Sore hari.
Yola yang baru pulang segera memanggil Pak Darto untuk menyuruhnya memanggil Adelia karena Yola ingin mengajak Adelia pergi berbelanja. Tak menunggu waktu lama Adelia turun sudah lengkap dengan memakai kerudung hitam andalannya. Tadi Pak Darto sudah menjelaskan jika Yola ingin mengajak Adelia berbelanja, jadi Adelia langsung bersiap-siap agar Yola tidak menunggu waktu lama. "Baru pulang, Ma?" Adelia menyapa Yola dan mencium tangannya. Yola terharu dengan sikap dan etika Adelia. Bahkan putra Yola, Raden saja tidak pernah bersikap seperti itu padanya. "Iya, yuk kita berangkat sekarang." Yola merangkul pundak Adelia yang masih lebih pendek darinya agar mereka bisa berjalan berdampingan. Di dalam mobil. "Kita mau kemana, Ma?" Adelia bertanya pada Yola agar bisa menyesuaikan diri. "Hmm kita ke Mall aja, Del. Kita harus beli pakaian dan tas baru untuk kamu sekolah. Hmm pokoknya kita harus beli semua yang akan kamu butuhkan," jawab Yola tersenyum senang. "Tapi Adel uda punya, Ma. Mama aja ya yang belanja biar Adel temani," ujar Adelia segan. "Ih kamu kenapa sih, Del. Kamu harus punya barang bagus dong untuk dipakai sekolah. Ngomong-ngomong tadi malam kamu sama Raden gak ... Itu ... Gak ngelakuin itu, 'kan?" Tanya Yola ambigu yang membuat Adelia bingung. "Gak apa, Ma?" "Gak berhubungan badan, 'kan?" Bisik Yola. Adelia terkejut dan wajahnya mulai memerah walau dirinya tidak melakukan apa yang Yola tanyakan. Tapi itu sangat memalukan untuk dibicarakan. Adelia masih sekolah, jadi Adelia harus menjaga diri agar tidak melakukan itu agar tidak hamil saat masih sekolah. Sebenarnya wajar saja jika nanti Adelia hamil, toh Adelia juga punya suami. Tapi masalahnya tidak ada orang yang tau jika Adelia sudah menikah dan kehamilan Adelia nanti akan menjadi salah paham dan cemoohan. Hanya dengan memikirkannya saja Adelia sudah merinding. "Mama, Adel gak mau hamil dulu ya. Adel kan masih sekolah." "Iya gak apa-apa, Sayang. Mama ngerti kok. Bilang sama Raden kalau kalian mau berhubungan badan, suruh agar Raden pakai pengaman," bisik Yola lagi yang semakin membuat Adelia merinding. Sesampainya di Mall. Adelia sudah sangat lelah keluar dan masuk berbagai jenis toko yang berada di Mall. Sudah banyak pula tas belanjaan yang mereka bawa. Tapi sepertinya Yola masih tidak ingin berhenti. "Mama kita sudah punya cukup banyak barang. Ayo kita pulang, Ma ...." Adelia mulai merengek saat kakinya sudah terasa lemas. "Yah, padahal kita harus membeli lebih banyak barang. Tapi kalau kamu capek yaudah kita pulang dulu, besok kita masih bisa pergi." Yola yang kasihan melihat Adelia harus mengalah dan pulang. "Kamu masih muda tapi stamina kamu lemah, Del. Kamu harus ikut Mama olahraga setiap hari weekend, oke?" Sambung Yola yang terlihat masih bugar. "Iya, Ma." Adelia menelan salivanya setelah mendengar jika dirinya harus olahraga. Adelia memang pintar dan juga cerdik. Tapi secara fisik, Adelia sangat lemah. Adelia ahli dalam semua mata pelajaran kecuali olahraga. Dan kelemahan Adelia ini lah yang selalu Sisil jadikan senjata untuk menyerang Adelia. Sesampainya di rumah, tanpa banyak bicara Adelia dibantu seorang pelayan membawa tas belanjaannya masuk ke dalam kamar. Gadis itu langsung merebahkan tubuhnya yang terasa sangat lelah di atas ranjang tanpa mengganti pakaian lebih dulu. Sekejap saja mata Adelia sudah mulai tertutup sempurna. Namun sedetik kemudian Adelia mengingat jika dirinya belum shalat ashar. Dengan malas Adelia terbangun dan pergi mandi serta wudhu. Karena takut tertinggal, Adelia mempersingkat waktu mandinya untuk segera bersiap-siap ibadah. Adelia menepuk kepalanya saat menyadari Adelia lupa membawa pakaian ganti. Adelia keluar dari kamar mandi hanya dengan menggunakan handuk yang melilit bagian sensitifnya saja. Adelia tidak tau jika beberapa menit yang lalu Raden sudah pulang dan saat ini sedang sibuk dengan ponselnya. Ralat, bukan ponselnya, tetapi sibuk chatting dengan Stevani karena