Share

Tanah Makamku masih Basah, Mas
Tanah Makamku masih Basah, Mas
Author: Wafa Farha

Terlalu Manja

Author: Wafa Farha
last update Last Updated: 2023-04-03 05:25:37

[ Mas masih lama? ]

[ Hari iniii aja, jangan ambil lembur, ya! Plisss .... 🥺 ]

[ Aku udah ngiler banget pengen makan martabak manis ]

"Sarah, Sarah, kapan kamu mandiri, sih? Heuh," gumamku mengeluh, memprotes pesan yang dikirimnya. Aku hanya bisa mengeluh pada diri sendiri. Tak berani membalas pesannya, dan mengekspresikan protes atas permintaannya.

"Sudahlah. Tak usah dibalas, biar Sarah mikir sendiri."

Memang dia jarang manja begini, tapi mbok yo lihat-lihat. Menjelang bulan ramadhan begini, pekerjaan suaminya akan berlipat ganda dari biasa. Kadang malah, pengiriman over load dan baru selesai setelah lebaran, karena kami tidak sanggup menyelesaikan saking banyaknya.

Entahlah, mau marah pada emak-emak penikmat belanja online, tapi dari mereka kami masih tetap mendapatkan pekerjaan dan bisa makan.

Aku menghela napas berat, begitu melihat ke layar ponsel yang sedari berdering, dan kuabaikan karena masih berada di atas motor untuk mengantarkan pesanan. Ya, pekerjaanku hanyalah seorang kurir. Pekerjaan utama yang kuandalkan untuk menghidupi istri dan calon anak kami dalam kandungannya.

Anak pertama kami, yang sudah kami tunggu kehadirannya bertahun –tahun. Itu pasti hal yang menjadi alasan Sarah untuk bermanja –manja ketika ngidam begini. Dia pikir aku akan terus luluh dan mengutamakannya dibanding pekerjaan. Padahal, dia harusnya mikir tanpa kerja, kami makan apa?

Tampak di layar ponsel, sebuah kontak dengan foto profil perempuan hamil bergerak-gerak. Hanya ada dua pilihan, mengangkat atau mengabaikannya? Kalau sampai merejectnya, sudah pasti pemilik kontak bernama "Istriku” itu akan ngambek. Dan urusan semakin panjang. Ah, malas sekali.

Setelah berjam-jam mengabaikan pesannya, wanita yang sudah kunikahi sejak lima tahun lalu itu akhirnya tak sabar, dan melakukan panggilan. Tapi, karena sibuk kuabaikan saja dan mematikan nada dering agar tak mengganggu. Bahkan kadang kali pula terpaksa kublokir nomor istriku yang tidak pengertian itu, agar pekerjaan bisa terus berjalan.

Bagaimana kalau dia marah? Aku akan minta maaf dan bilang baterai –nya low bat. Untung saja Sarah itu mudah sekali dirayu ketika marah. Itulah salah satu kelebihannya menjadi seorang istri. Lembut dan penyayang.

Andai punya dua ponsel, untuk bekerja dan untuk urusan pribadi. Sehingga panggilan dan pesan dari Sarah tidak menghambat pekerjaan kala melihat alamat dari aplikasi. Namun, gaji kami ini berapa sih? Kalau ada uang lebih, pasti kubelikan motor bekas saja agar Sarah tidak terus merengek padaku saat ingin pergi seperti sekarang.

___________________________

Sekitar jam empat sore, pekerjaanku sudah selesai. Dan seperti biasa pihak ekspedisi mengizinkan pulang. Meski tak lembur, tetap saja rasa lelah memenuhi sekujur tubuh. Langit mendung dan semilir angin pertanda akan hujan menemani perjalanan menuju rumah. Tak ada yang kuinginkan setelah sampai, selain merebahkan tubuh, agar rasa lelah ini segera sirna. Untungnya, ada hujan yang menetes mengenai tubuhku hingga aku tak perlu khawatir akan sakit setelahnya.

Namun, aku lupa, ada yang terus merengek dan menunggu. Setelah mengetuk pintu dan tak lama ada yang membuka, sesosok bayangan wanita dengan perut buncit sudah berdiri dengan senyum manis di wajahnya. Di luar dugaan, dia tak marah karena aku memblokir nomornya tadi.

