adalah Ibunya. Sesampainya di samping tempat tidur  ia pun duduk menemani putrinya yang terus-terusan bersedih.

“Tenang-sayang tenang Ibu ada disini untuk mendengarkanmu.” Belaian Ibu berusaha menenangkannya.

“Aku di jauhi teman-temanku Mah.” Wanita itu menceritakan masalahnya.

“Memangnya kenapa sayang? Masa anak Ibu yang cantik ini di jauhi teman-temannya.” Ibunya bertanya dengan nada yang lembut.

“Mungkin karena aku pemalu Mah setiap mereka berbicara ke aku bibirku tertutup tidak menjawabnya. Mungkin mereka menganggapku sombong.” Curhatnya.

“Rasa malu itu bukan suatu kesalahan sayang. Kamu hanya perlu sedikit lebih berani lagi.” Sambung Ibunya.

“Terima kasih Mah.”

“Sama-sama sayang.” Ibunya tersenyum. “Kalau kamu punya masalah ceritakan saja kepada Ibu. Ibu pasti akan mendengarkanmu.” lalu menyarankan sambil tersenyum.

Ingatan itu akhirnya memudar membuat wanita itu kembali sadar. Marco melambai-lambaikan tangannya di hadapan wanita itu berharap ia berhenti melamun.

“Haloo apa ada orang di dalam?”

     Mata wanita itu mengikuti gerakan tangan Marco menandakan bahwa ia telah sadar. Marco merasa lega sambil mengelus-elus dadanya, beberapa saat legang tidak ada interaksi di antara mereka berdua. Wanita itu mulai angkat bicara.

“Perkenalkan namaku Cecilia Jhon.”

“Terus?” Marco lagi-lagi memberikan pertanyaan yang membingungkan.

“Ya terus?”

“Terus aku harus memanggilmu apa? Cecil, Cecilia, Lia, atau Cilia?

“Orang-orang biasa memanggilku Cecil”

“Baiklah Cecil” Marco mengiyakan.

     Setelah melewati proses perkenalan yang rumit mereka berdua pun saling mengenal. Ada banyak sekali pertanyaan di dalam otak mereka tetapi kondisi sekarang kurang mendukung. Cecil dengan terbata-bata mengajak Marco bercengkrama di tempat khusus seperti cafe atau restaurant.

“Lebih baik kalau kita ke café atau resto saja yah.”

“Hmm baiklah.” Marco mengiyakan rencana itu.

     Mereka pun meninggalkan tempat di mana mereka bertemu tadi. Mata Marco tak henti-hentinya mendongak ke atas memperhatikan gedung-gedung megah yang berdiri kokoh, senyumannya selalu mekar sepanjang jalan layaknya anak yang baru pertama kali di ajak ke Mall oleh Ibunya. Orang-orang yang melihat mereka pasti berpikir bahwa mereka adalah sepasang kekasih yang lagi berkencan sedangkan Cecil terus memikirkan segalanya tentang Marco seperti siapa dia sebenarnya, dimana tempat tinggalnya, kenapa dia sangat polos, dan wajahnya yang terpatri banyak luka memar dan plester obat yang ada dihainya itu. Intinya pria itu sangat misterius.

***

     Kehidupan mereka berdua sangat jauh berbeda ibarat langit dan kerak bumi. Cecil merupakan anak tunggal yang hidup lengkap bersama Ayah dan Ibunya. Secara finansial keluarga Cecil sangat tercukupi karena pekerjaan kedua orang tuanya cukup menjanjikan mulai dari Ayahnya yang bekerja sebagai pasukan militer Out Side Soldier kini ia menduduki posisi jabatan Mayor devisi 1b, maka dari itu Ayahnya sangat jarang ada di rumah sedangkan Ibunya adalah seorang pengusaha di bisnis makanan yaitu menjual kue di kedai miliknya sendiri. Perlakuan kedua orang tua Cecil sangat baik kepadanya mereka menaruh harapan besar pada putri semata wayangnya itu. Masa kecilnya begitu indah di mana Ayah nya sangat sering bermain bersamanya di rumah kala itu pangkat Ayah nya masih kopral sehingga belum terlalu sibuk Ayah dan anak itu sering sekali bermain kuda-kudaan. Tubuh kekar Ayah nya menahan tubuh mugil Cecil di atas, setelah cukup puas bermain mereka berdua beristirahat sambil bercanda ria. Biasanya mereka berdua menebak-nebak kue apa yang di buat Ibu kala itu sebagai camilan santai mereka.

