Share

Masalah

     Irama langkah kaki Marco dan Cecil serentak menghentak trotoar melintasi sejumlah kemegahan kota Avesta. Sebagai seorang pria Marco sengaja memperlambat langkah kakinya agar  mereka jalan beriringan. Marco merasa bahwa ia telah kehilangan sesuatu selama ini yang ia maksud adalah perasaan terhadap lawan jenis. Sesekali matanya melirik ke arah Cecil ia memperhatikan wajahnya yang mulus tanpa lecet. Tangan Marco yang perkasa itu merabah-rabah wajahnya sendiri lalu membandingkannya

“gawat.”

“Kenapa?” Cecil bertanya

“Wajahku berminyak.” Jawab Marco.

“Itu bukan masalah yang jadi masalah sekarang adalah ketersesatanmu di kota besar ini.”

“Hehe iya yah.” Marco tersadar.

     Menyusuri jalan di kota Avesta sungguh menyenangkan sampai-sampai kita lupa merasakan lelah, hal inilah yang di rasakan Marco sekarang apalagi ini kali pertama ia datang ke kota Avesta walaupun dalam keadaan yang tidak di sengaja. Langkah kaki Cecil terhenti sedangkan Marco masih terus berjalan, dengan cepat tangan Cecil meraih kera baju Marco kemudian menariknya lalu memberitahunya bahwa kita sudah sampai.

     Wajah Marco terus saja tersenyum sejak masuk pintu sampai duduk di kursi Cefe. Mulutnya terbuka sampai kelihatan giginya ia terus menyengir ke semua pengunjung Cafe, sebagian di antara mereka ada yang membalasnya dengan senyuman dan ada juga yang mengabaikannya karena takut. Cecil menutupi senyumnya dengan tangan sambil melihat tingkah norak Marco yang begitu konyol.

     Salah satu pelayan menghampiri meja mereka kemudian meyambut mereka dengan senyuman.

“Boleh saya tulis pesanannya?” Pelayan cafe itu menanyakan pesanan kepada mereka berdua sambil memperlihatkan daftar menunya.

“APAAAA?” Marco terkejut.

“Kau ini kenapa?” Cecil menatap Marco dengan heran.

“Yang benar saja, masa harga minumannya setara dengan uang makanku selama dua hari?”

“Tenang saja aku yang traktir.” Cecil menenagkan Marco. 

“Syukurlah.” Sambil menyandarkan punggungnya di kursi ia pun menarik nafas lega.

Pesanan mereka akhirnya di catat oleh si pelayan dan segera di buatkan.

“Kami akan segera membuatkannya, permisi.” Pelayan itu menutup pulpennya lalu pergi sambil tersenyum.

     Rasa malu Cecil membuat wajahnya memerah ini merupakan pengalaman pertamanya ke suatu tempat berdua dengan seorang pria. Sedikit demi sedikit perasaan stres Marco menghilang setelah menikmati waktunya melihat-lihat sebagian kecil kota Avesta bersama seorang gadis cantik dan baik hati. Mulut Cecil terus tertutup bersama keringat dingin yang mengucur deras di area dahi dan pelipisnya ingin sekali iya bertanya tetapi rasa takutnya kepada seseorang yang ia ajak bicara membuatnya selalu saja diam kecuali sedang terkejut atau di beri pertanyaan. Beberapa menit legang akhirnya Marco angkat suara.

“Sejak tadi aku memperhatikan gayamu, sepertinya aku membuatmu takut yah?” Marco bertanya untuk memastikan.

“Tidakkk.” Cecil semakin tegang.

“Atau mungkin-" Perkataannya di potong.

“Bukan karena itu juga sebenarnya aku ini orangnya pemalu.” Cecil memaksakan dirinya untuk bicara.

“Sebenarnya aku punya banyak pertanyaan tetapi aku selalu malu untuk memulainya.”

“Setiap pertanyaan yang keluar dari mulutmu pasti akan aku jawab tenang saja.”

“Mengapa kau bisa sampai disini?” Cecil dengan terbata-bata menanyakan sesuatu hal yang paling penting.

“Sebelum ini terjadi aku mengingat bahwa tubuhku sedang tertidur di atas truck sampah dan tiba-tiba saja ketika aku terbangun ragaku ini sudah ada di tempat yang keren ini” Marco menceritakan kronologi kisahnya mengapa ia bisa ada di kota Avesta.

“Ohh.” Cecil memahami cerita Marco.

“Hey sejak pertama kali kita bertemu aku sudah menanyakannya ini beberapa kali yaitu dimana aku sekarang? Aku mohon jawablah”

“Maaf.” Ekspresi wajahnya nampak sedih.

