Share

Bab 3

Penulis: Amih Lilis
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-01 19:25:27

Gara-gara mulut tanpa saringannya si Bella. Aku pun dengan refleks menyilangkan tangan di depan dada, untuk menutupi bagian yang Bella sebutkan tadi. Sebelum akhirnya menjerit histeris dan lari ke lantai atas, kembali ke kamarku.

Sumpah demi neneknya Tapasya yang jahat. Aku malu banget!

Tentu saja! Tadi itu ‘kan ... Astaga! Mau ditaruh di mana mukaku setelah ini?

Oke! Aku akui, memang yang dikatakan si Bella itu benar adanya. Aku memang terbiasa tidur tanpa dalaman apapun. Hanya daster rumahan yang panjangnya selutut. Namun, oh … ayolah! Aku rasa yang punya kebiasaan seperti itu bukan cuma aku, bahkan kuyakin 90% wanita memang suka tidur tanpa benda-benda sialan yang sering bikin nyesek itu. Iya, kan? Ngaku aja!

Nah, cuma masalahnya adalah ... kenapa si Bella harus mengatakannya selugas itu, sih? Aku ‘kan tengsin banget! Mana ada bapaknya pula di situ. Aduh ... sumpah demi apapun! Aku rasanya mau hilang aja dari bumi selamanya. Sayangnya, itu cuma akan jadi anganku saja, karena saat hari menjelang sore, si bocah gendeng itu kembali merecokiku.

Kali ini, dia seenaknya datang ke kamarku dan minta ditemani belajar sepeda. Kan? Nih, bocah emang minta dimutilasi. Nggak tau apa, kalau aku masih dalam mode sembunyi karena tengsin akibat kelakuannya?

“Bell, minta Bapakmu saja sana yang ajarin. Jangan gangguin Tante lagi!” omelku yang masih kesal padanya.

“Papa lagi pacaran. Gak bisa diganggu!”

Eh?

Apa katanya?

“Pacaran? Bapakmu emang punya pacar, Bel?” tanyaku akhirnya mulai kepo.

“Ck, Tante ini gimana, sih? Papanya Bella ‘kan, ganteng. Tentu aja punya pacar. Emang, Tante. Jones!”

Sialan! Malah aku dikatain. Dasar bola bekel!

“Sembarangan kamu kalo ngomong. Gini-gini Tante itu punya pacar, tau!” balasku tak mau kalah.

“Siapa? Om yang waktu itu?” tanya Bella.

Aku baru saja mau mengangguk dengan bangga. Sebelum nih kutil satu seenaknya bicara lagi.

“Jangan halu, Tante. Orang cakep kaya gitu, mana mau sama Tante. Palingan juga Tante cuma dijadiin mainan aja. Udah putusin! Lagian, kata Nenek pacaran itu dosa, tau. Mending langsung nikah aja. Menjauhi dosa zina.”

Tua ... tua ... bocah kelas 1 SD bisa-bisanya ngomongin dosa. Dada aja masih rata lo, Bell. Sok-sok ngomongin dosa.

“Sok tua lu, Bel!” Aku menoyor kepala mungilnya dengan gemas. Membuat gadis itu cemberut tak terima.

“Lagian ngapain kamu ngomongin soal pacaran itu dosa? Lah, Bapakmu aja pan lagi pacaran, katanya tadi. Sono ceramah depan Bapakmu kalo berani,” tantangku kemudian.

“Siapa yang pacaran?”

Eh?

Kepalaku pun sontak berputar ke arah pintu. Saat suara bariton itu tiba-tiba terdengar.

Mampus! Lagi enak-enaknya ghibahin orang, malah muncul dia. Alamak! Mati ajalah, ini mah.

“Papa?” seru Bella. Saat melihat penampakan Bapaknya yang muncul begitu saja di ambang pintu kamarku.