sesuai rencana malam ini mereka akan melanjutkan aktivitas kotor mereka. Adelia membuka lemari miliknya untuk mencari pakaian apa yang akan Adelia kenakan dan mulai melepaskan handuknya. Raden tidak sengaja melihat pemandangan indah yang baru pertama kali Raden lihat pada Adelia. Putih dan mulus, membuat tubuh normal Raden seakan menginginkan sebuah pelayanan. Raden menelan salivanya dengan sangat sulit saat melihat tubuh mulus dan padat Adelia yang seakan memanggil untuk dijamah. Raden membuang pandangan dan berharap dia bisa melupakan apa yang baru saja ia lihat. Tapi semakin Raden ingin melupakannya semakin Raden ingin mencobanya. Kaca mata berenda dan juga kain segi tiga berlapis renda pula terlihat sangat kontras di tubuh putih mulus Adelia. Raden berusaha tetap diam agar Adelia tidak terkejut dan teriak histeris. Bayangan tubuh Adelia saat ini menguasai pikiran Raden. Adelia selesai memakai pakaiannya namun belum juga sadar jika Adelia tidak sendirian berada di kamar itu. Setelah memakai pakaian lengkap, Adelia mengambil mukenah dan sajadahnya. Adelia melihat jam dinding di kamarnya dan pandangan mata Adelia terkejut saat mendapati Raden duduk di dekat balkon kamar mereka. Tapi Adelia cuek saja. Adelia tidak banyak berkata-kata menyelesaikan ibadahnya yang sempat tertunda. Raden dengan cermat memperhatikan Adelia yang sedang ibadah. "Hah kenapa dia alim sekali. Dia tidak asik," ujar Raden meremehkan Adelia. Setelah selesai ibadah, seperti biasa Adelia akan menyusun mata pelajaran sekolah dan mengerjakan tugas sekolahnya. Raden kemudian mendatangi Adelia dan memberikannya uang. "Aku akan pergi, ada urusan. Ini uang sakumu besok. Cukup?" Raden membuka dompetnya dan memberikannya selembar uang seratus ribu. "Ini terlalu banyak," ujar Adelia menoleh sembari mengambil selembar uang seratus ribu itu dan mengembalikannya pada Raden. "Sudah simpan saja. Aku tidak menyimpan uang kecil," singkat Raden berlalu. "Terima kasih!" Adelia berterima kasih pada Raden sembari sedikit berteriak saat Raden mulai menghilang dari pandangan. "Aku akan menabungkan uang ini," gumam Adelia bermonolog. Adelia merasa cukup kesulitan dalam mempelajari pelajaran ekonomi hingga membuatnya stres dan mengacak-acak rambut panjangnya. Kebetulan Raja mengetuk pintu kamar Adelia hendak mencari Raden. Raja tidak tau jika Raden sudah kabur dan tidak memberitahunya. Tok ... Tok ... Tok ... "Tuan Muda!" Adelia yang mendengar panggilan Raja segera membuka pintu kamar dan menjelaskan jika Raden baru saja keluar karena ada urusan penting. "Maaf, Tuan Muda baru aja keluar." Raja tau betul kemana Raden saat ini dan apa yang dia lakukan dan bersama siapa. "Oh, kalau gitu turunlah. Kita akan makan malam!" Raja segera berbalik meninggalkan Adelia yang masih terlihat stres. Adelia tidak dapat menyelesaikan tugasnya, maka dari itu Adelia memutuskan untuk menunda makan malamnya seperti biasa.Raja mulai menikmati waktunya saat ini bersama Kania dengan saling menyalurkan hasrat yang sempat tertahan sebelumnya.Tanpa melepas panggutannya Raja mulai membuka kancing baju Kania satu persatu. Kania yang kaget hanya tersentak sejenak dan melepaskan panggutan mereka namun kembali menyesap menikmati manisnya bibir Raja sembari memejamkan mata.Selesai dengan pemanasan singkat, Raja membawa Kania masuk ke dalam kamar dengan menggendongnya dari arah depan sedang Kania menyilangkan kakinya di punggung Raja untuk melanjutkan aktivitas halalnya.Raja membaringkan tubuh Kania dengan lembut ke atas ranjang dan mulai mengungkung Kania.Kania mulai bergetar geli saat bibir Raja berjalan dari dagunya ke leher lalu berhenti di atas gunung kembar milik Kania dan Raja bisa merasakan getaran tak biasa itu.Kania memejamkan mata sembari mwnggigit bibir bawahnya menikmati setiap sentuhan yang Raja berikan padanya.Tubuh Kania kini menggelinjang tegang dengan dada membusung saat tangan Raja dengan