     Suatu ketika di malam yang sungi obrolan serius antara Ayah dan Ibunya di kamar menarik perhatian Cecil kecil. Ia pun menguping sambil menempelkan daun telinya di pintu kamar orang tuanya.

“Aku tidak akan kuat Yah.” Kata Ibunya sambil menangis.

“Tidak usah khawatir Mah, aku pasti baik-baik saja di sana.” Ayahnya berusaha menenagkan Ibu nya yang menangis karena khawatir.

“Aku memang mencintai keluarga ini tetapi kecintaanku terhadap negeri ini jauh lebih besar, melindungi keselamatan rakyat adalah tugas ku Mah.” Ayahnya menjelaskan.

“Intinya Ayah harus pulang. Kalau sampai Ayah gugur maka-“ Perasaan Ibunya di balut risau memikirkan Ayah Cecil yang akan dikirim besok ke medan peperangan.

“Hustttt….. Aku akan baik-baik saja OK?” Jari telunjuk Ayahnya menempel di bibir Ibunya bermaksud untuk menahan kelanjutan perkataannya tadi.

     Mendengar perbincangan itu Cecil mematung di tempat ia berdiri tak kuasa menahan rasa terkejutnya. Air matanya pun akhirnya berlinang membasahi pipinya yang merah merona itu. Kabar yang tidak mengenakkan barusan masuk ke dalam telinganya kemudian bersarang di dalam otak. Sungguh ia tidak ingin melepaskan Ayah nya menuju perangkap maut ia ingin Ayah nya selalu ada bersamanya.

     Pukul 4.00 pagi Ayah Cecil sudah berangkat menuju markas besarnya. Sebelum itu ia memasuki kamar putri kesayangannya. Sesampainya di tempat tidur Cecil ia pun berhenti dan memandangi wajah cantik putrinya yang masih berusia sembilan tahun. Tangannya berusaha untuk meraih kelapa putrinya lalu di elus-eluslah rambut Cecil yang berwarna hitam lurus. Sebagai tanda perpisahan sementara mereka Ayah nya mengecup kening putrinya sambil mengatakan.

“Ayah pasti pulang nak dan kita bisa bermain kuda-kudaan lagi.”

     Setelah berpamitan pada putrinya secara diam-diam ia pun keluar dari kamar. Seseorang berdiri di depan kamar Cecil wajahnya murung dan matanya sembab di karenakan air mata yang terus mengucur tanpa henti. Ayah Cecil memandang seseorang itu yang tidak lain adalah istrinya. Melihatnya disana membuat tangan Ayah Cecil refleks bergerak menarik pinggul istrinya kemudian ia mendekap wanita itu dengan penuh perasaan dan akhirnya mereka berdua kembali larut dalam kesedihan di tengah perpisahan.

     Beberapa bulan setelah kepergian Ayah Cecil kabar buruk datang ke kediaman keluar Jhon. Salah satu prajurit pembawa pesan mendatangi rumahnya. Ibu Cecil yang mendengar suara pintu rumahnya di ketuk-ketuk langsung menuju kesana dan membukanya.

“Ada kepentingan apa yah Pak?” Ibu Cecil bertanya.

“Apa benar ini rumahnya Pak Jhon?” Prajurit itu bertanya dengan nada yang tegas.

“Iya. Memangnya ada apa yah?”

“Nanti saya jelaskan kepada Ibu, tapi untuk sekarang kita harus bergegas kerumah sakit.” Prajurit itu mendesak.

“Memangnya ada apa? Tolong jelaskan dulu pada saya” Ibu Cecil cemas.

“Suami Ibu sekarang ada di rumah sakit.” Prajurit itu menjawab.

