Share

05. Kemarahan Monster Balang

Pagi hari yang cerah di gunung agung, sinar matahari seolah menjadi penyemangat bagi setiap makhluk yang ada di area itu. tumbuhan mulai berfotosintesis, hewan-hewan mulai beraktifitas mencari makan. Tidak terkecuali Surya, sosok harimau penjaga gunung.

Dengan berjalan ringan, Surya pun melenggak lenggok dengan angun layaknya anak kucing. 

“Huuuu, mengapa aku bangun sepagi ini? aku sangat bosan setiap hari karena hanya bisa mengitari Kawasan hutan di gunung ini”

Keluhan Surya itu menjadi awal lamunannya mengingat kenangannya bersama kakek tua putih itu.

***

“Hey anak muda jangan malas,” kata sosok kakek tua sembari memukul kaki Surya.

“Ahhh ah aw, sakit dasar kakek tua,” rintih Surya sembari memegang kaki belianya.

“Uhhhh, bukankah anak kecil harus diajarkan sopan santun saat berbicara dengan orang yang lebih tua” Pukulan demi pukulan dilancarkan oleh kakek itu menggunakan tongkat kayunya.

Wajah kakek itu terlihat mencibir ke arah Surya. Sementara bocah kecil itu hanya bisa pasrah menerima pukulan demi pukulan yang diarahkan kepadanya.

Sementar Surya terus berdiri dengan kuda-kudanya itu dalam waktu yang cukup lama, kakek ubanan putih itu selalu saja melakukan hal-hal yang aneh. Mulai dari memukul setiap bagian tubuh Surya, dia juga terkadang menambahkan beban di tubuh Surya untuk di topangnya.

Di hari pertama kakek itu meletakkan sebuah batu di tangan Surya. Di hari kedua kakek itu menambah sebuah batu lagi di tangannya. Kini kaki Surya kecil menopang tubuhnya serta tambahan berat dari batu yang ditambahkan dalam posisi kuda-kuda. Jelas itu sesuatu yang menyiksa bagi seorang anak kecil.

Di setiap kali proses melelahkan itu dilakukan, sang kakek akan terus bergumam secara acak.

“Gunung bukan sembarang batu, batu di tanam menjadi gunung”

“ ...”

“Pohon yang cantik memperindah bunga, pohon yang kuat menjalarkan akar”

“ ...”

“Tidak akan bisa berlari seekor kuda, jika kuda tidak berkaki”

Lantunan-lantunan suara terus di bacakan oleh kakek itu, sementara Surya menjadi bingung, dia pun mengejek kakek tua diam-diam.

“Tcih, apa-apaan kakek tua itu, bukankah itu terlalu acak untuk di sebut pepatah?” Melihat arah kakek itu dengan pandangan tidak percaya.

“Apakah ini yang orang katakan, seseorang akan benar-benar gila karena bermimpi menjadi pendekar?”

Setelah berpikir sesaat Surya pun mulai menyimpulkan sesuatu.

“Tchh biarlah, lebih baik aku menurut saja untuk sekarang. Tubuhku sudah sangat sakit setelah beberapa hari ini”

“Tubuh ku tidak akan kuat jika di hantam dengan kayu milik kakek itu yang marah karena melihat ekspresi mengejek di wajahku.”

Surya pun akhirnya terus melakukan pelatihan itu selama 3 bulan. Tidak ada kegiatan lain yang dia lakukan selain berdiri dengan posisi kuda-kuda. Dia akan terus dibebani dengan tambahan beban oleh kakek tua itu. seiring berjalannya waktu, batu-batu akan tersusun rapi di tubuhnya layaknya piramida. 

Tidak lupa setiap sudut tubuhnya akan dipukul seiring berjalannya waktu. Karena itulah Surya pun akhirnya menjadi terbiasa dengan perlakuan kejam kakek itu. 

“Uhhhh, kakek yang bejat ini sungguh aneh, dia akan memukulku setiap kali dia bosan. Apakah keluarga ku berhutang beras kepadanya dahulu?” Menatap kakek itu dengan jijik.

Melihat tatapan yang diarahkan kepadanya, kakek itu pun akhirnya berkata.

“Apa? mengapa anak muda sepertimu melihat ke arah ku dengan tatapan seperti itu! apakah ini kurang sakit?” katanya sembari memukul mukul kaki dan paha Surya.

“Ahh aw aw, sakit, sakit ampun kek”

“Haaa tau sakit, lanjutkan terus aku mau pergi dulu sebentar”

Dengan satu langkah ringan sosok kakek itu tiba-tiba saja menghilang di udara kosong tanpa meninggalkan jejak sedikitpun.

“Arghhhh, mengapa dia menghilang sekeren itu di hadapan ku. Bukan kah dia hanya ingin pamer?” katanya kesal.

Sejumlah bebatuan yang telah disusun di kepala Surya layaknya piramida pun terjatuh karena teriakan bocah kecil itu.

Gedebuk! Gedebum!

“Ahh aw Aw, sial kakek tua itu!” 

***

Sementara Surya sedang berjalan santai sembari sedikit melamun, segerombolan orang orang yang tampak kasar dan kotor pun mulai berjalan di area hutan pegunungan.

“Eyy, sebenarnya apa yang kita cari di hutan ini ni,” tanya salah satu orang paling gendut di kelompok itu.