"Yasudah, kamu tunggu disini. Aku akan segera kembali membawa makanan dan juga pakaian untukmu." Raja segera berlalu setelah memakai kembali pakaiannya dan meninggalkan Kania sendirian di dalam kamar hanya dengan handuk."Oke," singkat Kania membenarkan posisi handuknya.Kania tidak tahu harus memanggil Raja dengan sebutan apa sekarang karena sebelumnya Raja memarahinya karena masih menggunakan panggilan secara formal pada Raja.Sembari menunggu Raja datang, Kania keluar dari kamarnya masih dengan menggunakan handuk untuk melihat-lihat isi rumah yang tidak begitu besar tersebut."Apa yang kamu lakukan?" tanya Raja yang muncul tiba-tiba di belakang Kania dan mengejutkan Kania yang asik melihat-lihat lukisan yang terpajang di sekitar kamar."Ah itu, aku, aku cuman lihat-lihat aja kok." Kania yang kaget pun menjawab sembari tergagap."Ambil, ini pakaianmu. Aku akan menyiapkan makanan." Raja menyerahkan sebuah kantung tas berisi pakaian baru yang baru Raja beli di toko terdekat untuk Kani
Setelah acara doa selesai, Kania dan Raja menandatangi semua berkas dan juga buku nikah mereka yang diurus secara kilat dan express oleh anak buah Raja.Kini Raja dan Kania telah resmi menjadi sepasang suami dan istri. Dan orang tua Kania berarti juga akan menjadi orang tua Raja.Setelah semua acara selesai, Kania dan Raja serta Burhan dan Sulis berpisah karena Raja dengan terang-terangan ini berduaan dengan Kania."Bapak, Ibuk, anak buah Raja nanti akan bawa Bapak dan Ibuk ke rumah Raja yang baru. Di sana belum ada orang, jadi itu kesempatan untuk Bapak dan Ibuk untuk beradaptasi. Saya dan Kania akan berada di sini untuk malam ini dan akan menyusul besok. Oke?" Raja menjelaskan."Baiklah, Nak." Burhan dan Sulis menjawab sembari menahan tawa sedang Kania bersemu merah."Hati-hati ya, Pak, Buk." Kania mencium tangan kedua orang tuanya yang hendak berangkat.Anak buah Raja membawa Burhan dan Sulis ke Jakarta tepatnya di rumah baru Raja yang belum dihuni oleh siapapun.Sedang Raja kembal
"Hmm, kamu sangat polos atau bodoh? Atau, apakah kamu berpura-pura?"Raja menarik kedua tangan Kania ke pinggangnya dan mulai menempelkan bibirnya ke bibir hangat Kania.Kania yang kaget juga takut, memaksa agar Raja melepaskan tangannya.Plakkk!Satu tamparan mendarat ke wajah dingin Raja dari Kania."Maaf!" Kania perlahan berjalan menjauh dan hendak kabur karena takut Raja akan berbuat tak senonoh padanya dan Kania tidak ingin hal itu terjadi."Pergilah, maka aku akan menyiksa keluargamu!" Kania terhenti saat mendengar ancaman Raja yang sangat menakutkan.Rasanya Raja yang saat ini sedang bersama dengan Kania bukanlah Raja yang biasa, Raja yang membuat Kania kagum padanya.Saat ini Kania telah kehilangan perasaan bangga dan takjubnya pada Raja dan berubah menjadi perasaan kesal dan juga takut."Jangan, aku mohon ...." Kania kembali dan memohon di bawah kaki Raja."Itu tergantung bagaimana perlakuanmu terhadapku!""Aku akan menuruti anda, tapi jangan dengan hal ini." Kania memelas de
Raja membawa Kania dan keluarganya ke sebuah tempat. Bukan mereka, tapi hanya Burhan dan Sulis.Raja meminta anak buahnya yang mengikuti mobilnya dari belakang agar membawa Burhan dan Sulis ke sebuah penginapan yang masih berada di sekitar Bandung sedang Raja membawa Kania ke tempat berbeda.Sedang anak buah Pak Darto pergi mendatangi rumah Pak Darto dan memberi kabar jika ada sebuah komplotan yang menyerang mereka dan menculik Kania serta keluarganya.Pak Darto yang murka setelah mendengar laporan anak buahnya mulai mengepalkan tinjunya, mengeraskan rahangnya dan memukuli anak buahnya."Dasar kalian bodoh! Gak becus! Cari sampai ketemu siapa orang yang berani membawa calon istriku! Siapa yang berani menantangku?" Pak Darto mengamuk dan menghancurkan barang-barang di rumahnya dan membuat kedua istrinya ketakutan.Pak Darto segera berganti pakaian untuk mendatangi rumah Kania dan mencari tahu apa yang telah terjadi beberapa jam yang lalu."Pasti pria sombong itu yang membawa calon istr