“Aku juga minta maaf kerena terlalu memaksamu untuk menolongku.” Marco menyesali perkataannya.

     Kepalan tangan terkungkung kuat menahan amarah yang di rasakannya matanya menyala-nyala ketika melihat gadis yang ia sukai berduaan di dalam cafe bersama seorang pria asing. Tubuhnya bergerak sendiri berjalan menuju cafe setibanya di sana tangan yang sejak tadi gemetaran itu mendorong pintu cafe kemudian ia memasukinya dan langsung mendatangi wanita yang sejak tadi ia perhatikan.

“Wahhh wahh wahh Cecil kaukah itu?” Pria yang baru datang itu menyapa Cecil.

“Ra.. Ra.. Raf..  Rafael? Apa yang kau lakukan disini?” Cecil terkejut melihat Rafael.

“Siapa pria ini?”

“Di… di… diaa dia itu.” Cecil terbata-bata.

“Mengapa kau membohongiku Cecil.” Rafael tertuntuk lesu.

“Ini tidak seperti yang kau bayangkan Raff.” Cecil berusaha menjelaskan bahwa ini hanya salah paham.

“Aku sangat menyayangkan wanita baik dan polos sepertimu jatuh di tangan orang yang tidak tepat.”

“Tolong dengarkan aku dulu.” Cecil meminta Rafael untuk mendengarkannya sambil menangis.

Marco yang melihat air mata Cecil keluar dari matanya yang indah tidak tinggal diam.

“Aku tidak tahu hubungan kalian berdua itu seperti apa yang jelasnya sekarang kau akan berurusan denganku karena kau telah mengganggu kami dan  membuat wanita selembut dia menangis.”

“Ini tidak ada hubungannya denganmu.” Rafael mengabaikan Marco.

     Tangan Marco tiba-tiba menarik kera baju Rafael. Semua pengunjung  Cafe mengarahkan pandangannya ke arah Marco dan Rafael dengan tergesa-gesa salah satu karyawan lelaki di Cafe tersebut mendekati mereka. Karyawan itu dengan segara melerai Marco dan Rafael yang tadinya akan menimbulkan masalah di tempat itu. Cecil yang merasa takut tiba-tiba menarik tangan Marco untuk pergi dari cafe itu meninggalkan Rafael sendiri disana.

“Hey hey ada apa ini? Kenapa kau menarik ku keluar?” Marco bertanya.

“Ayo” Cecil terus saja berjalan sambil menarik tangan Marco.

“Tunggu dulu.” Marco berusaha berhenti.

“Ayolah kita harus pergi dari sini.”

“Minumannya  belum di bayar.” Marco mengingatkan.

“Ohiya aku lupa.” Cecil baru ingat kalau dia lupa membayar pesanannya tadi.

“Kamu tunggu disini yah, aku akan segera kembali.” Wanita itu membalikkan badan

Sungguh terkejutnya ia ketika mendapati Rafael berdiri tepat di hadapannya.

“Kamu mau kemana Cecil?” Rafael bertanya.

“Aku mohon jangan ganggu aku.”

“Sepertinya kau buta Cecil mengapa kau ingin pergi bersama pria yang berpenampilan seperti itu.”

Cecil terdiam.

“Kalau kau mengganggu dia lagi maka aku akan meremukkan tulang rusukmu.” Marco mengancam Rafael.

“Sebenarnya aku benci perkelahian tetapi sekarang aku harus melakukannya demi melindungi Cecil dari orang sepertimu.” Rafael menerima tantangan itu.

     Rafael merupakan siswa tahun pertama seangkatan dengan Cecil. Ada banyak sekali wanita yang mengidolakannya di sekolah karena wajahnya yang tampan dan rupawan tidak hanya itu ia juga masuk SMA Royal Avesta dengan nilai yang nayaris sempurna kemampuan olahraganya pun juga sangat hebat seperti sepak bola, basket, dan karetenya. Karena kelebilahannya itu ia selalu berpikir bahwa semua orang pasti akan menyukainya apalagi di tengah kalangan wanita. Hatinya sekarang sedang sakit karena ungkapan cintanya di tolak oleh Cecil baru-baru ini ia menganggap bahwa apa yang dilakukan Cecil kepadanya adalah suatu bentuk penghinaan maka dari itu ia akan terus berusaha untuk meyakinkan Cecil bahwa dirinyalah lelaki yang terbaik di seantero kota Avesta.

