Home / Pendekar / Taring Putih Dari Barat / 05. Kemarahan Monster Balang

Share

05. Kemarahan Monster Balang

Author: Ampas tahu
last update Last Updated: 2022-03-10 12:23:28

Pagi hari yang cerah di gunung agung, sinar matahari seolah menjadi penyemangat bagi setiap makhluk yang ada di area itu. tumbuhan mulai berfotosintesis, hewan-hewan mulai beraktifitas mencari makan. Tidak terkecuali Surya, sosok harimau penjaga gunung.

Dengan berjalan ringan, Surya pun melenggak lenggok dengan angun layaknya anak kucing. 

“Huuuu, mengapa aku bangun sepagi ini? aku sangat bosan setiap hari karena hanya bisa mengitari Kawasan hutan di gunung ini”

Keluhan Surya itu menjadi awal lamunannya mengingat kenangannya bersama kakek tua putih itu.

***

“Hey anak muda jangan malas,” kata sosok kakek tua sembari memukul kaki Surya.

“Ahhh ah aw, sakit dasar kakek tua,” rintih Surya sembari memegang kaki belianya.

“Uhhhh, bukankah anak kecil harus diajarkan sopan santun saat berbicara dengan orang yang lebih tua” Pukulan demi pukulan dilancarkan oleh kakek itu menggunakan tongkat kayunya.

Wajah kakek itu terlihat mencibir ke arah Surya. Sementara bocah kecil itu hanya bisa pasrah menerima pukulan demi pukulan yang diarahkan kepadanya.

Sementar Surya terus berdiri dengan kuda-kudanya itu dalam waktu yang cukup lama, kakek ubanan putih itu selalu saja melakukan hal-hal yang aneh. Mulai dari memukul setiap bagian tubuh Surya, dia juga terkadang menambahkan beban di tubuh Surya untuk di topangnya.

Di hari pertama kakek itu meletakkan sebuah batu di tangan Surya. Di hari kedua kakek itu menambah sebuah batu lagi di tangannya. Kini kaki Surya kecil menopang tubuhnya serta tambahan berat dari batu yang ditambahkan dalam posisi kuda-kuda. Jelas itu sesuatu yang menyiksa bagi seorang anak kecil.

Di setiap kali proses melelahkan itu dilakukan, sang kakek akan terus bergumam secara acak.

“Gunung bukan sembarang batu, batu di tanam menjadi gunung”

“ ...”

“Pohon yang cantik memperindah bunga, pohon yang kuat menjalarkan akar”

“ ...”

“Tidak akan bisa berlari seekor kuda, jika kuda tidak berkaki”

Lantunan-lantunan suara terus di bacakan oleh kakek itu, sementara Surya menjadi bingung, dia pun mengejek kakek tua diam-diam.

“Tcih, apa-apaan kakek tua itu, bukankah itu terlalu acak untuk di sebut pepatah?” Melihat arah kakek itu dengan pandangan tidak percaya.

“Apakah ini yang orang katakan, seseorang akan benar-benar gila karena bermimpi menjadi pendekar?”

Setelah berpikir sesaat Surya pun mulai menyimpulkan sesuatu.

“Tchh biarlah, lebih baik aku menurut saja untuk sekarang. Tubuhku sudah sangat sakit setelah beberapa hari ini”

“Tubuh ku tidak akan kuat jika di hantam dengan kayu milik kakek itu yang marah karena melihat ekspresi mengejek di wajahku.”

Surya pun akhirnya terus melakukan pelatihan itu selama 3 bulan. Tidak ada kegiatan lain yang dia lakukan selain berdiri dengan posisi kuda-kuda. Dia akan terus dibebani dengan tambahan beban oleh kakek tua itu. seiring berjalannya waktu, batu-batu akan tersusun rapi di tubuhnya layaknya piramida. 

Tidak lupa setiap sudut tubuhnya akan dipukul seiring berjalannya waktu. Karena itulah Surya pun akhirnya menjadi terbiasa dengan perlakuan kejam kakek itu. 

“Uhhhh, kakek yang bejat ini sungguh aneh, dia akan memukulku setiap kali dia bosan. Apakah keluarga ku berhutang beras kepadanya dahulu?” Menatap kakek itu dengan jijik.

Melihat tatapan yang diarahkan kepadanya, kakek itu pun akhirnya berkata.

“Apa? mengapa anak muda sepertimu melihat ke arah ku dengan tatapan seperti itu! apakah ini kurang sakit?” katanya sembari memukul mukul kaki dan paha Surya.