“APAAA?” Ibu Cecil menjadi shock setelah mendengar kabar tentang suaminya.

     Secepat kilat ia ke kamar mengambil tas lalu keluar dan menarik Cecil yang sejak tadi melihatnya panik setengah mati kemudian keluar dari rumah dan menguncinya. Mereka berdua pun akhirnya berangkat ke rumah sakit bersama prajurit itu. Selama di perjalan Cecil terus memandang wajah Ibu nya ingin sekali ia bertanya mengenai apa yang terjadi namun seketika ia langsung mengurungkan niatnya.

     Sesampainya di rumah sakit Ibu nya langsung berlari tidak sabar ingin bertemu suaminya. Prajurit itu menuntunnya ke tempat dimana Ayah Cecil di rawat. Tanpa ragu wanita itu membuka pintu ruangan ICU ingin sekali ia melihat kondisi suaminya saat itu. Seseorang yang mengenakan jas putih muncul.

“Tunggu Bu.” Dokter yang juga berniat masuk ke ruangan ICU segera menghentikan pergerakan gesit Ibu Cecil.

“Tolong dok biarkan aku masuk.” Ibu Cecil memaksa.

“Kami akan berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan nyawa suami Ibu” Dokter itu berjanji.

“Ayah ku kenapa dok?” Cecil kecil bertanya kepada dokter itu, matanya berkaca-kaca.

“Ayahmu akan baik-baik saja cantik. Kamu harus tenang dan mempercayakan tugas ini kepada kami yah hehe.” Dokter itu berusaha menghibur Cecil.

“Benarkah dok?”

“Ayah mu adalah seorang pahlawan nak mana mungkin kami ingin kehilangannya.” Dokter itu menyampaikan sesuatu kepada Cecil lalu masuk ke ruang ICU.

     Detak jantung Ibu Cecil berdegub kencang menanti kedatangan dokter untuk menyampaikan hasilnya. Sementara itu pundak Cecil di rangkul oleh prajurit yang merupakan pengawal Ayah nya. Tiba-tiba saja suara gagang pintu berdecit di balik pintu itu muncul seseorang ia adalah seorang perawat.

“Dokter sedang berjuang sekarang kami mohon agar Ibu bersabar dulu yah Permisi.” Perawat itu pergi setelah setelah menyampaikan pesannya.

     Keadaan Ibu Cecil sekarang nampak lebih tenang. Prajurit yang sejak tadi diam itu kini mulutnya bergerak kemudian menceritakan kronologi kejadian yang di alami oleh Pak Jhon. Panjang lebar ia menjelaskan Ibu Ceci kembali bersedih.

“Kurang lebih seperti itu yang terjadi.” Prajurit itu mengakhiri

“Tidak! Ini tidak mungkin terjadi, ternyata suamiku di dalam tengah berjuang menghadapi oprasi pengeluaran peluru yang tersangkut di bagian dada dan perutnya.” Ibu Cecil shock setelah mendengar apa yang sebenarnya terjadi.

Sebelum ia kembali panik. Suara gagang pintu kembali berdecit dan yang keluar sekarang adalah dokter yang tadi.

“Syukurlah oprasi kami berhasil dan sekarang kondisi suami anda telah membaik, yang di butuhkan Pak Jhon sekarang adalah istirahat secara intensif selama beberapa minggu dan harus rajin mengonsumsi obat yang kami anjurkan. Untuk masalah biaya semuanya sudah di atur oleh pemerintah.”

     Rasa syukur memenuhi dada mereka mengingat bahwa suami, Ayah, atau, kapten, dan apapun itu selamat dari perang hampir saja merenggut nyawanya. Setelah kejadian itu Ayah Cecil di naikkan pangkatnya sebagai Mayor. Melihat perjuangan seorang dokter demi menyelamatkan nyawa pasiennya mendorong Cecil untuk menjadi seorang dokter kelak di masa depan maka dari itu orang tua Cecil selalu memberikan yang terbaik dalam urusan pendidikannya dan sekarang ia bersekolah di SMA Royal Avesta yaitu sekolah menengah terbaik di kota Avesta bahkan di Negeri ini.

