Share

6. masa lalu

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2025-07-14 16:15:33

***

Pesan pada tanggal

Dua puluh empat, Mei 2018

[Aldo, ada rasa terkejut ketika pertama kali pak CEO mengenalkanmu padaku sebagai partner kerja dari perusahan pusat.

Ada rasa bahagia menemukan sahabat lama yang memang sudah lama kurindukan. Kau begitu sukses dan berhasil membangun karier, aku turut bangga atas hal itu.

Sosokmu juga tidak berubah, malah makin mempesona. Senyummu yang seketika membangkitkan kembali rasa percikan rasa dalam hatiku.

Tak bisa kupungkiri, aku masih mencintaimu, meski mungkin aku hanya akan menikmati rasa itu sendiri.

Dari, Wanita yang selalu merindukanmu, Alexandra.]

 Begitu tulisnya di email pertamanya.

Oh, jadi mereka teman lama, yang berjumpa di kantor yang sama ....

Sehari kemudian suamiku membalas.

[Oh, Alexa ya. Hehehe bisa saja. Aku sudah menikah dengan Dewi Rosalia, Manager keuangan perusahaan, walau sekarang ia sudah resign, karena aku memintanya untuk fokus mengurusku dan mencintaiku saja] disertai emoji tertawa.

[Sungguh beruntung wanita itu, selalu berada di dekatmu. 

Perlahan rasa iri menyusup ke hatiku, andai aku ada di posisinya]

[Semuanya sudah berubah, Alexa] balas suamiku. Lalu percakapannya hari itu berakhir.

Ada banyak percakapan lain, namun baru saja aku akan membacanya, ponselku tiba-tiba berdering. 

Sebuah panggilan dari Ardi  adik teman kantorku dulu. 

"Halo, Ar, apa kabar?"

"Baik Mbak. Maaf baru  baca chatnya, jadi, ada apa mbak? Mbak mau minta tolong apa?" ucapnya dari seberang.

"Kamu masih kerja di PLN?"

"Masih."

"Boleh minta nomor kode pelanggan yang rumahnya di jalan Pangeran Dipenogoro nomor tujuh belas." Kusebutkan alamat rumah wanita itu.

Sejurus kemudian,

"Ini mbak, rumah atas nama Ibu fatria dan kodenya nanti saya kirim lewat chat," balasnya setelah beberapa menit.

"Tapi itu rumahnya siapa ... " tanyanya lagi.

"Ada deh. oh ya, sekalian aja kamu bisa bantu mbak lagi? Ntar mbak tambahin transferannya."

"Gak usah, Mbak. Emangnya mbak mau dibantu apa lagi?"

"Blokir layanan listriknya permanen."

"Waduh! tapi kenapa?"

"Mbak tambah dua juta buat kamu."

"I-iya deh. Akan saya coba, tapi gak janji berhasil ya mbak."

"Ok, makasih."

Lalu sambungan terputus. Kuarahkan lagi perhatianku pada layar komputer Mas Aldo, berniat membaca kelanjutan dari email wanita itu.

01 Juni 2018

[Aldo, ketemu di rapat tadi membuatku gugup. Entah mengapa, ada getar-getar yang sulit kubahasakan. Bagaimana aku menafikan rasa ini yang terlanjur menepi padamu?]

[Maaf, aku sudah menikah. Kuharap kamu pun menemukan cinta sejatimu dan hidup bahagia.]

Balasan suamiku sembilan jam setelah email itu masuk.

[Sayangnya ... Kamu terlanjur bertahta dalam hati

Jika tak bisa membersamaiku, setidaknya beri aku kesempatan berteman dekat, menikmati waktu dan menuai bahagiaku meski dalam kesendirian saja.]

[Itu gak mungkin,  kamu gak malu?] Tolak suamiku.

[Apa yang membuatku malu? Cinta buka aib, cinta adalah rasa yang suci. Bahkan aku sendiri tak bisa mengendalikan kemana mata hati ini menuntunku. 

Kumohon, jika kamu tak memberiku kesempatan, ada baiknya aku meninggalkan dunia ini saja.

