‘Aku harus apa, Sarah?’ Affan menatap nanar dua amplop di tangannya. Ia membatin seolah wanita itu bisa mendengar dan mereka saling berkomunikasi.Kalau saja tak ada pertimbangan lain, dua amplop itu sudah bisa melunasi hutangnya di rumah sakit dan membawa jenazah Sarah pulang. Tanpa beban dan kendala apa pun lagi.“Mas,” panggil ustaz Alif yang melihat lawan bicaranya membeku. Entah, apa yang membuat Affan begitu berat menggunakan uang dari orang lain?“Saya harus bagaimana Ustaz?” tanya Affan perlahan mendongak menatap ke kedua mata pria yang memakai kopyah di hadapan.Pria yang ikut pontang panting karena musibah besar yang terjadi di dalam hidupnya. Dan bahkan baginya, ini adalah musibah paling besar yang harus ia hadapi dengan sisa –sisa kekuatannya, kala rasa bersalah memenuhi relung hatinya.Kalau saja dia yang mati, tentu Affan tidak akan dihadapkan pada pilihan –pilihan yang menyulitkan seperti sekarang.Ia merasa buntu.Affan hanya bisa memandangi amplop tebal berisi uang it
Sekejap pun Indah tak bisa memejamkan mata. Meski ia sudah berusaha keras meringkuk di bawah selimut. Pikirannya terus mengembara pada kejadian -kejadian ganjil yang ditemuinya. Tubuh kurus itu bangun dan terduduk di atas ranjang. Menoleh ke arah dinding dan sudah menunjukkan pukul 12.30. "Ya Allah sudah sangat malam. Kenapa aku tidak mengantuk sama sekali?" Wanita berparas cantik itu mengembus napas berat. Lalu bergerak ke arah dapur dan mengisi perutnya dengan sesuatu. Tak bisa tidur membuat perut Indah terasa lapar, dan membiarkannya terasa sangat menyiksa. Saat mengaduk minuman hangat di meja, ia mendengar suara -suara dari luar. Wanita itu tentu saja terkejut. Siapa yang melakukan aktivitas di tengah malam begini. "Siapa itu?" tanyanya sembari berjalan mendekat ke arah jendela untuk melihat siapa yang ada di sana. ______________“Tom, aku sudah membayar biaya rumah sakit. Jenazah Sarah sudah bisa dibawa pulang. Kamu di mana?” Suara di seberang mengejutkan Tomy tapi juga men
“Assalamu alaikum! Pak! Pak Joko!” teriak Hasan dan pemuda lain secara bergantian.“Pak!”“Pak Joko!”“O ... Mang Joko! Ini ada Pak RT.”“Assalamu alaikum!”“Assalamu alaikum.”“Hes, sudah. Bukannya batas mengucap salam itu cuma tiga kali? Kenapa kalian terus berteriak dan mengganggu,” tegur Wisnu, salah seorang pemuda yang memahami adab bertamu itu.Sedang Pak RT sendiri, sibuk. Ia berusaha keras menghubungi nomor Pak Joko yang baru sejam lalu aktif. Namun, berkali mencoba tetap saja suara seorang perempuan yang tak lain adalah operator menjawabnya.“Maaf, nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan!”Pria paruh baya itu menghela napas berat. Ia sangat khawatir terjadi sesuatu ke pada tetangganya itu. Tidak mau menyerah, pria itu kemudian berusaha menghubungi nomor lain yang terhubung dengan Pak Joko. Pertama, pria itu masuk grup arisan Ibu –ibu. Untungnya, Pak Joko dimasukkan grup itu untuk memantau kegiatan Ibu warga kampung Batu Besi secara langsung.Sete
“Suster itu ... Kenapa menyusui bayi orang lain?” tanyanya ingin mengomentari hal tak wajar. Bahkan di depannya ada Affan yang melihat, tapi tanpa risih membuka pakaian dan berjongkok untuk memberikan ASI pada bayi di inkubator itu.Dia sampai sempat berpikir, apakah bayi itu memang anaknya sang suster? Tapi ketika anaknya di inkubator, artinya ada yang bermasalah dengan kelahirannya. Karena tak mungkin si ibu langsung sesehat itu.Mata pria itu memicing. Suster apa yang Maya maksud? Dia tak melihat siapa pun di sana. Selain bayi –bayi dalam kotak itu dan mereka berdua.“Apa maksudmu?” tanya Affan menoleh untuk memperjelas apa yang Maya katakan.Wanita yang kini mengenakan pakaian lebih santai itu pun menunjuk box di mana bayi Affan dirawat dan mantannya itu kembali menoleh untuk melihat. Mata pria itu melebar kala yang ditunjuk adalah box bayi anaknya.“Tidak ada apa –apa di sana,” tegas Affan.“Hah?” Mata lentik Maya semakin melebar. Ia tak mengerti padahal wanita di dalam sana jela
