Share

5. mandek

Author: Ria Abdullah
last update Huling Na-update: 2025-07-14 16:15:00

***

Hari ini, setelah  dua tahun hanya berdua di rumah sebagai ibu rumah tangga, aku putuskan untuk kembali bekerja dan membangun kembali karierku yang sempat 'mandeg' karena keinginan mas Aldo yang memintaku untuk serius mengurus rumah dan melahirkan buah hati. 

Ada rasa miris ketika mengeja kata buah hati, hatiku bagai disayat begitu mengingat jika rumah ini begitu sepi, hanya dinding dan pantulan suara detak jarum jam sepi dan hampa. Tidak ada tawa atau rengekan kecil yang akan mewarnai hari, tidak ada tangis dengan mata mengiba tulus, memintaku untuk membawanya ke dalam peluk atau kugendong dengan penuh kasih.  Ah, aku merindukan anak, anak buah cinta kami, aku dan mas Aldo.

**

Kudadar telur dan memanggang empat potong toast lalu menuangkan dua gelas jus, sementara menunggu pesanan dari Gofood, aku akan menghidangkan selingan ini dan secangkir kopi untuknya.

"Mas Aldo, ayo makan." Aku memanggilnya.

Ia segera bangkit dari rumah tivi dan menemui ku di meja makan.

"Kamu sudah baikan sayang? Kalo masih gak sehat, gak usah merepotkan diri, deh."

"Gak, aku baik baik saja," sangkalku.

Kami lalu menikmati makanan tanpa banyak bicara, tenggelam dalam kebisuan saja.

"Eh, tumben diam," godanya sambil mencolek lenganku.

Aku hanya menyunggingkan senyum tipis diantara kekesalan dan sakit hatiku.

*

Sore ini kuputuskan untuk pergi ke pusat kebugaran, hari Sabtu memang jadwalku berolah raga di pusat fitness langgananku.

Sedang asyik berjalan di treadmill ketika seorang wanita menyapa.

"Hai, boleh nge-tread di sini," tanyanya.

"Boleh silahkan," jawabku masih sibuk berlari sambil memperhatikan layar treadmill.

Ketika kutolehkan wajah wanita yang memakai baju olah raga slimfit pink itu, melempar senyumnya.

Ingin kuraih barbel dan kuhempas di kepalanya saat ini juga,  namun, ... Ah sayang.

"Alexa, tunggu balasan gue," batinku.

Tak lama berselang, wanita bertubuh seksi itu, sudah membaur dengan anggota lain di klub fitness. Ia menyapa dan bergaul bagai ratu sejagad yang sok cantik. 

Aku memaklumi, ia wanita kelas menengah yang baru mencicipi kemewahan dari uang suami orang, seperti terbang ke angkasa dan merasa pantas menggunakan semua fasilitas ala orang kaya. Ha ha, memalukan.

"Eh, Jeng Alexa, selamat bergabung di klub kami," sapa salah seorang teman kami.

"Eh, iya, makasih," sambutnya.

"Jeng Alexa cantik ya," puji wanita itu lagi.

"Iya dong Bu, kalo gak cantik ntar suami saya lari, dan mencari wanita yang lebih hot, cantik dan memuaskan,  heheh," jawabnya sambil meringai dan melirik samar ke arahku.

Aku mengerti ia tengah menyindirku, istri dari kekasihnya. Daripada aku kegerahan dengan ucapannya, kuputuskan untuk mengganti pakaian dan pulang.

Ketika mengganti pakaian dan membereskan tasku, wanita binal itu menyusul dan kebetulan sekali, aku hanya sendiri di ruangan itu.

"Eh, sudah mau pulang ya, Mbak," katanya sok dekat.

Aku membalik badan dan menatapnya tajam. "Kenapa? Memangnya kenapa?" tentangku sambil melotot ke arahnya.

"Gak usah ngegas kali, Mbak. Santai aja, aku kan, gak menyinggung Embak," jawabnya santai.

"Enak ya, menikmati fasilitas sebagai simpanan seorang manager," sindirku.