“Iya, aku sudah capek mengikuti jalan mendaki gunung ni,” sambung si kurus dengan baju berwarna merah mencolok.

“Eh kalian, sudah lah ikut saja. Jangan pula mengeluh mengeluh ni” 

“Iya benar, jangan tau makan tidur aja kalian. Nanti bos marah pula ke kita,” tegas sosok yang bertubuh tinggi.

Dengan memaksakan tekad, orang orang itupun akhirnya berjalan menyusuri hutan tanpa tau arah dan tujuan.

Setelah matahari tepat berada di atas kepala, kelompok itu akhirnya berhenti.

“Cukup lah dahulu mencarinya, udah siang ini aku sudah litak! (lapar)” teriak si gendut.

“Iya benar, aku pun sudah mau pingsan ini ni,” kata si kurus dengan berusaha menyeimbangkan tubuhnya.

Melihat kondisi teman-temannya yang cukup buruk, kelompok itu akhirnya berhenti di area yang dekat dengan sungai.

Meskipun waktu menunjukkan siang hari, namun area hutan di gunung itu tidaklah terlalu panas. Ini semua membuat sekelompok orang yang pada awalnya hanya berniat untuk beristirahat sebentar menjadi ketiduran.

Setelah beberapa saat waktu berlalu, salah satu dari kelompok itu terbangun. Itu adalah si gendut.

“sihhhh, mengapa harus sesak berak saat saat seperti ini, hampir saja tadi aku terlepas saat sedang bermimpi”

Sosok gendut itu pun langsung berlari menuju ke suatu arah. Jelas bahwa dia ingin mengeluarkan seluruh sarapannya yang bar di kunyahnya tadi pagi.

***

Sementara di suatu area yang tidak jauh dari tempat di mana kelompok itu tertidur, Surya terus termenung memikirkan pelatihan yang aneh dan menyiksa bersama kakek tua ubanan putih.

“Hufffff, tidak ada gunanya aku mengingat ingat kegiatan itu. toh kakek tua itu sudah menelantarkan ku setelah aku berubah menjadi harimau,” katanya dengan sedikit pasrah.

Meskipun Surya tampak membenci kakek tua itu. Surya sebenarnya sangat sayang kepada kakek itu, dia bahkan sudah menganggapnya sebagai kakeknya sendiri. Selain itu Surya sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi, jadi jelas bahwa anak itu sangat kesepian.

Dengan suasana hati yang buruk, sosok harimau besar itu melangkah ke arah sungai. Dia akan terus datang ke sungai setiap hari, mulai dari pagi, siang, maupun malam. Kegiatan ini dilakukan hanya untuk berkaca dan melihat rupanya yang makin hari makin membesar. Melihat dirinya dari pantulan air sungai yang mengalir membuat dirinya jauh lebih tenang.

Dasar harimau narsis!

Setelah berjalan beberapa waktu, Surya akhirnya hampir sampai ke tempat yang dia tuju. Suasana hati Surya pun mulai membaik setelah mendengar suara air yang menderu. Aliran air yang mengalir dari gunung menuju dataran menjadi musik tersendiri bagi Surya. 

Ekspresi di wajah harimau besar itu kian membaik, matanya yang sedikit terpejam, bibir lebarnya yang tampak seperti tersenyum. Surya sangat senang, namun tiba-tiba suasana hati harimau besar itu menjadi kacau setelah melihat ke suatu arah.

Sekelompok orang tampak terbaring nyaman di tepi sungai. Mereka sangat menikmati kegiatan itu layaknya anak bayi yang tertidur tanpa dosa.

Surya menjadi marah. Mereka telah mengganggu kegiatan sakralnya!

Dahi harimau itu mulai mengerut, bibir nya mulai terangkat menampakkan gigi taringnya yang tajam. Dengan menarik napas dalam dalam surya pun mengeram dan meraung.

"Grrrrrrr."

“AUMM!” Suara raungan pun terdengar keras menyapu area hutan.

Dengan suara yang memekakkan telinga itu, sekelompok orang yang tadinya sedang menikmati mimpi mereka menjadi terkejut lalu bangun.

“Sial suara apa itu”

“Ahhh mengganggu saja,” kata si kurus sembari menyeka air di pipinya.

Semua orang yang terbangun langsung mengeluh kesal. Namun semua keluhan itu akhirnya berhenti Ketika mereka melihat mata merah bulat besar yang menatap tajam ke arah mereka.

“M-monster”

“Itu Penjaga gunung yang dirumorkan!”

“Ahhh-ak-ku tidak ingin mati.”

Orang orang itu hanya bisa mengutuk kesal karena bertemu sosok monster seperti ini, mereka hanya ditugaskan untuk mengambil emas dari mayat anggota kelompok mereka yang telah mati di hutan gunung agung ini. 

“Namun sekarang apakah kami yang akan mati di sini?”

Ampas tahu

hai semuanya, apa kabar? gimana bab kali ini? semoga menghibur ya!! || Perhatian!!!, novel ini hanya karangan dan imajinasi author. jadi jangan menganggap serius dan melakukan hal hal yang ada di dalam cerita ini secara sadar, karena itu akan membahayakan kamu dan orang di sekitarmu || terima kasih semuanya atas perhatiannya 😘😘😘.

| Sukai
Komen (1)
goodnovel comment avatar
ridwan syahroni
bagus ceritanya..lanjut...........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status