“Mas udah pulang?” tanyanya basa –basi, padahal sudah jelas pertanyaan itu tak butuh jawaban.

Seperti hari lain saat aku pulang, Sarah mencium punggung tangan. Sementara aku masih di ambang pintu. Bedanya wanita itu sudah terlihat rapi. Aku bahkan bisa mencium aroma lotion yang ia kenakan setelah mandi.

“Assalamu alaikum,” ucapku. Mengabaikan pertanyaannya.

“Waalaikumsalam.” Sarah nyengir.

Wangi tubuhnya menyeruak merasuk dalam penciuman, kala langkahku terayun masuk dan melewatinya begitu saja. Namun, dengan cepat tangan lentik Sarah meraih lenganku hingga langkah itu tertahan.

“Mas, makasih, ya udah nurutin kemauanku pulang cepat.” Seulas senyum menghiasi wajah cantik itu. Yang kemudian membuatku sadar, bahwa sebelumnya, Sarah memintaku untuk menemaninya membeli martabak.

Aku pun menghela napas berat karenanya. Ingat saja sudah jadi beban, apa lagi harus benar –benar pergi sekarang, di saat seluruh badanku terasa remuk.

“O ya, aku udah siapin makan, Mas. Tapi baiknya Mas mandi dulu biar gak bau!” serunya senang. Lagi, Sarah masuk mendahuluiku ke arah dapur.

“Sarah, ayolah! Mas capek! Kenapa tadi tidak pesan saja, jadi sekalian Mas belikan pas pulang?” protesku. Aku tak bisa memelankan suara karena merasa benar –benar lelah.

Langkah Sarah terhenti di bibir pintu dapur. Kesal, pasti. Karena semua tak berjalan sesuai kemauannya. Ia lalu membalik tubuh menatap ke arahku. “Ya beda lah, Mas. Kalau aku sendiri yang pesan, sama Mas jelas beda rasanya. Mas pasti pesannya sembarangan. Sedang aku maunya, menteganya agak dibanyakin terus jangan sampe cokelat terus ....”

“Sudah, sudah. Kalau mau nanti malam Mas antar. Sekarang aku mau berebah dulu. Capek banget tahu gak? Walau gak lembur, kerjaan hari ini sangat banyak. Mana medannya terjal karena alamat customer di pelosok.” Aku mencoba bernegosiasi dengan Sarah.

“Nggak, Mas! Aku maunya sekarang!” paksanya.

Ya Gusti, Sarah benar –benar tidak mau melihat situasi. “Kamu kenapa, sih? Apa bedanya nanti dan sekarang? suami kamu sudah kerja seharian lho, apa kamu nggak mau ngerti?” Harga diriku mulai terlukai dan tak mau kalah dengannya. Aku ini suami, tentu saja harus berada di atasnya istri.

“Bukan nggak mau ngerti, Mas. Mas yang harusnya ngerti. Kalau nanti malam, martabak Mas Harto pasti tutup. Yang lain nggak seenak di sana dan asal –asalan bikinnya! Ya sudah, kalau Mas nggak mau antar. Biar aku pergi sendiri sekarang!” Suara Sarah kini ikut meninggi. Dasar keras kepala.

“Huft!” Kuembus napas berat. Ego dan logikaku menyetujui itu.

Sepertinya ini keputusan terbaik. Sarah tak sabar dan ingin pergi sekarang juga. Jadi setidaknya aku bisa beristirahat.

“Ya, sudah pergilah. Toh, cuma di depan gang kan?” sahutku. Kini suara ini memelan juga. Dia hanya perlu menyeberang jalan besar sekali. Sepertinya tidak terlalu sulit juga. “Kalau susah bawa motor nyeberang, parkir di toko Mang Joko saja. Terus nyeberangnya jalan kaki hati –hat ....”

Aku belum selesai bicara. Namun, Sarah berbalik dan berjalan ke arah kamar mengambil tasnya. Ia lalu meminta kunci motor padaku.

“Aku pergi, Mas. Kalau ada apa –apa jangan nyesel, ya!” dengkusnya berjalan ke luar.

“Astaga! Apa kamu perlu bicara seperti itu, Sarah. Kamu sendiri yang nggak sabar nunggu suamimu istirahat dulu dan sekarang malah ngomong yang nggak –nggak,” omelku.