“Ahh aw aw, sakit, sakit ampun kek”

“Haaa tau sakit, lanjutkan terus aku mau pergi dulu sebentar”

Dengan satu langkah ringan sosok kakek itu tiba-tiba saja menghilang di udara kosong tanpa meninggalkan jejak sedikitpun.

“Arghhhh, mengapa dia menghilang sekeren itu di hadapan ku. Bukan kah dia hanya ingin pamer?” katanya kesal.

Sejumlah bebatuan yang telah disusun di kepala Surya layaknya piramida pun terjatuh karena teriakan bocah kecil itu.

Gedebuk! Gedebum!

“Ahh aw Aw, sial kakek tua itu!” 

***

Sementara Surya sedang berjalan santai sembari sedikit melamun, segerombolan orang orang yang tampak kasar dan kotor pun mulai berjalan di area hutan pegunungan.

“Eyy, sebenarnya apa yang kita cari di hutan ini ni,” tanya salah satu orang paling gendut di kelompok itu.

“Iya, aku sudah capek mengikuti jalan mendaki gunung ni,” sambung si kurus dengan baju berwarna merah mencolok.

“Eh kalian, sudah lah ikut saja. Jangan pula mengeluh mengeluh ni” 

“Iya benar, jangan tau makan tidur aja kalian. Nanti bos marah pula ke kita,” tegas sosok yang bertubuh tinggi.

Dengan memaksakan tekad, orang orang itupun akhirnya berjalan menyusuri hutan tanpa tau arah dan tujuan.

Setelah matahari tepat berada di atas kepala, kelompok itu akhirnya berhenti.

“Cukup lah dahulu mencarinya, udah siang ini aku sudah litak! (lapar)” teriak si gendut.

“Iya benar, aku pun sudah mau pingsan ini ni,” kata si kurus dengan berusaha menyeimbangkan tubuhnya.

Melihat kondisi teman-temannya yang cukup buruk, kelompok itu akhirnya berhenti di area yang dekat dengan sungai.

Meskipun waktu menunjukkan siang hari, namun area hutan di gunung itu tidaklah terlalu panas. Ini semua membuat sekelompok orang yang pada awalnya hanya berniat untuk beristirahat sebentar menjadi ketiduran.

Setelah beberapa saat waktu berlalu, salah satu dari kelompok itu terbangun. Itu adalah si gendut.

“sihhhh, mengapa harus sesak berak saat saat seperti ini, hampir saja tadi aku terlepas saat sedang bermimpi”

Sosok gendut itu pun langsung berlari menuju ke suatu arah. Jelas bahwa dia ingin mengeluarkan seluruh sarapannya yang bar di kunyahnya tadi pagi.

***

Sementara di suatu area yang tidak jauh dari tempat di mana kelompok itu tertidur, Surya terus termenung memikirkan pelatihan yang aneh dan menyiksa bersama kakek tua ubanan putih.

“Hufffff, tidak ada gunanya aku mengingat ingat kegiatan itu. toh kakek tua itu sudah menelantarkan ku setelah aku berubah menjadi harimau,” katanya dengan sedikit pasrah.

Meskipun Surya tampak membenci kakek tua itu. Surya sebenarnya sangat sayang kepada kakek itu, dia bahkan sudah menganggapnya sebagai kakeknya sendiri. Selain itu Surya sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi, jadi jelas bahwa anak itu sangat kesepian.

Dengan suasana hati yang buruk, sosok harimau besar itu melangkah ke arah sungai. Dia akan terus datang ke sungai setiap hari, mulai dari pagi, siang, maupun malam. Kegiatan ini dilakukan hanya untuk berkaca dan melihat rupanya yang makin hari makin membesar. Melihat dirinya dari pantulan air sungai yang mengalir membuat dirinya jauh lebih tenang.

Dasar harimau narsis!

Setelah berjalan beberapa waktu, Surya akhirnya hampir sampai ke tempat yang dia tuju. Suasana hati Surya pun mulai membaik setelah mendengar suara air yang menderu. Aliran air yang mengalir dari gunung menuju dataran menjadi musik tersendiri bagi Surya. 

Ekspresi di wajah harimau besar itu kian membaik, matanya yang sedikit terpejam, bibir lebarnya yang tampak seperti tersenyum. Surya sangat senang, namun tiba-tiba suasana hati harimau besar itu menjadi kacau setelah melihat ke suatu arah.

Sekelompok orang tampak terbaring nyaman di tepi sungai. Mereka sangat menikmati kegiatan itu layaknya anak bayi yang tertidur tanpa dosa.

Surya menjadi marah. Mereka telah mengganggu kegiatan sakralnya!

