Sisil masuk ke dalam kamar sambil bersenandung. Tidak peduli lagi dengan masalahnya. Ia akan berusaha melupakan semuanya. Melupakan pernikahan, dan bahkan suaminya.
Hatinya terlalu sakit saat orang yang paling ia cintai tidak memercayainya bahkan begitu tega menyakiti raga dan batinnya.
“Sisil!” panggil Aldin pada gadis mungil yang melenggang dengan santai di hadapannya menuju kamar mandi.
Sisil menoleh pada suaminya tanpa mengatakan apa pun. Ia hanya menatap Aldin, menunggunya untuk mengatakan sesuatu. Tapi, Aldin tidak kunjung bersuara juga.
Melihat Aldin hanya bengong saja tanpa berbicara sepatah kata pun, Sisil kembali melanjutkan langkahnya.
“Seeorang istri nggak boleh pergi dengan laki-laki lain tanpa izin suaminya.”
Ucapan Aldin menghentikan langkah kaki Sisil. Kemudian ia membalikkan badannya menghadap Aldin.
Ketika pintu kamar mandi dibuka, kedua jagoan sahabatnya sudah berdiri didepan pintu. “Kalian ngapain?” tanya Sisil sambil mengucek rambutnya yang masih basah dengan handuk kecil.“Kalian mau pulang?” tanya Sisil pada Bara dan Gara.Kedua anak itu saling pandang dan menggelengkan kepalanya. “Nggak kok, kami mau nginep,” jawab Gara dengan segera.“Nanti Tante cantik tidur di kamar kita ya.” Kini Bara yang bersuara.“Tante aku mau lihat foto tadi dong.” Gara menarik-narik baju tantenya. Gara sengaja mengalihkan pembicaraan supaya sang tante tidak banyak bertanya lagi.“Sebentar!” Sisil berjalan menuju nakas, lalu mengambil ponselnya dan memberikannya pada Gara.“Bang, aku mau lihat juga dong!” Bara merebut paksa ponsel tantenya yang dipegang Gara.
Bunda Anin membuka pintu kamar Andin tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu membuat Andin dan Sisil terkejut. “Andin, Sisil, ayo kita makan malam!”“Bunda, kenapa nggak ketuk pintu dulu? Ngagetin kita aja,” ucap Andin sambil mengelus dada.“Emangnya kalian lagi ngomongin apaan?” tanya Bunda Anin yang masih berdiri di ambang pintu.“Kepo!” jawab Andin sambil bangun dari duduknya, kemudian menghampiri sang bunda.“Sil, kamu panggil suamimu dulu ya!” titah Bunda Anin pada menantunya. Bukannya ia lupa dengan permasalahan anak dan menantunya, tapi Bunda Anin tidak mau Aldin dan Sisil semakin menjauh.“Iya, Bun,” jawab Sisil sambil tersenyum pada mertuanya. Ia akan bersikap seolah-olah sudah baikan dengan sang suami supaya sang mertua tidak kepikiran terus tentang masalahnya.“Bukannya Aban
Sisil segera mengemas pakaiannya setelah menandatangani surat kesepakatan. Ia memasukan semua pakaiannya ke dalam koper.“Jangan bawa terlalu banyak! Nanti kalau kamu main ke sini nggak perlu bawa baju ganti,” titah Aldin yang juga sedang mengemas pakaiannya.Sisil kembali menaruh sebagian pakaiannya ke lemari tanpa menyahuti ucapan suaminya. Setelah selesai berkemas Sisil keluar dari kamar tanpa bicara sepatah kata pun pada Aldin.Aldin membaringkan tubuhnya di tempat tidur sambil memegang ponsel baru yang ia beli untuk istrinya. “Apa aku buang aja. Dia juga udah nggak mau menyimpan kenangan aku dan dia. Aku juga nggak mau menyimpannya, cuma menambah luka di hati aja.”Ketika ia hendak mengeluarkan kartu memori dari dalam ponsel tersebut, ia ingat tentang ayah Sisil yang sudah meninggal. “Jangan-jangan di sini banyak foto ayahnya.”Aldin memer
“Hari yang cerah,” ucap Sisil sambil menarik kopernya keluar dari rumah Pradipta. “Lupakan semuanya, Sil. Anggap aja lo lagi ngekos sama beruang kutub.” Andin segera masuk ke dalam mobil suaminya.“Nanti kita tidur di kamar yang berbeda,” ucap Aldin ketika mereka dalam perjalanan ke rumah barunya.“Baguslah,” sahut Sisil dengan sinis.“Aku nggak pake pembantu supaya nggak ada yang tahu kalau kita tidur terpisah. Untuk membersihkan rumah, kita bagi tugas. Pakaian di laundry aja. Kalau mau makan beli, kalau kamu mau masak silakan,” ujar Aldin panjang lebar.“Ok.” Sisil menganggukkan kepalanya tanda setuju.Perjalanan dari rumah orangtuanya menuju rumah barunya memakan waktu satu jam. Kini Aldin dan Sisil berada di rumah baru mereka. Rumahnya tidak terlalu besar. Namun, sangat nyaman.Aldin