Namun, wanita itu bertingkah seolah mengabaikan ucapan suaminya. Dan pergi begitu saja setelah menyalakan satu –satunya motor di rumah kami yang terparkir manis di teras. Aku cuma bisa geleng –geleng karenanya.

Tak ingin istirahatku terganggu, kututup pintu, lalu meletakkan ransel yang berisi kotak bekal kosong. Setiap hari Sarah dengan telaten menyiapkan bekal makan siangku.

“Hem, biar dia sajalah yang beresin nanti,” ucapku sambil menghela napas panjang, sembari merebahkan tubuh perlahan ke sofa. “Huh, nikmat mana lagi yang kau dustakan,” gumamku, kala punggung remuk menyentuh empuknya sofa.

Next yuk Kak ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sri Hartati
akhirnya di post disini jg, mksh ya mba farha
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Terimakasih Sarah

    Nadhira baru saja memasukkan seloyang puding cokelat karamel ke dalam lemari pendingin makanan, ketika ada dua tangan yang menyusup masuk dari belakang tubuhnya dan merangkul dirinya dengan mesra."Eh...! Astaghfirullah!"Tubuh Nadhira sedikit menjingkat karena terkejut. Aroma asam bercampur manis, juga embusan napas yang lembut, yang mengenai pipinya, tak lagi membuat Nadhira terkejut. Dia tahu siapa yang memeluknya dari belakang."Kaget, ya?" tanya lembut Alif yang kemudian mencium sayang pipi Nadhira. "Maaf ya, Sayang"Semburat samar merah muda, muncul di kedua pipi Nadhira. Setiap kali hanya berdua saja, Alif selalu bisa berlaku sangat mesra sekaligus sangat romantis. Rangkulan dan sapaan 'Sayang' adalah diantaranya, dan itu masih selalu membuat jantung Nadhira berdebar-debar manis."Iya, gak apa-apa. Ayah haus?" tanya Nadhira sembari menoleh. Semburat merah muda di pipi semakin menetap karena itu membuat jarak tipis antara wajah Nahira dan wajah Alif.Bibir bawah Alif sedik

  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Dikabulkan Permintaan Jingga

    “Kalau begitu, papa akan bicara serius dengan bunda dan panda.” Affan mengusap punggung Jingga.“Ish, kok panda, sih!” protes Jingga yang tak mau suami dari bundanya dipanggil panda.“Ha ha ha.” Kontan semua orang yang ada di atas panggung resepsi itu tertawa. Jingga tampak menggemaskan saat marah untuk hal sepele begitu. Dia sangat serius dan polos, padahal papanya hanya bercanda.“Jangan panda, dong. Tapi … Ayah. Jadi Ayah dan Bunda!” serunya kemudian penuh semangat menjelaskan kepada banyak orang dewasa yang memperhatikan tingkahnya.Affan mengacak kerudung yang dikenakan Jingga. Gadis kecil itu jadi mau berhijab seperti bundanya setelah mendengar nasehat dari Alif tempo hari.“Hai Jingga, kalau Adek Jingga yang cantik ingin tetap cantik di akhirat nanti … harus pakai jilbab dan kerudung.” Kata Alif kala itu.“Kok jilbab dan kerudung? Kan jilbab dan kerudung itu sama, Ustaz?” protesnya dengan kepala terteleng memikirkan ucapan Alif yang dia pikir salah bicara.“Oh … kalau jilbab it

  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Ekstra Part : Kasih Sayang Affan

    Rencananya pernikahan Alif dan Dhira digelar secara sederhana saja. Namun, pihak Affan yang juga ayah kandung Jingga tak bisa membiarkan itu terjadi. Lelaki kaya raya itu merasa bertanggung jawab, setelah pengorbanan dan perjuangan yang Alif lakukan untuk menemukan Jingga. Gadis kecil yang nyasar di desa Jingga. Rupanya ... anak Siti meninggal di hari kelahiran sekaligus kematian ibunya. Di kampung Jingga. Dan yang Pak Joko bawa pulang dengan sang istri di bangunan itu adalah putri yang dibuang orang tak bertanggung jawab. Masih menjadi misteri, siapa yang hari itu membawa keluar putri Affan. Padahal, bayi yang lahir dari tubuh Sarah yang sudah meninggal itu sudah dibawa pulang ke rumah kakek neneknya. Rumah yang sangat aman penjagaan dan dipenuhi banyak petugas. Alif sendiri, sempat mencurigai ada orang dalam keluarga Affan pelakunya. Namun, ia enggan mengatakan itu karena tak punya bukti. "Ehm, Papa, apa boleh setelah ini saya tinggal dengan Bunda?" tanya Jingga kepada Affan yang