Ia yang tengah mencuci mukanya, berhenti sesaat dan bangkit menghampiriku.

"Ngomong apa kamu? Berani sekali, dasar perempuan tidak berguna,"  cecarnya dengan lantang.

Aku tersenyum dan seketika saja, kulayangkan tendangan tinggi ke wajahnya. 

Bugh ...

Ia yang tidak sigap dengan aksiku langsung tersungkur dalam posisi menelungkup.

"Arrggg ... ," teriaknya, namun tak seorangpun mendengar.

Sebelum ia sempat bangkit, kuhampiri dan kuinjak pahanya dari belakang lalu kutarik kunciran rambutnya hingga ia  memekik kesakitan.

"Aw, awwg .. hentikan ... Stop ... Sa-sakit.. ih," rintihnya.

"Masih ingin menghina saya?" tanyaku sambil terus menarik rambutnya dengan kasar.

"A-a ... Gak lagi, Mbak," ratapnya.

"Ingat ... Saya tidak lemah, saya akan memberimu pelajaran terhadap apa yang telah berani kamu lakukan pada rumah tangga saya, dasar wanita jalanan!" ucapku sambil melepasnya kasar.

Kutinggalkan ia dengan posisi dan wajah yang masih shock dan pias.

Kalau mau mengadu pada suamiku silakan, aku tak peduli.

***

Sekeras kerasnya aku, kesedihan ini selalu timbul saat aku sendirian. Aku merasa tak bahagia dan menyalahkan diriku sendiri atas kejadian buruk ini.

Mungkin Dunia berkata, "mengapa harus sedih, ada banyak cinta di tiap sudut bumi, mengapa harus menyiksa diri dengan rasa yang bertepuk sebelah tangan? Mengapa begitu naif dan bodoh? Mengapa ... .

Aku tak punya jawabannya, karena hanya satu yang pasti, aku tak akan bisa hidup tanpanya. Katakanlah aku budak cinta, katakan saja! Memang, sungguh aku mencintai suamiku. Cinta dalam hidupku.

*

Aku bangkit dari lamunan dan beranjak ke dapur. Aku memang merana tapi tak akan kubiarkan  nelangsa membuat asam lambungku semakin parah. Kubuka kulkas mengeluarkan sayur dan beberapa potong ayam untuk kumasak sebagai hidangan makan malam.

Ketika asyik mengolah makanan, rupanya suamiku sudah datang dan berdiri di pintu dapur. 

Dengan tatapan melelehkan dan senyum terindah ala dia, dua hal yang selalu membuatku jatuh cinta tiap harinya. Ia mendekatiku dan memelukku.

 "Aku rindu," bisiknya dengan bibir yang ia tempelkan di telingaku, membuatku irama jantungku lebih cepat dan menimbulkan gelenyar-lenyar rasa ... yang membangkitkan ... ya, aku wanita dewasa yang merindukan belaian dan kasih sayang dari seorang suami.

Ia memandangku begitu dalam hingga aku tak menemukan sepatah kata pun untuk mengungkapkan kegundahan dan kekesalanku. 

Didekatkan wajahnya padaku hingga napasnya terasa hangat  di pipi, perlahan ia kecup bibirku dan terus  ... lama ... hingga aku bagai tak sadarkan diri larut dalam manis kerinduan yang ia tawarkan.

Tiba-tiba bayang wanita itu muncul dalam ingatanku, bagaimana mereka bermesraan, berpelukan dan memadu kasih.

 Kulepas rengkuhan Mas Aldo dan mundur dua langkah sambil mengatur tarikan napasku.

sejenak, ia nampak heran dengan perubahanku yang aneh menurutnya.

Ia maju lagi mendekat lebih padaku, "ada apa? Kok aneh sih?" bisiknya mesra.

"Uhm, ak-aku lagi datang bulan," jawabku berbohong.

"Benarkah?" godanya sambil mencolek-colek pinggangku.

"Mas, sebaiknya kamu mandi dulu, biar aku siapkan makanannya." Aku terus berusaha menghindar.