“Astaga! Dasar beruang kutub, nggak bisa lihat orang seneng,” gerutu Sisil sambil mengekori suaminya yang berjalan lebih dulu sambil menenteng kantung belanjaan.Sisil masuk ke dalam mobil, lalu menutup pintu mobil dengan keras. Aldin segera melajukan kendaraannya dengan kecepatan sedang.Mereka berdua hanyut dalam keheningan. Tidak ada yang mau memulai pembicaraan‘Kalau sampai rumah, mau aku unjukin surat kesepakatan itu. Dia udah melanggarnya,’ batin Sisil.“Status kamu itu masih istriku. Berprilaku yang baiklah jika di tempat umum, jangan mempermalukan suamimu.” Aldin memecah keheningan di antara mereka.“Kamu itu masih suamiku di buku nikah, bersikaplah selayaknya seorang suami, Tidak membentak-bentak istrimu di depan umum,” balas Sisil sambil mencebikkan bibirnya. Kemudian menggeser duduknya membelakangi sang suami.&nb
Satu minggu sudah mereka berada di rumah barunya. Kini Sisil sudah mulai bekerja dengan Gilang. Sejak ciuman panas itu, mereka tidak pernah bertegur sapa walaupun tinggal satu atap. Semakin ada jarak di antara mereka berdua. Tembok yang tinggi yang mereka bangun sendiri dengan ego masing-masing.Sisil merasa kecewa karena Aldin menciumnya bukan karena cinta, tapi hanya ingin menyakitinya. Sementara Aldin menyesali perbuatannya yang hampir saja merenggut kegadisan sang istri dengan cara paksa. Aldin menyadari kesalahannya karena sudah sangat menyakiti istrinya.Ia menyesal telah menyakiti hati wanita yang sangat ia cintai itu, tapi egonya menghalangi ia untuk mengakui kesalahannya.Aldin seorang CEO dari RPP Group, ia menjadi pewaris perusahaan sang kakek karena ayahnya mempunyai perusahaan sendiri yang ia bangun dengan kerja keras sendiri yang dibantu oleh sahabatnya.Jam sudah menunjukkan pukul tuju
“Kita buat kesepakatan baru.” Aldin mengeluarkan selembar kertas dan pulpen. Ia menuliskan beberapa poin di surat kesepakatan itu.“Kamu nulis apa, banyak banget.” Sisil mencondongkan wajahnya ke depan melihat apa yang ditulis suaminya.Aldin menulis surat kesepakatan itu dengan serius. “Aku cuma menulis empat poin aja, silakan kamu tulis apa yang mau kamu tambahkan, selain dari tugas rumah karena tugas rumah sudah disepakati sebelumnya,” jelas Aldin sambil mengulurkan tangan menyerahkan kertas dan pulpennya pada Sisil.“Apa ini? Kenapa banyak sekali.” Sisil membaca satu persatu poin-poin yang ditulis suaminya. Lalu ia menambahkan dua poin di kertas itu. Setelah selesai menulis dia memberikan kembali pada suaminya.“Yakin cuma nambahin dua aja?” tanya Aldin pada Sisil sambil menatap sang istri dengan serius.Sisil mengan
Sisil masuk ke dalam kamarnya dengan langkah sempoyongan. “Kalau mandi seger lagi kali ya,” gumamnya.Ia segera masuk ke kamar mandi setelah mengambil baju tidurnya terlenih dulu. Lima menit kemudian Sisil sudah selesai mandi dan berpakaian. Saat membuka pintu kamar mandi, kepalanya tiba-tiba terasa berputar.Tangannya berpegangan pada kenop pintu, tapi ia tidak bisa menahan tubuhnya lagi, dan akhirnya terkulai lemas di depan kamar mandi.Tok tok tok“Sil, aku masuk ya!” teriak Aldin dari luar kamar. Aldin terus saja mengetuk pintu sambil berteriak memanggil istrinya. “Apa dia udah tidur?” gumam Aldin sambil membawa susu hangat untuk Sisil.Aldin kembali ke kamarnya karena tidak ada sahutan dari dalam kamar Sisil. Ia merebahkan tubuhnya di kasur empuk itu. Aldin mencoba memejamkan matanya, tapi ia terus saja terbayang-bayang wajah sang istri.