Share

10. Pesan dari Rangga

Aвтор: CahyaGumilar79
last update Последнее обновление: 2021-03-29 09:36:03

Apa yang di utarakan Fatimah, sangat menambah pengetahuan untuk Inayah dan menjadi suatu pedoman tatkala Inayah dihadapkan dengan kerisauan memilih pasangan yang baik untuk menemani hidupnya kelak.

Sangat berkesan, banyak sekali kalimat-kalimat nasihat bersumber dari hadits dan ayat-ayat Al-Qur'an, yang dituturkan oleh Fatimah. Sikap lugu dan pendiam dari sosok Fatimah, sangat bertolak belakang dengan kepintaran dan kecerdasan yang ia miliki, sejatinya Fatimah merupakan sosok wanita Muslimah yang patut dijadikan contoh sebagai panutan.

Malam semakin larut, tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, rasa ngantuk pun sudah melanda.

“Teh, aku masuk kamar dulu yah, sudah malam,” pungkas Inayah lirih.

“Iya, Neng,” jawab Fatimah sambil merapikan gelas dan piring serta dus sisa makanan yang ada di meja.

Inayah langsung berlalu dari hadapan Fatimah, melangkah menuju kamarnya untuk segera beristirahat, merehat tubuh yang seharian disibukkan dengan berbagai aktivitas.

Di dalam kamar, sebelum tidur, Inayah melaksanakan Salat Sunah dua rakaat, Salat sunah hajat dan berdzikir serta mengirimkan doa untuk kedua orang tuanya.

"Ya, Allah! Ampunilah dosaku dan (dosa) kedua orang tuaku. Sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangiku di waktu aku kecil," ucap Inayah di sela-sela doa yang ia panjatkan.

Setelah itu, Inayah langsung membenamkan diri dalam selimut. "Bismillahirrahmanirrahim, Bismika Allahumma ahyaa wa bismika amuut. Dengan nama-Mu ya, Allah! Aku hidup, dan dengan nama-Mu aku mati," ucap Inayah, kemudian langsung memejamkan mata.

Pukul tiga dini hari, Fatimah sudah membangunkan Inayah untuk segera melaksanakan Salat Hajat dan Salat Tahajud. Hal tersebut merupakan kegiatan ibadah yang rutin mereka laksanakan hampir setiap malam.

Usai melaksanakan salat Inayah melanjutkan dengan membaca Al-Qur'an hingga menjelang waktu Salat Subuh. Setelah itu, Ia langsung melaksanakan Salat Subuh berjamaah bersama Erni dan juga Fatimah.

Pagi harinya, sekitar pukul enam, Inayah ditelepon oleh Adim. Dia melaporkan hasil panen sawah milik almarhum orang tua Inayah yang ada di Karawang dan Cikarang. Inayah sangat bahagia dengan hasil panen yang ia dapatkan saat itu, panen yang sangat bagus dibandingkan dengan panen di tahun yang lalu.

“Alhamdulillah! Ya, Allah! Atas berkah rizki yang Engkau anugerahkan kepada hamba, semoga hamba amanah dengan titipan-Mu Ya Rabb!" bisik Inayah penuh dengan rasa syukur.

Inayah berencana akan menyisihkan sebagian dari hasil panen tersebut, untuk kemaslahatan umat yang hendak disalurkan langsung kepada yayasan pondok pesantren yang ada di sekitar tempat tinggalnya.

Singkat cerita...

Beberapa bulan kemudian, ketika Inayah tengah duduk santai, tiba-tiba saja ponselnya berdering tanda ada pesan yang masuk. Inayah bergegas membuka tas kecil miliknya. Kemudian meraih ponselnya dan langsung membaca pesan yang masuk.

[Assalamu'alaikum] tulis Rangga.

Inayah menjawab lirih dalam hati, 'Wa'alaikum salam.' Kemudian, ia kembali membaca pesan berikutnya.

[Wanita yang baik untuk lelaki yang baik, dan lelaki yang baik adalah untuk wanita yang baik pula!]

[Doakan aku supaya menjadi pria yang baik!]

[Pesan ini tidak usah kamu balas, cukup untuk direnungkan saja, suatu saat nanti kamu akan paham dengan apa yang kutuliskan ini!]