     Cecil berusaha membujuk Marco agar ia tidak berurusan dengan si Rafael. Kekhawatiran Cecil memuncak ketika Rafael tersenyum licik ke arah Marco sambil mengajaknya ke suatu tempat dimana mereka dapat menyelesaikan masalah secara jantan. Cecil mendesak Marco sambil menarik-narik lengannya hal itu dilakukan agar Marco meninggalkan Rafael yang sejak dari tadi mengayun-ayunkan jarinya sebagai isyarat agar Marco mengikutinya ke suatu tempat. Cecil tahu bahwa Marco tidak akan menang melawan Rafael karena ia adalah seorang ahli karate sabuk hitam. Mata Marco yang berapi-api menatap mata Cecil yang sejuk berkaca-kaca seketika emosinya luntur dan menuruti kemauan Cecil untuk pergi dari situ. Rafael yang tidak ingin mangsanya lepas begitu saja memancing emosi Marco dengan mengatakan.

“Ternyata kau tidak lebih dari seorang pengecut.”

Marco tetap sabar mendengar ucapan Rafael.

“Kau ini berasal dari kota kotor mana?” Rafel bertanya.

“Apa maksudmu?” Marco tidak mengerti apa yang di katakana Rafael.

“Sejak aku berada di dekatmu hidungku mencium aroma sampah darimu.”

“Hehe tentu saja” Marco tersenyum

“Hah?” Rafael terlihat bingung.

     Kepala Marco kembali mengingat ketika  ia tertidur di dalam truck sampah yang telah membawanya ke kota ini makanya ia menganggap perkataan Rafael barusan merupakan suatu hal yang wajar kerena seperti itulah kenyataannya.

“Aku berasal dari Distrik Neraka.” Marco menjawannya dengan mantap.

     Sekujur tubuh Rafael bergetar mengetahui bahwa Marco berasal dari Distrik Neraka. Seisi kota Avesta tahu bahwa orang-orang di dalam Distrik Neraka merupakan kader-kader militer yang menakutkan mulai dari segi pendidikan keras mereka. Rasa takut Rafael mulai nampak dari wajahnya yang keringat dingin membasahi dahi putihnya itu tetapi harga dirinya di pertaruhkan sekarang. Giginya menggertak bersama sorot mata yang tajam, Marco kelihatannya biasa saja tidak ada tanda-tanda keraguan sedikitpun yang ia tampakkan. Telunjuk Rafael di arahkan ke Marco.

“Dasar manusia buangan.” Kata Rafael.

“Apa katamu?” Marco mulai terpancing.

“Distrik Neraka adalah tempat sampah terbesar di Negara ini." Rafael terus saja menghina Marco tanpa sadar.

     Tangan Cecil yang menahan lengan Marco di tepis olehnya kemudian ia mendekati Rafael. Akhirnya mereka berhadapan secara langsung dan saling mengendus seperti anjing, Cecil yang merasa takut hanya bisa diam di tempat. Rafael menyarankan untuk berduel di tempat lain karena di tempat seperti ini dapat mengundang perhatian banyak orang mendengar alasan Rafael yang masuk akal akhirnya mereka menyepakati untuk berduel di tempat khusus yaitu di gedung bangunan yang terbengkalai.

“Aku akan menyelesaikan ini dengan cepat.” Marco melirik ke arah Cecil.

     Cecil yang melihat wajah yakin Marco membuatnya rela melepas pria yang baru saja ia kenal beberapa jam yang lalu terlibat masalah dengan seseorang yang ia kenal. Tidak ingin Marco kenapa-kenapa Cecil ikut menyaksikan mereka bertarung demi dirinya. Bukannya merasa senang karene di perebutkan seperti trofi kejuaraan Cecil malah merasa kesal kepada dirinya sendiri yang tidak mampu berkata-kata disaat genting seperti sekarang. Terbesit keinginan Cecil untuk melaporkan ini kepada Urban Legion yaitu pasukan yang menjaga keamanan kota tetapi hatinya menolak karena beberapa alasan. Ia takut apabila Marco mendapat masalah baru lagi di luar masalah ketersesatannya di kota Avesta dan pertarungannya dengan Rafael yang salah faham terhadap dirinya.

     Tidak terasa akhirnya mereka sampai di tempat tujuan yaitu gedung yang terbengkalai di pinggir kota Avesta. Rafael yang merupakan siswa teladan kelas satu bukanlah anak yang nakal hal ini ia lakukan untuk membuktikan kepada Cecil bahwa dirinya tidak hanya bermodalkan fisik dan prestasi melainkan ia juga ingin mendapatkan pengakuan sebagai pria jantan yang siap melindunginya. Kekalahan bukanlah masalah baginya yang terpenting menurut Rafael adalah sisi keberaniannya keluar di depan mata Cecil.