  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Ending

    Alif berusaha menelponnya beberapa kali menggunakan ponsel seorang polisi yang dipinjamkan ke padanya, Dhira tak menjawab hingga pemberitahuan operator bahwa nomornya tidak aktif.Alif menghela napas pelan, berharap calonnya baik-baik saja. Kebisingan di kantor polisi membuatnya sedikit pun tak lagi terbersit tentang Dhira, bagaimana reaksinya? Bagaimana dia pulang? Entahlah.“Sudahlah, yang penting adalah kamu tidak mencoba membuat alibi untuk kabur dan menipu polisi. Pikirkan nasibmu sendiri!” tandas polisi sembari menengadahkan tangan, meminta ponselnya kembali. Lagi pula dia tahu bahwa orang yang dipanggil di seberang sana tidak juga menjawab.Alif pasrah. Diserahkan kembali ponsel milik polisi dan kini fokus ke pada diri sendiri. Lagi pula tak ada gunanya bersi keras menghubungi gadis itu jika nomornya saja tidak aktif. Ustaz muda itu lantas mengarahkan tatapan ke beberapa polisi siaga di sekitarnya, berharap semua berjalan baik, Zara selamat, Fadli ditangkap, kebusukan kepsek da

  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Terus Memikirkan Dhira

    "Tapi, ini teman saya sudah menemukan lokasi siswi kami yang diculik kepsek." Alif berusaha meyakinkan polisi. Bahwa dia telah melakukan sesuatu yang seharusnya menjadi tugas polisi. Berharap ini pun tidak dipermasalahkan dan menjadi bahan baru untuk menyerangnya. Alif tahu betul bahwa jerat pasal kadang diada -adakan agar relevan menangkap seseorang. "Bagaimana?" Satu petugas mengalihkan pandangan ke arah petugas lain. Bermaksud untuk meminta pendapat, apakah mereka harus pergi mengikuti ucapan pria yang mereka pikir sebagai tersangka tersebut atau tidak. Sebab takut jika pada akhirnya ini hanya alibi saja. Polisi lain menghela napas panjang. Korban sudah banyak, tapi petugas masih saja dipermainkan oleh orang -orang itu. Tak satu pun dari mereka yang mau mengaku. Apalagi Alif yang jadi terduga utama, terus saja bisa mengalihkan tuduhan dengan hal lain. Ini membuat mereka frustasi.Sampai mereka berpikir mungkinkah benar, bahwa sebenarnya ada orang -orang di belakang mereka. Yang

  • Tanah Makamku masih Basah, Mas    Sikap Petugas Polisi

    Tiba-tiba saja, dari dalam tampak seorang wanita datang, yang juga akan bergabung bersama mereka. Berdiskusi, ah lebih tepatnya bedebat alot mengenai kasus di sekolah Jingga. Kepsek memicingkan mata, melihat sosok yang datang bersama Dhira. Ia tak menyangka jika gadis yang didambanya akan bersama gadis kecil misterius itu. Bukankah Jingga masih di rumah sakit? Dan bahkan sedang kritis. Bagaimana bisa ada di kantor polisi.“Jingga,” gumam kepsek nyaris tak terdengar. Dia bahkan sampai memerlukan pendonor agar bisa bertahan hidup sebab kekurangan banyak darah akibat peradarahan dari lukanya. “Ada apa?” Agus bertanya melihat ekspresi kepsek yang terlihat berubah. Pria itu tampak ketakutan. Tak memperdulikan pertanyaan Agus, kepsek Rayhan melanjutkan ucapannya dan bertanya, “Bagaimana dia bisa ada di sini?”Pria itu terlalu penasaran untuk mengabaikan keberadaan Jingga di sisi Dhira. Sesuatu yang berada di luar nalar. 'Sebentar, jangan-jangan .... Dia kembar. Tapi apa iya? Sejak dia be

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status