Orang tuaku sudah meninggalkanku, keluargaku dan saudaraku. Kini teman sekaligus cintaku juga menolak, apalagi yang tersisa?] Ditambah emoji menangis dan putus asa.

[Jangan lakukan tindakan nekat, segala sesuatu pasti ada jalan keluarnya]

Lalu di bawah pesan itu ada kiriman sebuah photo, ku-klik gambar photo tersebut dan melihatnya dengan seksama.

 Terlihat seseorang memegang silet dan mengarahkan ke nadi tangan kirinya.

Luar biasa cara ia menggertak.

[Hei, jangan gila!] Kirim suamiku.

Tidak ada jawaban apapun setelah itu, namun seingatku pada tanggal yang sama suamiku memang pergi dari rumah dalam keadaan panik dan dia bahkan tak bisa berkata apapun ketika aku bertanya ia akan kemana malam-malam.

Tanggal 03 Juni 2018.

[Terima kasih, Ya Sayang. Seandainya kamu gak cepat nyelametin aku, mungkin aku sudah meregang nyawa.]

[Gak usah bilang sayang. Itu sudah kewajibanku melihat sesuatu yang tidak semestinya terjadi]

[Kebekuan dan kecuekanmu itu, yang membuatku semakin tergila-gila mencintaimu]

[Tolong bedakan Obsesi dengan cinta, Alexa ]

[Aku memang terobsesi untuk selalu mencintaimu]

[Kau sudah gila, Al ... ]

 

[Biarlah, buat kamu. Kamu janji ya, gak akan nolak aku lagi]

 

[Ck, ... gak bisa janji]

[Kalo gitu, aku ... ]

[Iya deh, iya] balas suamiku yang kutangkap ada keterpaksaan di sana.

Ya ampun apa-apaan ini? perlahan ia telah merayu dan meracuni suamiku untuk berkhianat. Pelan tapi pasti ia telah memanipulasi pikiran suamiku dan memeras rasa ibanya demi obsesi wanita gila itu. 

"Oh, Tuhan cobaan apa ini," ratapku sendiri.

Bagaimana caranya aku memisahkan mereka? Jika menggunakan cara jahat  maka bisa saja suamiku malah berbalik membelanya dan meninggalkanku. Jika aku mengabaikan hubungan mereka, maka aku pun juga tersakiti. 

Selama ini aku diam, bukan karena lemah, tapi mencari cara yang tepat. Bisa saja aku membayar orang untuk memberinya pelajaran, namun tindakan kriminal pasti akan merugikan diriku sendiri, dan malah memuluskan jalan Alexa untuk memiliki mas Aldo. Sungguh dilema.

Tring .. ponselku berbunyi lagi.

[Mbak Dewi, listriknya sudah saya blokir. Berikut juga layanan airnya]

[Bagus,makasih. Duitnya akan Mbak transfer besok pagi berserta bonusnya.]

Menyerangnya secara psikologi dan membuatnya susah di segala sisi, kurasa ide yang bagus untuk sementara ini. Atau, perlukah juga kusewa pocong jadi-jadian untuk menerornya nanti malam? Ah, ini bukan film komedi. Jika ia ketakutan dan malah menelepon suamiku kemudian memintanya untuk menemaninya, bagaimana coba? 

'Kan beruntung banget dia.

**

Keesokan malamnya,

Aku dan mas Aldo bersantap malam seperti biasa, namun ada sedikit yang berbeda. Jika selama ini meja selalu riuh dengan alat makan dan cerita yang menari di udara, akhir-akhir ini semuanya berubah. Aku dan dia lebih banyak membisu.

Kubahas rencanaku yang akan memulai bekerja lagi selepas kami menyantap makanan dan seperti biasa, ia menolak ideku. Perdebatan kami terhenti ketika,

Tring ..

 

Bunyi ponselnya.

"Mas ... Hapenya nyala," panggilku.

Namun ia bergeming dan tak merespon panggilanku sedikitpun.

Kulihat nama Alexa di layar, kugeser tombol hijau dan meletakkannya di telingaku laluext menjauh dari suamiku yang masih sibuk dengan kekesalannya.