[Rangga sahabatmu]

Seperti itulah kutipan teks yang Rangga kirimkan melalui aplikasi hijau yang ada di ponsel tersebut.

Entah kenapa? Pikiran Inayah tentang Rangga malam itu, tumbuh membahana mengisi ruang jiwa dan menyelimut sukma.

Ada benih-benih rasa, berakar dan perlahan tumbuh. Entahlah, malam itu tidak seperti biasanya, pikiran Inayah terus tertuju kepada Rangga, hal tersebut menambah kegelisahan dan perlahan-lahan membuat Inayah terbalut rasa rindu terhadap Rangga sahabatnya itu.

Berulang kali, Inayah mencoba menghubungi Rangga melalui ponselnya. Namun, tidak pernah tersambung, nomor Rangga sudah tidak aktif lagi setelah mengirimkan beberapa pesan singkat kepada Inayah.

Dengan demikian, Inayah hanya pasrah dalam kerinduan. Menantikan saat yang tepat bersua kembali dengan Rangga dan mengharap hari indah bisa bertemu dengan sahabatnya itu.

Kemudian, Inayah bangkit dan meraih tasbih kecil pemberian dari Rangga memadangi dan menyentuh tasbih kecil itu dengan penuh kelembutan.

"Ini adalah kenangan terindah dari Rangga," desis Inayah.

Seperti yang pernah Rangga ucapkan di hadapan Inayah, ia berjanzi, akan merubah hidupnya dan berhijrah mengikuti langkah Inayah untuk menyelaraskan aturan hidup yang hakiki dan berjuang menjadi pria baik, dalam sepuluh hal kebaikan yang didambakan setiap wanita Muslimah.

Beragama Islam, taat beragama, menjauhkan diri dari kemaksiatan, berasal dari keluarga baik-baik, santun dan taat kepada kedua orang tua, mandiri dalam ekonomi, berjiwa pemimpin, bertanggung jawab, lemah lembut dan berketurunan subur.

Hampir satu tahun, kabar dari Rangga tak pernah Inayah dapatkan. Entah seperti apa keadaan Rangga saat itu? Nomor yang dulu sering Inayah hubungi sudah tidak aktif lagi, Inayah sangat kesulitan untuk mendapatkan informasi tentang keberadaan Rangga.

Keluarga Rangga pun, sudah tidak tinggal di Bandung lagi, mereka sudah pindah ke Purwakarta kembali ke kampung halaman mereka. Inayah hanya pasrah dan menahan rasa rindu yang setiap hari terus membahana dalam jiwa dan pikirannya.

[Jika Allah menghendaki suatu saat nanti aku dan Rangga pasti akan dipertemukan kembali, hanya terselip doa untuk sahabatku itu, dari setiap sujudku semoga niat hijrahnya Rangga diberikan kemudahan dan senantiasa istiqomah dalam menjalankannya,] tulis Inayah melalui status di sosial media pribadinya, dengan harapan ada orang yang kenal dengan Rangga membaca suara isi hatinya tersebut, dan menyampaikan hal itu kepada yang bersangkutan.

Suatu ketika, sahabat-sahabat dari komunitas Wanita Muslimah, mengadakan acara bantuan sosial di salah satu kampung yang ada di Subang Jawa barat. Kebetulan Inayah dan Erni ikut terlibat di acara tersebut.

Acara berlangsung hanya satu hari saja, bekerja sama dengan lembaga bantuan untuk kaum dhuafa, salah satu organisasi yang bergerak di bidang sosial.

“Nay, tolong kamu persiapkan data-data warga yang sudah terdaftar!” pinta Kartika mengarah kepada Inayah.

“Sudah, Kar. Semua sudah ada padaku,” jawab Inayah lirih, mengangkat buku catatan kecil seraya memperlihatkannya kepada Kartika.

“Oh, ya, sudah. Acara kita mulai ba'da zuhur ya, Nay. Kita nunggu Fatih dulu!” ucap Kartika lirih sambil menatap wajah Inayah.

“Fatih itu siapa, Kar?” tanya Inayah penasaran.

“Fatih itu, ketua Lembaga Bantuan Untuk Kaum Dhuafa, dari Purwakarta,” jawab Kartika tersenyum ke arah Inayah. “Kamu tetap di sini ya, Nay! Aku mau menemui Pak Kades dulu!” sambung gadis cantik itu berlalu dari hadapan Inayah melangkah menuju tenda sebelah.