"Ok," jawabnya. Lalu berlalu meninggalkanku setelah satu kecupan mendarat lagi di kening.

Ya Tuhan, Mas Aldo menjadi madu dan racun sekaligus dalam hidupku, dan parahnya aku tak bisa menolak sedikitpun.

**

Sedang asyik di menyaksikan sinema Hollywood di ruang TV sambil bergelayut di dada suamiku, ketika kudengar ponselnya berdering. Berkali-kali.

"Mas, itu hapenya bunyi," kataku.

"Biarin aja dulu. Mas capek," kata suamiku.

Aku berinisiatif beranjak, meraih ponselnya untuk kuserahkan padanya. Namun, nama yang tertera di layar ponsel itu, nama yang kubenci dan sangat ingin kusingkirkan dari kehidupan suamiku.  Alexandra.

Kumatikan ponselnya dan meletakkannya lagi di meja kerja. Berharap mudah-mudahan wanita itu tidak menelepon lagi. Namun baru saja Kuletakkan ponsel itu kembali berbunyi bahka sekarang permintaan video call terpampang jelas. 

Wow, nekat.

"Mas ... Um, ada yang nelpon," ujarku dengan perasaan berat.

Ia bangkit dan meraih ponselnya, ketika nama yang tertera terbaca olehnya, kontan saja kegugupannya muncul dan dengan cepat ia berlalu ke lain tempat.

Samar kudengar ia bercakap-cakap,

"Aku gak bisa, gak bisa hari ini, aku capek, please ... aku juga butuh waktu sendiri, Ya Tuhan,"

Pura-pura kudekati ia dengan mimik wajah bertanya siapa yang tengah meneleponnya dan reaksinya hanya memberi isyarat menggeleng, 'tak ada yang perlu dikhawatirkan.

"Siapa?" tanyaku menyelidik.

"Eh, teman, Sayang ... Teman kerja."

"Tapi, seingatku, kamu gak punya teman namanya Alexandra," sanggahku.

Ia mengangkat wajahnya dengan terkejut dan nampak sangat tidak nyaman dengan kebohongannya sendiri. Aku tahu gestur tubuhnya ketika ia sedang tidak berkata jujur.

"T-teman, pegawai dari perusahaan lain, dan kami sering ketemu membahas urusan kerja," jelasnya.

"Tapi kenapa, ia harus telpon malam-malam  gini, bukannya ini bukan jam kerja?"

"Gak tahu, dia tadi minta berkas. Eh, aku antar berkas sebentar ya?"

Ia beranjak dan meraih kunci mobilnya serta tumpukan map di meja. Kutahan lengannya ketika ia hendak menuju pintu luar. Kugelengkan kepala perlahan sambil menatapnya, sendu ... sangat sendu.

"Gak usah, gak usah dibawa," desisku sambil menarik map itu dari tangannya.

"Maaf, aku ada urusan sebentar," ucapnya lirih.

Aku hanya menggigit bibir mendengarnya yang rela membual demi kekasihnya, ah, sakit sekali ... Menyadari wanita itu kekasihnya.

"Baiklah," kubukakan pintu untuknya dan membiarkannya pergi di telan gelapnya malam. Percuma menahannya, ia akan makin liar oleh kekanganku.

Dan aku, sendiri lagi, di antara keheningan dan kerinduan yang tak tersampaikan, mengusap wajah dan termangu lagi, putus asa.

Serapuh inikah diriku? Apakah cinta telah membuatku kehilangan akal sehat dan memilih terus disakiti seperti ini. 

Lelah termangu di balik pintu utama, aku bangkit perlahan dan menuju meja kerja, kubuka laptop suamiku dan mencari folder video pernikahan kami, menyaksikan rentetan demi rentetan tawa dan  rona bahagia yang dulu indah. Kini perlahan  memudar dan hampir sirna.

Entah mengapa, alih-alih melihat video atau menjelajah internet, malah aku tertarik membuka inbok di email suamiku dan membacanya satu per satu. Ku tekan tombol arsip dan kutemukan nama Alexa di pin paling atas. 