***

     Takdir lain di rasakan oleh Marco yang di besarkan di Distrik Neraka tanpa kehadiran sososk orang tua dan harus berbagi kasih sayang dengan anak-anak lain yang hidup bersamanya di panti. Ibu nya adalah seorang PSK yang bekerja di club malam kota Avesta ia melahirkan anak laki-laki tanpa Ayah karena ia tidak tahu siapakah Ayah yang sebenarnya dari anak ini karena saking seringnya ia berkencan dengan lelaki hidung belang. Makanya Marco di buang Ibu nya sendiri kemudian di kirim ke Distrik Neraka

     Ibu panti yang bernama Jeje inilah yang menggantikan sosok Ibu dan Ayah di salah satu panti asuhan di Distrik Neraka. Usianya kala itu masih tiga puluh delapan tahun dimana ia ditugaskan sebagai Ibu panti oleh pemerintah di Distrik Neraka bersamaan dengan dua anak yang di kirim dari kota Avesta anak bayi itu adalah Marco dan Leo. Kasih sayang Jeje kepada anak-anak asuhnya boleh di kata tidak sama rata di mana Marco dan Leo yang masih berusia tiga bulan mendapatkan kasih sayang lebih dari Jeje. Perlakuan Ibu panti kepada anak-anak yang berusia enam sampai sepuluh tahun cukup keras dimana pukulan demi pukulun mereka dapatkan setiap kali melakukan aksi kenakalan atau melanggar aturan-aturan panti. Tidak ada teguran lembut seorang Ibu disini intinya hidup harus serba di siplin. Selain hukuman pukul ada juga hukuman lapar dan tidur di luar.

     Ketika usia Marco dan Leo menginjak enam tahun perlakuan kasar Jeje mulai mereka rasakan.

     Ketika Marco yang di ajari membaca tetapi ia tidak tahu maka mulut Jeje langsung membentaknya dengan mengeluarkan perkataan yang tidak mengenakkan hati. Leo yang tidak mampu berlari mengelilingi lapangan sebanyak lima kali maka langsung di tending seperti anak kucing. Kesalahan demi kesalahan mereka lakukan sampai-sampai ada  satu kesalahan yang sangat besar yang Marco lakukan yaitu mengata-ngatai Jeje sebagai orang jahat.

“Dasar kau monsterrrrrr! Kalau saja aku hidup bersama Ibu kandungku sekarang dia pasti akan menyayangiku dan tidak menyiksaku seperti ini.”

“APA yang kau katakana barusan Marco? Kalau saja Ibu mu sayang padamu kau pasti akan di rawat olehnya hahaha tapi sekarang lihatlah kau ada dimana HAHH?” Jeje membentak-bentak Marco.

     Mendengar perkataan itu Marco seketika diam kemudian air mata nya jatuh sebutir demi sebutir. Sayang sekali kala itu tidak ada sosok Ibu yang bisa ia peluk. Kakinya harus berdiri sendiri untuk menopang kesedihannya. Leo yang melihat sahabatnya hancur langsung memeluknya dan berkata.

“Kau tidak sendirian Marco. ada aku yang merasakan sakit seperti yang kau alami.”

“Terima kasih Leo.” Kata Marco lirih.

Setelah puas menangis ia pun mengusap air matanya dan berteriak sekencang-kencangnya

“Aku membencimu Jeje sialan hahaha.”

“Apaaaa? Mulutmu sangat kurang ajar Marco.” Jeje mulai terbawa emosi.

“Kenapa? Apakah kau marah?”

“Baiklah kalau kau ingin memberontak silahkan saja tapi asal kau tahu tempat ini adalah daerah kekuasaanku. Sekarang aku tetapkan hukum terberat yang  pernah aku berikan kepada kau si anak pembangkang yaitu kau harus tidur di luar panti selama setahun penuh dan jatah makanmu hanya satu kali saja dalam sehari” Sunggu Jeje sangat-sangat marah hingga memutuskan hukuman yang paling berat kepada Marco

     Marco hanya terdiam serasa ingin mengulang waktu untuk menyesali apa yang telah ia katakana barusan. Leo sangat-sangat terkejut akan hal tersebut sampai-sampai ia ingin menyumpal mulut Jeje.