Dari depan sana, terlihat  Erni sedang berjalan menuju ke arah Inayah dengan membawa beberapa kotak makanan warna putih polos.

“Apa itu, Teh?” tanya Inayah mengamati kotak putih tersebut dari tangan Erni.

“Roti, Nay. Tadi Teteh dikasih oleh pak kades," jawab Erni, kemudian meletakannya di atas meja di belakang tempat duduk Inayah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tasbih Cinta Yang Hilang   49. Keikhlasan Seorang Istri (Bab terakhir)

    Usai memberitahukan Rafie, Fahmi dan kedua rekannya segera bersiap untuk mendatangi rumah yang dicurigai menjadi tempat disekapnya Lina. Mereka sangat yakin kalau Lina ada di rumah itu, sesuai dengan apa yang dilihat oleh Fahmi. "Aku sangat berharap tidak terjadi apa-apa dengan Lina," kata Fahmi lirih sembari mengemudikan mobilnya menuju ke sebuah komplek yang tidak jauh dari tempat mereka berkumpul tadi. "Aku yakin, pelakunya adalah Alex." Andra mulai menaruh kecurigaan terhadap Alex yang merupakan orang dekat Lina. Karena akhir-akhir ini, Alex sedang bermasalah dengan Lina, semua dipicu oleh sikap Lina yang sudah menolak pinangan Alex. "Jangan su'udzon dulu. Kita buktikan saja nanti!" sahut Riko. Andra menoleh ke arah Riko, kemudian berkata lagi, "Aku berkata seperti ini, karena aku mendengar sendiri bahwa Alex mengancam Lina," tandas Fahmi. Setibanya di persimpangan jalan yang dekat jembatan yang tembus ke pintu gerbang komplek yang dituju, Fahmi menghentikan laju mobilnya sej

  • Tasbih Cinta Yang Hilang   48. Hilangnya Lina

    Secara tidak langsung Inayah mempunyai tugas dan kepercayaan dari almarhum kedua orang tuanya untuk mengelola beberapa perusahaan peninggalan mereka. Mulai dari pengelolaan keuangan dan pemanfaatannya, Inayah yang harus mengurusnya. Karena Inayah merupakan putri semata wayang dari Almarhum Tommy dan Celly. Akan tetapi, setelah Erni paham dan mengerti dengan tatanan bisnis yang dikelola Inayah. Inayah pun langsung mempercayai Erni sepenuhnya dalam mengelola perusahaan peninggalan dari kedua orang tuanya itu. Saat itu, yang mengurus semuanya adalah Erni dengan dibantu beberapa staf kepercayaannya dan Inayah sudah jarang ikut campur, dan ia sangat percaya dengan kinerja Erni, karena selama ini Erni sudah dinilai baik dalam menjalankan tugas jujur dan amanah. Pukul setengah lima sore, Inayah hanya duduk santai bersama Fatimah dan Jubaedah di ruang tengah kediamannya itu. Rafie sore itu masih belum pulang, karena masih berada di lokasi pondok pesantren yang saat itu masih dalam tahap pe

  • Tasbih Cinta Yang Hilang   47. Keputusan Inayah

    Sebulan setelah itu, Rafie dan keluarga Tiara sudah menentukan hari pernikahannya dengan Tiara. Hal tersebut sudah sepenuhnya disetujui oleh Inayah yang merupakan istri pertama Rafie. Pukul setengah enam sore, Rafie sudah berada di kediamannya. Ia tampak murung dan merasa kurang bahagia sore itu. Entah apa yang membalut jiwa dan pikirannya saat itu? "Aa kenapa? Mau nikah kok malah murung seperti ini sih?" tanya Inayah duduk di sebelah suaminya. Rafie menoleh ke arah Inayah, kemudian memandang wajah istrinya. "Aa tidak dosa, 'kan kalau menikah lagi?" Rafie menjawab dengan sebuah pertanyaan. Inayah tersenyum sambil memandang wajah suaminya. "Tidak ada yang bisa dikatakan dosa. Ini semua sudah menjadi keputusan aku, dan jika Aa benar-benar mencintaiku. Maka penuhi permintaan ini!" kata Inayah tersenyum. Ucapan Inayah sungguh sulit dimengerti, hal itu membuat Rafie jatuh ke kubangan dilema besar. Entah apa lagi yang hendak ia perbuat saat itu, tidak ada niat untuk menolak. Bukan berar