Bocah itu pun melompat ke tubuh Bapaknya, yang langsung ditangkap dengan sigap oleh pria itu.

“Papa udah selesai kerjanya? Udah bisa temenin Bella belajar sepeda, dong. Iya ‘kan?”

Tunggu!

Bukannya tadi ... si Bella bilang Bapaknya lagi pacaran ya? Kok, sekarang dia bilang kerja, sih?

Lah, ini yang budek aku atau emang si Bella yang baru aja nyebarin Hoax. Malah jadi nggak sinkron gini?

“Udah. Ini makanya Papa jemput kamu ke sini,” jawab Pak Dika lembut sekali, bikin aku salfok lagi.

Sialan! Si Bella yang dilembutin. Ngapa aku yang baper, coba?

“Ya, udah. Ayo, Pa. Lagian Tante Intan nggak asyik. Masa Bella minta ajarin cara naik sepeda. Malah dialihin jadi bahas pacaran. Nggak bagus kan buat Bella ya, Pa?”

Bangke! Nih, bocah malah nebar racun lagi.

“Sembarangan!” sergahku tak terima. “Yang duluan bahas pacaran siapa coba? Kamu ya kan?” sambungku membela diri.

“Dih! Kok jadi Bella?”

“Lah, iya! Kamu ‘kan yang awalnya bilang Bapakmu nggak bisa nemenin karena lagi pacaran. Terus ujung-ujungnya malah bawa-bawa dosa. Udah ngaku aja kamu, Bel!” desakku tak mau mengalah.

Biar dikata nih bocah masih piyik, tetap aja, kalau bibit netizen sudah terlihat. Wajib banget dibasmi dari usia dini.

“Tapi ‘kan Bella nggak bilang Papa pacaran sama orang.”

Eh? Maksudnya?

“Papa emang tadi pacaran, tapi sama kerjaannya. Bukan sama orang. Itu, sih, Tante aja yang cemburuan. Makanya langsung kepoin siapa pacar Papa. Iya kan?”

Asem! Dia ngerjain aku ternyata.

“Bell, Tante nggak—”

“Jadi kamu cemburu sama saya, Tan?”

Eh?

“Enggak gitu ceritanya, Pak. Saya—”

“Nggak papah. Saya ngerti kok,” sela Pak Dika seenaknya sambil menepuk kepalaku, sebelum pergi begitu saja meninggalkan aku yang masih megap-megap di depan kamar.

Astaga!

Ini bapak sama anak kenapa, sih? Bikin pusing banget kelakuannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (10)
goodnovel comment avatar
Denovanti
Ni novel bikin ngakak berjamaah ini mah....hahah
goodnovel comment avatar
Purie Rofiqoh
bagus bgt ceritanya....bikin gemes juga senyum2 sendiri
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
Ya ampun bella, kl aku jadi intan juga pasti gregetan sih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Tante, mau kan jadi Mamaku?   Extra part 2

    Mahardika POV“Mas, sarapannya udah siap!”“Iya, sebentar.”Sekali lagi, aku pun merapikan tampilanku dan memastikan kalau semuanya sudah terpasang sempurna. Setelah itu, aku langsung bergegas turun memenuhi panggilan istriku tadi.Istriku? Ya! Barusan yang tadi memanggilku memang adalah istriku. Namanya Intan Mulia Mardani. Mahasiswi cantik yang dulu tinggal di samping rumahku.“Bella nggak mau Mama!”“Nggak pakai ya, Bell! Pokoknya kamu harus belajar!”“Tapi Bella nggak suka.”“Ya, belajar sukalah!&rdquo