“Sudah terlambat untuk menyesal Marco HAHAHA.” Jeje tertawa puas.

     Marco yang hidup di jalan kekerasan telah membentuk karakter buruknya seperti sering mencari gara-gara dan terlibat perkelahian di usianya yang masih sangat muda ia telah rutin mengonsumsi rokok dari hasil kerjanya sebagai buruh untuk mencukupi kebutuhan hidupnya namun di sisi lain kemandiriannya sebagai manusia makin meningkat.  Sejak kecil Marco sudah di juluki sebagai Monster Kid yaitu anak yang sangat tangguh dalam perkelahian. Leo yang kali itu sangat memperhatikan Marco membiarkannya begitu saja melakukan apapun itu karena Leo tahu tidak akan ada yang peduli tentang kehidupan mereka tidak ada mimpi di tempat ini yaitu Distrik Neraka.

     Semenjak Marco menjadi anak yang paling kuat di antara anak seumurannya. Membuat seorang anak yang lebih tua dua tahun darinya jadi tertarik untuk berduel dengannya anak itu adalah Roger si pembantai. Roger hidup di panti asuhan yang berbeda dengan Marco sepanjang karirnya sebagai brandalan ia tidak pernah kalah berkelahi satu lawan satu dengan siapa pun. Ancaman serius Roger di tanggapinya santai oleh Marco karena selalu ia selalu yakin pada dirinya sendiri.

     Pertemuan mereka akhirnya tiba, segerombolan anak membentuk lingkaran bak ring tinju yang membatasi gerakan petarung. Marco dan Roger kini memasuki lingkaran itu dan

MULAI!

     Serangan tubi-tubi Marco membuat Roger kewalan tetapi itu hanyalah umpun agar Morco lebih mendekatkan kepalanya pada Roger dan

PRAKKK

     Suara keras menghantam kepala Marco hingga berdarah, ternyata Roger sengaja ingin membenturkan kepalanya dengan kepala Marco. Tampan ampu  Roger langsung menginjak kepalanya sampai Marco tidak sanggup lagi untuk melawan.

“Lemah sekali.” Roger menyindir.

     Marco kala itu hanya terdiam lesu mengingat bahwa ia masih harus berjuang lagi agar kelak ia tidak di permalukan lagi. Anak buah Marco yang selama ini setia kini meninggalkannya sendiri kecuali Leo. Marco berpikir bahwa apa yang ia lakukan selama ini tidak ada gunanya sungguh kekalahan adalah musuh terbesar dalam hidupnya. Kekalahan yang ia rasakan sempat membuatnya depresi selama beberapa tahun. Marco yang dulunya terkenal temperamental dan serius kini ia berubah menjadi lebih santai dan lugu. Perubahan Marco ini di sebabkan oleh Leo yang tanpa jeda memotivasinya untuk tetap semangat menjalani hidup di tempat ini. Maka dari itu sifat Marco yang sekarang lebih fokus untuk melindungi apa yang ia miliki sekarang seperti dirinya dan sahabatnya yang selalu ada ketika ia sedang terpuruk yaitu Leo. Harapannya kedepan adalah kekuatan yang ia miliki akan menjadi tameng pelindung dari siapa saja yang berniat mengganggu kebahagiannya sekarang dan nanti. Sifat temperamental Marco sebenarnya belum tersegel kuat sehingga amarah dahsyatnya masih sering keluar secara refleks.

     SMA BBS adalah sekolah pilihan Marco bukan tanpa alasan melainkan untuk menjadi penantang baru di sana. Namun pada akhirnya ia memutuskan untuk meraih puncak SMA BSS setelah merasakan atmosfer yang membuat darahya berdesir. Deru semangat di dalam dadanya semakin tak karuan ketika ia berhasil menumbangkan salah satu brandalan yang terkenal kuat di angkatannya yaitu Felix si ketua faksi The Tammarin.

To be continued…    

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status