Dahi harimau itu mulai mengerut, bibir nya mulai terangkat menampakkan gigi taringnya yang tajam. Dengan menarik napas dalam dalam surya pun mengeram dan meraung.

"Grrrrrrr."

“AUMM!” Suara raungan pun terdengar keras menyapu area hutan.

Dengan suara yang memekakkan telinga itu, sekelompok orang yang tadinya sedang menikmati mimpi mereka menjadi terkejut lalu bangun.

“Sial suara apa itu”

“Ahhh mengganggu saja,” kata si kurus sembari menyeka air di pipinya.

Semua orang yang terbangun langsung mengeluh kesal. Namun semua keluhan itu akhirnya berhenti Ketika mereka melihat mata merah bulat besar yang menatap tajam ke arah mereka.

“M-monster”

“Itu Penjaga gunung yang dirumorkan!”

“Ahhh-ak-ku tidak ingin mati.”

Orang orang itu hanya bisa mengutuk kesal karena bertemu sosok monster seperti ini, mereka hanya ditugaskan untuk mengambil emas dari mayat anggota kelompok mereka yang telah mati di hutan gunung agung ini. 

“Namun sekarang apakah kami yang akan mati di sini?”

Ampas tahu

hai semuanya, apa kabar? gimana bab kali ini? semoga menghibur ya!! || Perhatian!!!, novel ini hanya karangan dan imajinasi author. jadi jangan menganggap serius dan melakukan hal hal yang ada di dalam cerita ini secara sadar, karena itu akan membahayakan kamu dan orang di sekitarmu || terima kasih semuanya atas perhatiannya 😘😘😘.

| Like
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
ridwan syahroni
bagus ceritanya..lanjut...........
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Taring Putih Dari Barat   380. Kesakitan

    “Argh!!!”Seorang pemuda berbadan tegap kini tengah meringkuk buruk di tanah. Sosok itu terus saja bergetar dengan hebat seolah tak terima atas rasa sakit yang dirasakannya.Badan tubuh sosok pemuda tegap itu menegang dengan warna merah merona seperti kepiting rebus yang telah dimasak dalam waktu yang lama.Urat-urat tubuhnya yang sudah menonjol sejak awal kini mulai menggeliat seperti cacing yang menginvasi daging di bawah kulitnya.Semakin lama Surya meringkuk dengan gelisah di tanah, semakin pula rasa sakit yang aneh itu menyiksa tubuhnya.Samar-samar Surya menebak bahwa hal yang telah muncul di punggung tangannya adalah sebuah masalah yang dihasilkan setelah dia bersentuhan dengan mayat milik Abar sebelumnya.Hanya pemuda itulah yang terkait dengan beruang, dengan ini, tato beruang yang muncul di punggung tangan Surya jelas berasal darinya.Dengan ini Surya sedikit merasa pahit di mulutnya, dia menyesal karena telah terlalu serakah menjarah mayat pihak lain sebelumnya.Namun meski

  • Taring Putih Dari Barat   379. Tato Misterius

    Surya yang telah begitu susah payah melawan kelompok organisasi kejam sebelumnya sama sekali tak ingin merugi.Pemuda yang memiliki badan kokoh itu langsung saja bergerak maju ke arah badan mayat kelompok orang yang telah dibunuhnya sebelumnya.Hal itu terus saja berlanjut hingga akhirnya Surya sampai di tubuh Abar yang tanpa kepala.Dengan pergerakan ringan, Surya langsung saja menggeledah tubuh pihak lain tanpa sedikitpun sopan santun.Pada awalnya Surya bisa mencari dengan begitu mudahnya seolah tengah melakukan hal yang remeh, namun beberapa saat kemudian, ada sebuah gejolak aneh yang muncul dari tubuh tanpa kepala milik Abar.Surya yang begitu dekat dengan tubuh pihak lain merasakan Krisis yang aneh.Pemuda itu sama sekali tak percaya bahwa mayat tanpa kepala itu bisa mengancam Surya, namun seiring berjalannya waktu, perasaan mencekam dan krisis itu teru saja menebal membuat Surya tak enak hati.Surya akhirnya menjauh karena dia ingat bahwa instingnya begitu jarang memiliki kesal