     Marco yang sudah tidak sabar menghantam wajah sombong milik Rafael memberikan aba-aba siap atau tidak Rafael sekarang. Kepala Rafael mengangguk menandakan iya akhirnya pertarungan mereka dimulai. Kuda-kuda rapi Rafael mencoba untuk bertahan kemudian gerakan cepat Marco memasang tubuhnya pas di hadapan Rafael sebagai umpan supaya Rafael terpancing untuk menyerangnya lebih dulu. Rencana Marco berhasil membuat Rafael menyerang dengan tehnik seiken yaitu salah satu gaya tinjuan khas karate.

BHUKK.

     Dada Marco terkena serangan hingga terpental kebelakang. Belum sempat berdiri bahu Marco di hantam Shuto dengan keras membuat Marco merasa titik peredaran darah di persendian bahunya nyeri. Kaki Rafael ingin menghantam wajah Marco sebagai finishing

“Rasakan iniiiiiii.” Rafael menjerit

     Tendangan cepat itu berhasil di hindari Marco secara kebetulan ia pun tak menyangka dapat menghindarinya. Kuda-kuda Rafael mulai berantakan dengan semangat Marco berdiri dan mengincar wajah Rafael untuk di hantam menggunakan kepalan kirinya dan.

PRAKK.

     Yang kena bukan wajah melainkan pergelangan tangan Rafael yang begitu refleks membaca serangan Marco. Tanpa selang waktu tangan kanannya mengancam wajah Rafeal seketika wajahnya kedua tangannya refleks bergerak melindungi wajahnya tetapi tinjuan kanan Marco hanyalah tipuan dan menggunakan kakinya untuk menendang perut Rafael yang kosong maka dari itu Rafael pun jatuh kebelakang tidak ingin kehilangan momentum Marco langsung melompat turun menindih perut Rafael dan meninju dengan keras pipi kanan dan kiri Rafael secara bergantian sampai berdarah-darah. Cecil yang tidak tahan melihat salah satu diantara mereka ada yang tersiksa langsung berlari ke arah Marco dan Rafael.

“Sudahhh cukuppppp.” Cecil menyuruh mereka untuk berhenti.

     Suara manis itu terdengar jelas di telinga Marco hingga membuatnya menoleh ke arah Cecil dan berhenti memukul-mukul wajah Rafael. Kesempatan itu di manfaatkan oleh Rafael dengan menghantam dada Marco dengan jurus seiryuto hingga terpelanting ke belakang.

“Jangan kau alihkan pandanganmu woiiiii.” Rafael mengingatkan.

     Ketika Marco hendak terbaring ke belakang tiba-tiba Rafael menendang dada Marco dalam posisi terbaring dan akhirnya Marco terjatuh sambil memegangi dadanya yang terasa nyeri.

     Pertarungan antara Marco dan Rafael akhirnya selesai ketika mereka tidak ada lagi yang sanggup untuk melanjutkannya. Wajah Rafael dibuat bonyok oleh Marco sedangkan dada Marco terasa sangat nyeri. Cecil datang lalu menampar wajah mereka satu persatu.

PLAKK! PLAKK!

“Kalian bodoh.” Cecil mengkhawatirkan mereka berdua.

     Tidak ada yang menang maupun kalah mereka berdua sama-sama kuat dan berhasil membuktikan bahwa mereka bukanlah seorang pengecut.  Mulut Rafael tiba-tiba bergerak mengeluarkan suara.

“Kau sangat kuat Mar-Mar-maaf aku lupa siapa namamu.” Rafael memuji kehebatan Marco.

“Namaku adalah Marco.”

“Terserah apapun itu yang jelasnya masalah kita sudah selesai.”

“Kau juga hebat, ini kali pertama aku menemukan lawan dengan gaya bertarung yang aneh.”

“Hah. Apa katamu? Inilah yang disebut seni bela diri karate.” Rafael membela diri.

“Tolong ajari aku lain kali yah.”

“Sekarang aku mengakuimu sebagai pria yang mampu melindungi Cecil, tetapi aku tidak akan menyerah segampang itu.” Rafael kini melunak.

     Mereka berdua akhirnya damai. Marco berusaha bangun dalam keadaan terhuyung-huyung Cecil yang melihat itu berusaha membantunya dengan menopang sisi tubuh Marco yang lainnya. Di saat tubuh Marco mulai stabil ia pun berjalan menuju Rafael dalam keadaan tertatih lalu menawarkan tangannya untuk di raih oleh Rafael.

To be Continued…

Komen (1)
goodnovel comment avatar
pcsixer
koinnya kemahalahan...aplikasi sampah..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status