"Sayang ... Lampu di rumahku, mati. Kucek ke aplikasi PLN mobile, rupanya layanannya terputus. Lakukan sesuatu, a-aku takut, kumohon," ucapnya terbata-bata sambil terisak.

"Suamiku sudah tidur," jawabku.

Kututup sambungan teleponnya dan mematikan ponsel suamiku, biarlah hari ini ia tidak perlu menemui si binal itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tanpa Anak Denganku, Dia Buat Anak Dengan Wanita Lain   7.

    **Hari ini akan kuberikan mereka kejutan beruntun yang tak akan mereka lupakan seumur hidup.**Kuayunkan langkah dengan pasti, seanggun mungkin. Hari ini adalah hari pertamaku kembali bekerja di Sinar Media Corp, sebuah perusahaan yang berbasis media dan memiliki nilai investasi yang sangat tinggi. Sebuah kebanggaan bagi siapa saja yang bisa bergabung dan membangun karier di sini.Tepat pukul delapan lewat lima belas menit, ketika rapat anggota direksi dan beberapa manager di mulai. Dengan santai kumasuki ruangan rapat mewah bermeja oval panjang itu. Semua mata tertuju, menyambut dan menyunggingkan senyum padaku. Kecuali, suamiku Mas Aldo dan seorang wanita yang duduk di belakangnya yang kutaksir menjabat sekretaris, Alexandra.Rupanya ia dialihkan ke kantor Mas Aldo."Selamat pagi, selamat datang kembali, Bu Dewi," sambut Pak Pemimpin Direktur."Terima kasih," sambutku sambil menjabat erat tangan beliau. "Jadi, selain membahas masalah perusahaan, saya sekaligus ingin memperkenalk

  • Tanpa Anak Denganku, Dia Buat Anak Dengan Wanita Lain   6. masa lalu

    ***Pesan pada tanggalDua puluh empat, Mei 2018[Aldo, ada rasa terkejut ketika pertama kali pak CEO mengenalkanmu padaku sebagai partner kerja dari perusahan pusat.Ada rasa bahagia menemukan sahabat lama yang memang sudah lama kurindukan. Kau begitu sukses dan berhasil membangun karier, aku turut bangga atas hal itu.Sosokmu juga tidak berubah, malah makin mempesona. Senyummu yang seketika membangkitkan kembali rasa percikan rasa dalam hatiku.Tak bisa kupungkiri, aku masih mencintaimu, meski mungkin aku hanya akan menikmati rasa itu sendiri.Dari, Wanita yang selalu merindukanmu, Alexandra.] Begitu tulisnya di email pertamanya.Oh, jadi mereka teman lama, yang berjumpa di kantor yang sama ....Sehari kemudian suamiku membalas.[Oh, Alexa ya. Hehehe bisa saja. Aku sudah menikah dengan Dewi Rosalia, Manager keuangan perusahaan, walau sekarang ia sudah resign, karena aku memintanya untuk fokus mengurusku dan mencintaiku saja] disertai emoji tertawa.[Sungguh beruntung wanita itu, se

  • Tanpa Anak Denganku, Dia Buat Anak Dengan Wanita Lain   5. mandek

    ***Hari ini, setelah dua tahun hanya berdua di rumah sebagai ibu rumah tangga, aku putuskan untuk kembali bekerja dan membangun kembali karierku yang sempat 'mandeg' karena keinginan mas Aldo yang memintaku untuk serius mengurus rumah dan melahirkan buah hati. Ada rasa miris ketika mengeja kata buah hati, hatiku bagai disayat begitu mengingat jika rumah ini begitu sepi, hanya dinding dan pantulan suara detak jarum jam sepi dan hampa. Tidak ada tawa atau rengekan kecil yang akan mewarnai hari, tidak ada tangis dengan mata mengiba tulus, memintaku untuk membawanya ke dalam peluk atau kugendong dengan penuh kasih. Ah, aku merindukan anak, anak buah cinta kami, aku dan mas Aldo.**Kudadar telur dan memanggang empat potong toast lalu menuangkan dua gelas jus, sementara menunggu pesanan dari Gofood, aku akan menghidangkan selingan ini dan secangkir kopi untuknya."Mas Aldo, ayo makan." Aku memanggilnya.Ia segera bangkit dari rumah tivi dan menemui ku di meja makan."Kamu sudah baikan