"Hmm, dimana-mana ada dia," batinku. Entah sejak kapan wanita itu telah datang dan perlahan mengikis dan menggerus indah mahligai pernikahanku dengan Mas Aldo.

Kubuka dan kubaca, perlahan dengan napas tertahan, hingga tanpa terasa air mataku luruh.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Tanpa Anak Denganku, Dia Buat Anak Dengan Wanita Lain   7.

    **Hari ini akan kuberikan mereka kejutan beruntun yang tak akan mereka lupakan seumur hidup.**Kuayunkan langkah dengan pasti, seanggun mungkin. Hari ini adalah hari pertamaku kembali bekerja di Sinar Media Corp, sebuah perusahaan yang berbasis media dan memiliki nilai investasi yang sangat tinggi. Sebuah kebanggaan bagi siapa saja yang bisa bergabung dan membangun karier di sini.Tepat pukul delapan lewat lima belas menit, ketika rapat anggota direksi dan beberapa manager di mulai. Dengan santai kumasuki ruangan rapat mewah bermeja oval panjang itu. Semua mata tertuju, menyambut dan menyunggingkan senyum padaku. Kecuali, suamiku Mas Aldo dan seorang wanita yang duduk di belakangnya yang kutaksir menjabat sekretaris, Alexandra.Rupanya ia dialihkan ke kantor Mas Aldo."Selamat pagi, selamat datang kembali, Bu Dewi," sambut Pak Pemimpin Direktur."Terima kasih," sambutku sambil menjabat erat tangan beliau. "Jadi, selain membahas masalah perusahaan, saya sekaligus ingin memperkenalk

  • Tanpa Anak Denganku, Dia Buat Anak Dengan Wanita Lain   6. masa lalu

    ***Pesan pada tanggalDua puluh empat, Mei 2018[Aldo, ada rasa terkejut ketika pertama kali pak CEO mengenalkanmu padaku sebagai partner kerja dari perusahan pusat.Ada rasa bahagia menemukan sahabat lama yang memang sudah lama kurindukan. Kau begitu sukses dan berhasil membangun karier, aku turut bangga atas hal itu.Sosokmu juga tidak berubah, malah makin mempesona. Senyummu yang seketika membangkitkan kembali rasa percikan rasa dalam hatiku.Tak bisa kupungkiri, aku masih mencintaimu, meski mungkin aku hanya akan menikmati rasa itu sendiri.Dari, Wanita yang selalu merindukanmu, Alexandra.] Begitu tulisnya di email pertamanya.Oh, jadi mereka teman lama, yang berjumpa di kantor yang sama ....Sehari kemudian suamiku membalas.[Oh, Alexa ya. Hehehe bisa saja. Aku sudah menikah dengan Dewi Rosalia, Manager keuangan perusahaan, walau sekarang ia sudah resign, karena aku memintanya untuk fokus mengurusku dan mencintaiku saja] disertai emoji tertawa.[Sungguh beruntung wanita itu, se

  • Tanpa Anak Denganku, Dia Buat Anak Dengan Wanita Lain   5. mandek

    ***Hari ini, setelah dua tahun hanya berdua di rumah sebagai ibu rumah tangga, aku putuskan untuk kembali bekerja dan membangun kembali karierku yang sempat 'mandeg' karena keinginan mas Aldo yang memintaku untuk serius mengurus rumah dan melahirkan buah hati. Ada rasa miris ketika mengeja kata buah hati, hatiku bagai disayat begitu mengingat jika rumah ini begitu sepi, hanya dinding dan pantulan suara detak jarum jam sepi dan hampa. Tidak ada tawa atau rengekan kecil yang akan mewarnai hari, tidak ada tangis dengan mata mengiba tulus, memintaku untuk membawanya ke dalam peluk atau kugendong dengan penuh kasih. Ah, aku merindukan anak, anak buah cinta kami, aku dan mas Aldo.**Kudadar telur dan memanggang empat potong toast lalu menuangkan dua gelas jus, sementara menunggu pesanan dari Gofood, aku akan menghidangkan selingan ini dan secangkir kopi untuknya."Mas Aldo, ayo makan." Aku memanggilnya.Ia segera bangkit dari rumah tivi dan menemui ku di meja makan."Kamu sudah baikan