  • Tasbih Cinta Yang Hilang   46. Keikhlasan dalam diri Inayah

    Beberapa hari kemudian, Inayah mengajak Rafie untuk berkunjung ke rumah Tiara. Dalam rangka menengok Tiara yang saat itu baru saja pulang dari rumah sakit, setelah hampir satu Minggu ia dirawat. Tiara masih dalam proses pemulihan setelan dilakukan perawatan di rumah sakit, ia mengalami gangguan lambung akibat keseringan telat makan dan juga mengalami depresi yang sangat hebat. "A, nanti sore kita ke rumah Tiara yuk!" ajak Inayah lirih. Rafie hanya tersenyum, kemudian menganggukkan kepala sebagai tanda menyetujui ajakan dari istrinya. Lalu Inayah bangkit dan segera bersiap untuk melaksanakan makan siang bersama dengan suaminya. "Ayo, A. Kita makan dulu!" kata Inayah lembut. "Iya, Neng." Rafie segera bangkit dan langsung berjalan mengikuti langkah sang istri menuju ruang makan. "Bedah ... Teh Fatimah!" panggil Inayah. "Iya, Neng. Ada apa?" tanya Fatimah bersikap ramah di hadapan majikannya itu. Inayah tersenyum, lalu menjawab, "Kita makan bareng di sini. Sekalian ajak bedah!" "N

  • Tasbih Cinta Yang Hilang   45. Hari pernikahan Erni dengan Fahmi

    Pagi hari sekitar pukul 03:30, Inayah sudah terbangun dari tidurnya. "Masya Allah!" Inayah tampak kaget setelah sadar kalau suaminya sudah tidak ada di kamar, ia bangkit dan bergegas keluar. Inayah tampak khawatir, mengingat Rafie sedang dalam kondisi tidak sehat, Inayah mencari ke ruang tengah Rafie tidak ada di ruangan tersebut. Kemudian Inayah melangkah ke arah ruang Musala, tersenyumlah ia, ketika mendapati suaminya sedang berdzikir khusyu. "Alhamdulillah ...! Ya Allah, suami hamba sudah sembuh," ucap Inayah penuh rasa syukur. Bukan hanya Inayah dan Rafie saja yang sudah bangun, Fatimah dan Jubaedah pun saat itu sudah terbangun dari tidur mereka. "Neng, mau Teteh buatkan teh manis?" tanya Fatimah mengarah kepada Inayah. "Tidak usah, Teh. Aku mau mandi dulu, tanggung sebentar lagi subuh!" tolak Inayah halus. "Oh ... iya, Neng," kata Fatimah langsung menuju ruang dapur. Inayah pun langsung melangkah menuju kamar mandi dan segera membersihkan diri, bersiap untuk melaksanakan S

  • Tasbih Cinta Yang Hilang   44. Sikap Bijaksana Rafie dan Inayah

    Kemudian, Icha langsung merapikan hijab. Ia bangkit dan langsung pamit kepada Inayah. Setelah mengucapkan salam, Icha langsung berlalu dari hadapan Inayah. Inayah hanya berdiri menatap mobil putih yang Icha kemudikan, melaju keluar dari halaman rumahnya. Setelah itu, Inayah bergegas masuk ke dalam untuk kembali melanjutkan pekerjaannya. Membuat desain dan merapikan data-data yang sudah dilaporkan oleh Erni. *** Malam harinya selesai Salat Magrib, Inayah dan suaminya langsung makan malam bersama. “Teh Erni pulangnya kapan, Neng?” tanya Rafie menatap wajah Inayah. “Kalau sedang makan tidak boleh berbicara!” ucap Inayah sedikit bergurau. "Oh, iya. Lupa ... maaf Bu Ustadzah," jawab Rafie tersenyum-senyum. Inayah hanya menganggukan kepala kemudian melanjutkan makannya. Selesai makan Inayah mendampingi suaminya yang sedang mengerjakan tugas kantor membantu dirinya. "Neng, bisa buatkan Aa kopi!" bisik Rafie menoleh ke arah Inayah yang duduk di sebelahnya. "Iya, A." Inayah bangkit da

