"Mbekk......"
"Mbekk....."
Suara kambing yang sejak tadi tidak berhenti bersuara ini membuat Nico dan Prima yang sedang memegangi tali dua ekor kambing ini menghela napas panjang.
"Kita beneran harus bawa kambing beginian nanti ke ke rumah orangtuanya mbak Retno? Gue baru tahu orang jaman sekarang mau nikah masih bawa kambing hidup segala. Kenapa enggak sekalian sapi aja sih?" Tanya Nico kepada Prima yang membuat Prima memutar kedua bola matanya dengan malas.
"Tanya sendiri noh ke si Rio yang malah sibuk beramah tamah sama emak bapaknya. Dia kira ini kambing enggak lagi stress kali. Lihat motor dan mobil lalu lalang begini."
Setelah semua tim dari vendor make up, hairdo hingga kostum pergi dari kamar ini, Retno memilih masuk ke dalam kamar mandi. Ia harus membersihkan semua sisa-sisa make up yang masih menempel di wajahnya. Ia masih belum puas dengan acara pembersihan make up yang dilakukan asisten penata riasnya.Ceklek ...Retno menolehkan kepalanya ke arah pintu kamar mandi. Tampak di sana Rio yang sedah berdiri di dekat pintu dalam keadaan naked. Melihat Rio yang sudah dalam keadaan seperti ini, Retno tahu jika acaranya di dalam kamar mandi ini akan jauh lebih lama daripada rencananya semula jika ia tidak segera menghampiri Rio terlebih dahulu."Katanya kita mau ke Kaliurang, Ri?"
Rio dan Retno akhirnya bisa duduk dengan santai setelah berjam-jam mereka lebih banyak berdiri untuk menyalami tamu undangan resepsi mereka yang lebih banyak berisi teman-teman Hartono dan Yuni. Kini baik Retno maupun Rio sama-sama menatap makanan yang ada di depan mereka dengan tatapan tidak tergugah. Rasa keinginan mereka untuk melepas semua atribut ini lebih besar daripada keinginan mereka untuk makan siang."Nanti malam kalian mau nginap di sini atau pulang ke rumah Mama sama Papa?" Tanya Yuni ketika mereka duduk satu meja.Retno langsung menoleh ke arah Rio. Ia memilih menyerahkan tugas menerangkan rencana mereka setelah resepsi ini kepada Rio. Seakan menyadari arti tatapan istrinya ini, Rio mencoba menjawab pertanyaan Yuni."Setelah acara ini, saya dan Retno berenc
Untuk pertama kalinya di hidup Rio, ia merasa segugup ini. Terlebih kali ini Retno duduk di sampingnya dan Hartono serta seorang penghulu sudah ada di hadapannya. Yang bertindak sebagai saksi pernikahan dirinya dengan Retno adalah sang Ayah (Ari) dan Chandra (kakak kedua Retno)."Bisa kita mulai sekarang?" Tanya penghulu itu ketika pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur'an selesai dilantunkan."Bisa," jawab Rio singkat namun sebenarnya ia sudah gugup bukan main.Tangan Rio sudah mulai mengeluarkan keringat dingin. Suasana hening di ballroom hotel ini juga membuat ia semakin gugup. Kini saat Hartono berjabat tangan dengannya, Rio tahu ternyata bukan cuma dirinya saja yang mengalami hal ini. Hartono pun juga sama saja. Rio bisa merasakan kegugupan di wajah serta keringat
Rio tak pernah menyangka jika ia akan menjalani prosesi adat pernikahan dengan sebegitu detail seperti ini. Padahal ia hanya berharap jika dirinya akan bisa menikah dengan simpel dan sederhana. Kenyataannya saat ini justru sebaliknya. Ia menikah dengan semua prosesi rangkaian adat pernikahan Jawa yang begitu komplit. Bahkan saat ini teman-teman lelakinya dan beberapa keluarganya sudah memakai beskap. Mereka yang memakai beskap adalah mereka yang bertugas membawa seserahan dan semua barang-barang yang akan diserahkan kepada keluarga Retno. Karena tidak ada yang mau membawa kedua kambing itu dari pihak keluarganya, akhirnya Prima dan Nico yang tetap berada di barisan belakang untuk membawanya. Sayup-sayup Rio bisa mendengar ocehan kedua sahabatnya itu yang berdiri di barisan paling belakang."Kenapa sih harus bawa kambing segala? Harusnya diganti Dinar aja. 'Kan satu dinar sama deng
"Mbekk......""Mbekk....."Suara kambing yang sejak tadi tidak berhenti bersuara ini membuat Nico dan Prima yang sedang memegangi tali dua ekor kambing ini menghela napas panjang."Kita beneran harus bawa kambing beginian nanti ke ke rumah orangtuanya mbak Retno? Gue baru tahu orang jaman sekarang mau nikah masih bawa kambing hidup segala. Kenapa enggak sekalian sapi aja sih?" Tanya Nico kepada Prima yang membuat Prima memutar kedua bola matanya dengan malas."Tanya sendiri noh ke si Rio yang malah sibuk beramah tamah sama emak bapaknya. Dia kira ini kambing enggak lagi stress kali. Lihat motor dan mobil lalu lalang begini."
Rio melangkahkan kakinya keluar dari Yogyakarta Internasional Airport. Saat ia keluar dari pintu kedatangan, Prima sudah menyambutnya dengan membuka kedua tangannya dengan lebar. Senyuman bahkan tidak hilang dari wajah Prima kala melihat sahabatnya itu."Sayang, akhirnya kamu landing juga," ucap Prima dengan lantang hingga beberapa orang menoleh ke arahnya.Apalagi saat tiba-tiba Prima berlari ke arah Rio dan memeluk. Sumpah, Rio rasanya ingin mengomel karena ia sudah malu bukan main. Orang-orang yang ada di sekitar mereka sudah menyaksikan hal ini dengan wajah yang penuh pertanyaan, keheranan dan beberapa justru menganggap mereka annoying."Setan! Lepasin enggak? nanti gue disangka jeruk makan jeruk."