  • Tanpa Anak Denganku, Dia Buat Anak Dengan Wanita Lain   4. alei

    ***Kicau burung dan cahaya mentari yang membias menyadarkan lamunanku. Dari semalam, sejak aku kembali dari rumah wanita itu, aku hanya termangu di ruang tamu menatap nyalang pada pigura yang menampilkan photo pernikahan kami, dengan ekspresi paling indah, bahagia.Kontras kalimat cinta dan setianya dengan pemandangan yang aku saksikan semalam. Ketika kubuka pintu rumah,seketika bayang kebahagian dan canda kami berkelebat dan menari-nari di sekitarku, bagaimana kami berbagi suka dan duka, peluk dan tawa. Kuarahkan pandanganku ke pigura itu, dan begitulah aku hanya terpaku hingga matahari terbit, bagaimana aku akan menumpahkan kekesalanku? bagaimana aku selanjutnya ... Apakah akan mempertahankan rumah tanggaku? bagaimana juga aku akan mengatasi wanita itu? semua tanya dan pikir itu saling bergantian dan berputar-putar seperti rekaman yang di-rewind.Bahkan hendak menangis rasanya air mata ini sudah kering. Perut yang terasa pedih karena lapar dan tenggorokan yang kering oleh lelah ta

  • Tanpa Anak Denganku, Dia Buat Anak Dengan Wanita Lain   3. wanita itu

    **Mereka begitu dekat dan mesra. Bak kekasih yang telah lama tidak berjumpa. Suamiku memeluk pinggangnya dan tangan yang satunya membelai bagian belakang wanita itu dari balik gaun punggung terbukanya. Sedangkan si wanita melingkarkan kedua tangannya di leher Mas Aldo. Mereka saling pandang dan lalu saling menukar rasa rindu satu sama lain lewat pagutan asmara dan sentuhan-sentuhan penuh rasa.Tungkaiku lemas, menyaksikan adegan mereka. Pandanganku mengabur oleh air mata, serangkan telingaku terasa tuli dengan keramaian sekitar, bagai adegan slow motion semua, yang ada di sekitarku kabur dan hanya mereka sebagai fokus. Sepasang kekasih yang tak saling melepaskan.Aku ... bisa saja aku menghampiri dan melabrak mereka, menumpahkan segala rasa emosi dan kecewa yang berkecamuk dan wanita itu, aku juga bisa memukulnya hingga babak belur, namun mempertimbangkan kehormatan diriku yang harus bergelut di sebuah lounge hotel bintang lima bersama kekasih suamiku, menggelikan. Belum lagi jika

  • Tanpa Anak Denganku, Dia Buat Anak Dengan Wanita Lain   2. tampaknya

    Malam ini, tiba-tiba ia mengajakku makan malam. Ketika kutanya dalam rangka apa? ia hanya menjawab makan malam biasa. Aku mengenakan gaun hitam panjang kesukaanku dan Mas Aldo mengenakan jas dan berpenampilan sangat rapi sehingga nampak begitu tampan dan memukau."Kenapa segitu rapinya, memangnya kita mau makan di mana?""Di fine dining, sekali-kali." Ia menjawab singkat sambil merapikan rambutnya.***Suasana restoran yang mewah dengan cahaya temaram canndelier membuatku nyaman berada di resto ala Prancis tersebut. Alunan musik dan pendar lilin menambah kesan romantis."Waw, keren ya, restonya," cetusku membuka obrolan."Iya, ... Kamu mau makan apa?" tanyanya."Mmm, bingung juga, soalnya baru pertama kali, tapi ... terserah mas Aldo saja."Aku udah pesankan makanan tadi pas reservasi online, mau menu tambahan?" tawarnya."Gak usah, cukup itu aja.""Baiklah," Ia menyimpan kembali ponselnya di saku lalu, aku dan dia kembali terdiam dalam hening. Seperti ada sesuatu yang canggung untu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status