  • Tante, mau kan jadi Mamaku?   Extra part 1

    Bella POV“Bell, dimakan dong, Sayang. Jangan cuma diacak-acak terus. Nanti nasinya nangis loh.”Bodo amat! Nangis juga bukan urusan Bella. Bagus malah. Biar Bella ada temannya.“Bella, Sayang. Kamu kenapa, sih? Masih marah karena kita pindah ke sini atau ada yang menggangu kamu di sekolah barumu?”Semuanya benar! Bella memang masih kesal, karena tiba-tiba harus pindah ke sini, ke lingkungan yang banyak orangnya. Juga, harus sekolah di sekolah baru, yang nggak keren sama sekali.Hanya saja lebih dari itu, Bella kesal karena Papa selalu saja sibuk, bahkan di weekend seperti ini pun

  • Tante, mau kan jadi Mamaku?   Bab 51

    Aku membuka mataku dengan tidak ikhlas pagi ini. Seluruh tubuhku rasanya ngilu dan sakit saat digerakkan. Rasanya, aku seperti baru saja menjadi korban tawuran antar kampung. Benar-benar remuk redam.Namun, yang paling terasa ngilu di antara semuanya adalah area pangkal paha. Rasanya seperti ada setrum setiap kali aku bergerak.Ah, tempat itu. Aku ingat. Semalam dia juga sempat mengeluarkan darah, saat Pak Dika pertama kali menerobosnya.Ya! Akhirnya, setelah sekian purnama dan ribuan halangan yang membentang, Pak Dika pun akhirnya berhasil buka puasa semalam, bahkan sampai nambah berkali-kali.Lebay ya aku? Emang! Hanya saja aku serius ini. Memang setelah menikah, kami tak bisa langsung menikmati malam pertama.Ada aja halan

  • Tante, mau kan jadi Mamaku?   Bab 50

    Sebenarnya, mataku masih sangat perih untuk dibuka. Namun, kecupan bertubi di pipi dan leherku sangat mengganggu sekali. Membuatku mau tak mau terbangun, dan mulai mengerjapkan mata demi mengumpulkan kesadaranku.Ck, sialan! Siapa, sih, yang gangguin aku tidur? Nggak tahu apa, kalau badan aku capek banget, abis jadi ratu seharian tadi.Aku butuh tidur!CupCupCupCiuman itu semakin membuatku merinding, karena kini sudah sampai pada belahan dadaku.Nggak hanya itu saja, aku bahkan merasakan sebuah rasa dingin mulai merayap naik dari bawah kaos tidurku. Terus naik, naik dan naik hingga ....

  • Tante, mau kan jadi Mamaku?   Bab 49

    Bella nih emang rese banget, sumpah!Padahal dia sendiri yang minta adik cepat, tapi dia juga yang berkali-kali menggagalkan proses pembuatannya.Menyebalkan banget ya ‘kan?Lebih dari itu, aku kasihan sama Pak Dika juga. Soalnya, dua kali lho pria itu harus berhenti saat nanggung. Nggak bisa aku bayangkan gimana sakitnya tuh, hihihi .…Rasanya, pasti seperti siap-siap mau bersin. Eh, malah digagalin teman. Jengkelnya sampai ke ubun-ubun.Akan tetapi mau gimana lagi? Kami nggak bisa mengabaikan Bella dan malah asyik sendiri dengan urusan kami ‘kan?Sekarang ini dia anak kami dan tentu nggak boleh mengabaikannya. Untung, Pak Dika lumayan paham akan hal itu dan si

  • Tante, mau kan jadi Mamaku?   Bab 48

    “Njir! Akhirnya bisa rebahan juga!” seruku girang. Sambil melemparkan diri ke atas tempat tidur sembarangan.“Tan? Language, please!” tegur Pak Dika, yang baru saja menutup pintu di kamar kami.Ah, iya. Aku lupa kalau sekarang lagi sama dia. Akhirnya aku pun melirik ke arahnya, dan langsung nyengir konyol sambil bangkit untuk duduk kembali.“Maaf, Mas. Refleks,” cicitku kemudian.Kukira, dia awalnya akan mengomel dan menceramahiku seperti biasanya. Namun, yang terjadi dia hanya m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status