Namun, baru beberapa langkah, Alif yang dipapah ibunya tak lagi bisa menahan tubuhnya sendiri hingga ambruk ke lantai. Saat itulah, ibunya histeris.“Alif! Kamu kenapa?! Tolong!” teriak umi.Meski dia ibunya, wanita tua itu tak mampu menggendong tubuh sang putra yang memiliki tinggi dan berat badan jauh melampui dirinya sendiri, sehingga butuh pertolongan orang lain. “Tolong!” Di teriakan ke dua permintaan tolongnya, tak juga ada yang mendengar. Begitu juga yang ke tiga. Umi Alif sadar, memang tak mungkin anak –anak Alif yang masih kecil akan bangun dari tidur dan menolong mereka. Dan para tetangga yang rumah mereka berada dekat dengan rumhanya, belum tentu mendengar. Apalagi larut malam begini di saat semua orang seharusnya sudah terlelap di atas pembaringan. Belum lagi rumor buruk yang muncul tentang hantu di keluarga ini, bisa –bisa mereka menganggap suara permintaan tolongnya hanya dianggap angin lalu yang menakutkan untuk mereka. Bisa jadi setelah mendengar suara ibu tua itu m
“Apa dia istrimu, Mas? Ini suster yang tadi menyusui anak kamu!” ucapnya dengan mata melotot. Seketika Maya merinding. Belum apa –apa, tapi almarhumah istri dari pria yang dicintainya sudah menampakkan wujud padanya seolah –olah ingin memberinya peringatan. “Apa?” Affan terkejut. Dugaannya benar. Bahwa Sarah yang tadi muncul di ruang inkubator. Tapi, kenapa cuma Maya yang melihatnya?“Dia siapa, Mas?” tanya Tomy yang mulai tertarik begitu Maya menanyakan tentang kakaknya Sarah, yang tak lain adalah istri dari Affan. “Teman, Tom.” Affan menyahut singkat. Tak ingin Tomy berpikir macam –macam mengenai hubungan Affan dengan wanita dari masa lalu itu. Ia kemudian kembali fokus ke Maya. “Pergilah, May. Sekarang kamu tahu kan, bahwa tak seharusnya kamu tak dekat –dekat dengan kehidupanku lagi. Hubungan kita sudah berakhir.”“Hah?” Tomy melebarkan mata saat menyimak ucapan Affan yang ditujukan ke pada wanita cantik dan asing baginya itu. Katanya hanya teman, tapi kenapa cara bicara kakak ip
“Petugas sudah datang, Tom?” tanya Affan yang mempertanyakan kelanjutannya meminta jenazah dibawa pulang malam ini juga.“Ah, ya, Mas. Makanya tadi aku nyari, Mas Affan,” sahut Tomy.Dia diminta bapaknya mencari keberadaan suami Sarah. Saat itulah ia berjalan sambil melihat –lihat untuk melihat hasil jepretannya. Dan menemukan foto –foto aneh yang mirip penampakan seorang wanita tengah berjalan menjauh meninggalkan ranjang Kakaknya. Itu sebabnya ia pun terkejut dan ingin menunjukkannya pada Affan.Siapa sangka niatnya mengejutkan malah dikejutkan oleh keberadaan seorang wanita cantik bersama Affan. Padahal dia belum sehari ditinggal mati istrinya –Sarah yang tak lain adalah kakak Tomy sendiri. Lebih dari itu, obrolan mereka yang mengatakan telah melihat Sarah menyusui anaknya di inkubator. Membayangkannya saja Tomy ngeri. Ia terus dibuat merinding hari ini.Kini langkah mereka sudah sejajar, karena Tomy sengaja mempercepat langkah untuk mengejar Affan.Begitu sampai di ruang mayat, Af
Maya lega, akhirnya Angel kembali tidur dalam pelukan sang nenek. Diperhatikan wajah kecil putrinya yang terlihat tenang, juga wajah tua yang dipenuhi keriput milik ibunya. Wanita yang terlihat begitu lelah, karena seluruh waktunya dicurahkan untuk mengurus anak berusia empat tahun itu.Kalau saja ibunya adalah wanita egois yang memikirkan kesenangan sendiri dan tak peduli pada Maya apa lagi cucunya, Maya pasti tidak akan mendengarkan ucapannya sejak lama. Juga ucapn –ucapan toxic tentang Affan hingga pikiran buruk mengenai pria itu terus bertumbuh dalam otak yang kemudian mempengaruhi hatinya.Jika waktu bisa diputar, mungkin ... Maya akan menjelaskan baik –baik pada ibunya bahwa ia sangat mencintai Affan, bahkan setelah ia membenci kemiskinan pemuda itu dan mencampakkannya dengan kejam. Namun, apa daya ... ucapan ibunya seperti racun dan obat yang membius. Pandangan kebahagiaan Maya telah berubah, mengubah cinta menjadi keserakahan untuk hidup dalam kemewahan.Dan pada akhirnya ia m