  • Tanpa Anak Denganku, Dia Buat Anak Dengan Wanita Lain   4. alei

    ***Kicau burung dan cahaya mentari yang membias menyadarkan lamunanku. Dari semalam, sejak aku kembali dari rumah wanita itu, aku hanya termangu di ruang tamu menatap nyalang pada pigura yang menampilkan photo pernikahan kami, dengan ekspresi paling indah, bahagia.Kontras kalimat cinta dan setianya dengan pemandangan yang aku saksikan semalam. Ketika kubuka pintu rumah,seketika bayang kebahagian dan canda kami berkelebat dan menari-nari di sekitarku, bagaimana kami berbagi suka dan duka, peluk dan tawa. Kuarahkan pandanganku ke pigura itu, dan begitulah aku hanya terpaku hingga matahari terbit, bagaimana aku akan menumpahkan kekesalanku? bagaimana aku selanjutnya ... Apakah akan mempertahankan rumah tanggaku? bagaimana juga aku akan mengatasi wanita itu? semua tanya dan pikir itu saling bergantian dan berputar-putar seperti rekaman yang di-rewind.Bahkan hendak menangis rasanya air mata ini sudah kering. Perut yang terasa pedih karena lapar dan tenggorokan yang kering oleh lelah ta

  • Tanpa Anak Denganku, Dia Buat Anak Dengan Wanita Lain   3. wanita itu

    **Mereka begitu dekat dan mesra. Bak kekasih yang telah lama tidak berjumpa. Suamiku memeluk pinggangnya dan tangan yang satunya membelai bagian belakang wanita itu dari balik gaun punggung terbukanya. Sedangkan si wanita melingkarkan kedua tangannya di leher Mas Aldo. Mereka saling pandang dan lalu saling menukar rasa rindu satu sama lain lewat pagutan asmara dan sentuhan-sentuhan penuh rasa.Tungkaiku lemas, menyaksikan adegan mereka. Pandanganku mengabur oleh air mata, serangkan telingaku terasa tuli dengan keramaian sekitar, bagai adegan slow motion semua, yang ada di sekitarku kabur dan hanya mereka sebagai fokus. Sepasang kekasih yang tak saling melepaskan.Aku ... bisa saja aku menghampiri dan melabrak mereka, menumpahkan segala rasa emosi dan kecewa yang berkecamuk dan wanita itu, aku juga bisa memukulnya hingga babak belur, namun mempertimbangkan kehormatan diriku yang harus bergelut di sebuah lounge hotel bintang lima bersama kekasih suamiku, menggelikan. Belum lagi jika

  • Tanpa Anak Denganku, Dia Buat Anak Dengan Wanita Lain   2. tampaknya

    Malam ini, tiba-tiba ia mengajakku makan malam. Ketika kutanya dalam rangka apa? ia hanya menjawab makan malam biasa. Aku mengenakan gaun hitam panjang kesukaanku dan Mas Aldo mengenakan jas dan berpenampilan sangat rapi sehingga nampak begitu tampan dan memukau."Kenapa segitu rapinya, memangnya kita mau makan di mana?""Di fine dining, sekali-kali." Ia menjawab singkat sambil merapikan rambutnya.***Suasana restoran yang mewah dengan cahaya temaram canndelier membuatku nyaman berada di resto ala Prancis tersebut. Alunan musik dan pendar lilin menambah kesan romantis."Waw, keren ya, restonya," cetusku membuka obrolan."Iya, ... Kamu mau makan apa?" tanyanya."Mmm, bingung juga, soalnya baru pertama kali, tapi ... terserah mas Aldo saja."Aku udah pesankan makanan tadi pas reservasi online, mau menu tambahan?" tawarnya."Gak usah, cukup itu aja.""Baiklah," Ia menyimpan kembali ponselnya di saku lalu, aku dan dia kembali terdiam dalam hening. Seperti ada sesuatu yang canggung untu

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status