  • Tasbih Cinta Yang Hilang   43. Kepatuhan Inayah Kepada Suami

    Inayah tersenyum dan menganggukkan kepalanya perlahan ia pun berkata dengan nada rendah. "Aku percaya A. Namun, jika ada rasa cinta dalam diri Aa terhadap Tiara sebaiknya Aa katakan saja! Percayalah ... jika niat Aa baik untuk menikahi Tiara, Inayah ikhlas kok, A!" ujar Inayah mengejutkan. Sejatinya, Inayah tidak merasa benci terhadap Tiara. Dia hanya khawatir Tiara akan berbuat nekat jika tidak berhasil bersanding dengan suaminya. Inayah sudah paham dengan sifat Tiara, ia tidak mau hijrahnya Tiara harus luntur karena merasa sakit hati tidak berhasil menikah dengan Rafie. Rafie tampak kaget dengan kalimat yang diucapkan oleh istrinya itu. Dengan segenap rasa penasaran, Rafie kemudian bertanya, "Maksud kamu apa, Neng?" Inayah hanya diam saja ketika mendengar pertanyaan suaminya. "Tidak sepantasnya kamu bicara seperti itu!" imbuh Rafie masih tetap lembut bertutur kata. Inayah tersenyum dan kembali berkata penuh dengan kebijaksanaan, "Aa tak seharusnya menjawab pertanyaanku sekaran

  • Tasbih Cinta Yang Hilang   42. Inayah Terbakar Api Cemburu

    Pukul setengah sembilan, Rafie dan Inayah sudah berangkat ke tempat proyek pembangunan pondok pesantren. Sementara Erni, pagi itu sudah berada di kantor baru yang tidak jauh dari kediaman Inayah hanya berjarak beberapa meter saja, karena kantor tersebut berada tepat di depan halaman rumah. Dua puluh menit kemudian ... Inayah dan Rafie sudah berada di lokasi proyek. Tiara pun sudah tiba di lokasi proyek itu bersama Icha dan para donatur lainnya. Salah seorang arsitek didatangkan oleh Tiara untuk merancang bangunan pesantren tersebut, memang terkesan baik dan sangat dermawan sikap Tiara saat itu. Ia mendukung sepenuhnya proses pembangunan pondok pesantren tersebut. Meskipun, pada dasarnya ada kemauan yang tersimpan dalam pikiran Tiara dan niat kuat pula dalam benaknya. "Assalamualaikum, selamat pagi, Pak Ustadz," ucap pria paruh baya dengan mengenakan helm putih dan berkacamata hitam, menyapa lirih Rafie yang saat itu sedang duduk bersama istrinya. Rafie dan Inayah menjawab ucapan

  • Tasbih Cinta Yang Hilang   41. Orang Ketiga

    Entah kenapa Icha menjadi benci seketika terhadap prilaku Tiara, yang berusaha memanfaatkan kedekatannya dengan Rafie dengan maksud dan tujuan untuk meraih simpati dari Rafie. Sepulang menemani Tiara dan Rafie, Icha langsung memberitahu Inayah tentang kedekatan Tiara yang menurut Icha ada sesuatunya, dan Icha sangat yakin kalau Tiara itu punya perasaan lebih terhadap Rafie bukan hanya dari sekadar persahabatan saja. "Kamu yakin, Cha?" tanya Inayah setelah mendengar laporan dari Icha. Dua bola matanya menatap tajam wajah Icha. Icha merupakan sahabat dekat Inayah sewaktu masih duduk di bangku SMA sama seperti Tiara dan juga Almarhum Rangga, dulu mereka sama-sama satu angkatan. "Masya Allah, Nay! Aku tidak mungkin bohong, aku bicarakan ini semua kepada kamu, karena aku tidak mau melihat kamu terluka," jawab Icha meyakinkan sahabatnya itu. "Terus, A Rafie sekarang ke mana?" tanya Inayah lagi. "Rafie pergi ke kantor cabang, katanya mau menemui Reno." Icha menjawab lirih pertanyaan Ina

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status