Clara menoleh ke arah terakhir kali Clara melihat Ameera dan Steve bermain. Clara kebingungan dan mulai berjalan mendekati ke arah odong-odong yang tadi Ameera dan Steve naiki.Seketika kepanikan Clara menyerang saat tidak dapat menemukan Ameera dan Steve di sekitar odong-odong ataupun mereka.Clara berbalik dengan wajah paniknya dan membuat Niko juga panik."Sayang, anak-anak gak ada. Tadi mereka di sini." Clara menarik tangan Niko ke arah odong-odong yang tadi Ameera dan Steve naiki."Maksud kamu gak ada gimana, Sayang?" Niko bergegas menyisir pandangan untuk mencari Ameera dan Steve."Sayang, dimana mereka?""Ayo coba kita cari. Tenang, Sayang. Tolong tenang, jangan panik." Niko berusaha menemangkan Clara walau dirinya juga sebenarnya panik.Di sini, Niko dan Clara panik karena kehilangan Ameera dan Niko sedang di tempat lain, Raja sibuk dengan masalah Kania.Dari kejauhan Raja memantau Pak Darto dan anak buahnya mendatangi rumah Kania dengan membawa beberapa gaun dan juga perhiasa
Raja bingung mendengar Pak Darto yang sejak tadi terus memanggil Kania calon istrinya dan menatap Pak Darto dengan tajam."Kania? Apa kamu pulang kampung hanya untuk menikahi pria tua beristri ini?" Raja dengan santai menunjuk ke wajah Pak Darto dengan tangannya."Apa karena hutang itu? Kalau gitu katakan berapa hutang mereka, saya akan membayarnya!" "Tadinya saya kira anda pegawai bank, ternyata tidak. Ckk, kalau gitu anda siapa?" Pak Darto menuding Raja dengan jarinya."Ckk, hahahahh." Raja tertawa setelah melepar ke arah Pak Darto sebuah cek kosong dan menghinanya.Pak Darto sangat tersinggung dan marah saat Raja menghinanya namun Pak Darto semakin murka saat melihat kedua istrinya berjongkok dan hendak berebut cek yang Raja lemparkan."Berdiri! Hentikan! Kemarikan cek itu!" Pak Darto merampas ceknya dari salah satu istrinya dan merobeknya."Terserah saja, yang penting berarti hutang mereka lunas, 'kan?" Raja berjalan maju dan menarik kerah baju Pak Darto."Beraninya anda, orang a
Raja sudah berada di rumah Kania dan bertemu dengan orang tua dan adik perempuan Kania sedang Kania sedang pergi ke pasar terdekat.Keluarga Kania menyambut Raja dengan baik setelah Raja memperkenalkan diri sebagai bos Kania dan tujuan Raja datang ke rumah Kania tidak lain adalah ingin membantu membiayai pengobatan ayah Kania, Burhan.Kania yang baru pulang dari pasar bersama ibunya, Sulis merasa terkejut melihat mobil yang seperti Kania kenali berada di halaman rumahnya.Namun Kania mencoba tetap berpikir positive tentang hal itu dan bersikap biasa saja di hadapan ibunya."Mobil siapa ini ya, Nia?" Sulis bertanya pada Kania walau tidak menuntut Kania untuk menjawab."Kania gak tau, Buk. Yuk kita masuk dulu," ujar Kania santai.Mata Kania melotot kaget saat dirinya baru saja masuk ke dalam rumah dan melihat Raja di sana sedang mengobrol dengan ayahnya yang sedang sakit.Perasaan bingung, malu dan juga sedih bersatu dalam benak Kania. Tapi sebisa mungkin Kania harus mengatur perasaanny
Di tempat lain, Raja masih belum tidur sampai dini hari karena sibuk dengan laptopnya. Steve tidur dengan cepat tadi saat Raja memberinya susu hangat dan menidurkannya di ranjang kamarnya."Aku menemukanmu, Kania." Raja bermonolog dengan suara pelan saat layar laptopnya menunjukkan posisi Kania berada."Dia tidak menelpon aku ataupun Steve, apa dia merencanakan sesuatu?" Pikir Raja sembari mengusap wajah lelahnya."Aku akan mencoba mencari tau soal ini besok. Steve sudah nyaman dengan wanita ini, akan sulit bagi Steve untuk beradaptasi dengan pengasuh baru jika Kania tidak kembali dalam waktu dekat." Raja bermonolog lagi namun kali ini sembari menatap Steve yang tengah terlelap."Steve butuh Kania. Bukan aku yang butuh," ujar Steve lagi yang masih tidak ingin mengakui perasaannya.Setelah selesai dengan tugasnya, Raja membaringkan tubuhnya sejenak di samping Steve dan mengistirahatkan matanya yang terasa kering dan lelah karena harus bekerja sejak pagi.Pagi hari.Setelah Steve bangun