  • Taring Putih Dari Barat   378. Pembunuhan

    “Badum… badum… badum…” Suara detak jantung yang begitu keras terdengar di dada seorang pemuda kacau. Sosok pemuda itu tak lain adalah Abar yang tengah melihat ke arah seorang pria yang memiliki usia yang hampir sama dengannya. Abar melihat pihak lain dengan begitu takut seolah pihak lain telah menanamkan trauma mendalam kepadanya. Tubuh abar begitu layu, ingin sekali meleleh dan jatuh ke tanah meskipun dia sudah terduduk dengan kacau sekarang. “Tuk tak tuk…” Suara langkah kaki yang pelan dan ringan terdengar seperti teriakan monster di telinga Abar, pemuda kacau itu terus saja menyusut saat suara langkah kaki yang ringan itu semakin jelas di telinganya. Abar bisa melihat dengan jelas senyum hangat dari pemuda tegap yang tengah berjalan ke arahnya. Meskipun terlihat begitu bersahabat, entah mengapa Abar begitu enggan melihat senyum cerah yang ditampilkan oleh pihak lain. Hal ini terus saja membuat Abar frustasi, karena putus asa, pemuda kacau itu mulai membuka mulut untuk bersua

  • Taring Putih Dari Barat   377. Ketakutan  

    “Swoosh~” “Dum… dum… dum…” Suara ricuh terus saja bermunculan saat dua telapak tangan yang mirip saling berbenturan. Kedua telapak tangan dari dua belah pihak itu tampak mirip namun berbeda. Hal ini seolah telapak tangan itu milik dua orang yang bersaudara. “Bahkan kekuatannya sama!” teriak Kakhi berseru kaget. Kakhi pada awalnya berpikir bahwa dia sedang berhalusinasi. Bagaimana bisa musuh yang belum pernah ditemui bisa menggunakan serangan yang mirip bahkan hampir sama dengan serangan yang telah didapat kelompoknya. Namun sekarang, setelah kakhi melihat dengan jelas aura dan juga dampak serangan, sosok itu hanya bisa bertanya dalam hati. “Apa maksud conqu suci? Apakah kita sedang dipermainkan?” katanya kesal menatap kedepan. Kedua raksasa besar itu terus saja beradu, mereka begitu sengit karena memiliki kekuatan yang hampir sama, namun meskipun begitu tetap saja ada celah kecil antara kekuatan keduanya. Di saat seperti ini, perbedaan yang sangat kecil sekalipun bisa berdampak

  • Taring Putih Dari Barat    376. Konfrontasi Langsung 

    Serangan demi serangan mulai bergerak dengan indah dan kacau menuju ke satu arah, bersamamaan dengan kilau-kilau yang memukau itu, sejumlah besar suara ricuh mulai mengacaukan are sekitar. Seolah sebuah badai akan terjadi, debu-debu dan pepohonan di sekitar mulai terangkat akibat momentum yang diciptakan. Sekelompok orang yang tampak menyerang dengan sembarangan itu kini membentuk sebuah pola yang rumit namun beraturan. Kelompok itu kini melakukan serangan formasi yang telah mereka latih sebelumnya, kini bahkan momentum yang ditunjukkan kelompok orang itu benar-benar seperti monster kuno yang menakutkan. Surya yang melihat hal ini dari kejauhan jelas takjub dan juga terkejut, dia tak pernah membayangkan akan melihat hal yang begitu hebat menyerang ke arahnya. Samar-samar ada gambaran seorang laki-laki putih bersih dengan sepasang sayap indah yang mulai menerjang ke arah Surya. Hal itu terlihat sangat kuat! Namun meskipun begitu, Surya sama sekali tak mengendur. Pemuda berbadan t

  • Taring Putih Dari Barat   375. Serang!

    “Swosh!”Suara deru angin mulai terdengar saat seorang pemuda melesat dengan kencang menuju ke satu arah.Setelah beberapa saat melesat, sebuah suara benda jatuh mulai terdengar di telinga sekelompok orang di sekitar.“Pluk.”Suara itu tidak begitu besar dan juga sangat terendam, namun meskipun begitu, suara jatuhan itu bisa didengar dengan jelas oleh setiap orang.Kelompok yang sudah lama terpaku melihat ke arah belakang mereka hanya bisa menajamkan mata seolah tak percaya.Sosok yang membawa Abar di tempat ini telah benar-benar kehilangan kepala, di sebelah Abar hanya menyisakan seorang sosok tanpa kepala.“Pluk!”Seolah batu kecil yang bisa membuat seluruh gunung es menjadi longsor, suara kecil jatuhan yang baru saja terdengar itu membuat hati setiap orang yang ada di area sekitar menjadi runtuh.Suara terjatuh itu jelas berasal dari tubuh tanpa kepala sebelumnya.Abar yang juga tersadar akan hal ini hanya bisa melihat ke arah mayat tanpa kepala yang ada di dekatnya dengan tatapn t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status