Inayah sudah memutuskan, untuk tidak mengulangi kenakalan-kenakalan yang pernah ia perbuat di masa lalu, sewaktu kedua orang tuanya masih hidup.
Inayah ingin mengangkat derajat kedua orang tuanya di akhirat. Seperti yang ia tahu, kedua orang tuanya sangat jauh dari agama. Bahkan melupakan kewajiban mereka sebagai Muslim. Mereka terlalu menyibukan diri kepada keduniawian yang terus mereka kejar.
Meskipun demikian, mereka tetaplah orang tua Inayah, ia harus mempersembahkan yang terbaik untuk almarhum ayah dan bundanya, agar mereka tidak terlalu menderita di alam akhirat.
Masih banyak di sekitar kita, ditemui orang-orang yang jauh dari Allah, hidup mereka dipenuhi dengan hal-hal tidak bermanfaat bahkan membuat hati semakin keras dan tidak bercahaya.
Seperti yang ditemui di jalan raya menuju kampus. Inayah melihat sekelompok bapak-bapak sedang asik bermain judi.
Seakan-akan mereka tidak ingat dengan umur mereka, dan melupakan apa yang dilarang oleh Tuhan. Seharusnya di usia mendekati detik-detik kematian, mereka habiskan dengan berbuat kebaikan.
Tidak hanya itu, pernah pula Inayah melihat para wanita yang begitu seksi menjual kecantikan mereka dengan berbagai dalih.Terkadang kecantikan dipergunakan sebagai modal untuk merayubpara lelaki hidung belang yang bermata keranjang atau atas nama kebebasan.
Dengan demikian, Inayah ingin merubah semuanya, memantapkan niat untuk berhijrah di jalan Allah. Mungkin pertemuan dengan para bapak-bapak dan wanita-wanita cantik itu, adalah cara Allah mengiring Inayah untuk berpikir serta mengambil hikmah dari apa yang ia alami selama hidup dalam pergaulan bebasnya.
Senada dengan ungkapan Ibnu Qayyim bahwa berbahagialah manusia yang dianugerahi agama, pikiran dan akhlak yang selalu bertautan dengan Rabbi dan beruntung pula bagi manusia yang masih diberikan kesempatan hidup oleh Allah SWT.
Tidak terasa waktu berjalan sangat singkat. Tahun 2001, Inayah diwisuda lulus kuliah S1 dengan gelar sarjana ekonomi.
Dalam acara tersebut, Erni hadir sebagai perwakilan keluarga, moment terpenting dalam perjalanan hidupnya, Inayah lewatkan dengan kehampaan tanpa kehadiran kedua orang tuanya.
'Seharusnya, saat ini Inayah berfoto ria bersama dengan ayah dan bundanya. Mengenakan toga kebanggaan merayakan kelulusan, bersuka cita dengan keluarga yang lengkap,' batin Erni dengan meneteskan air mata.
Namun, hal seperti itu tidak bisa dirasakan oleh Inayah, karena kedua orang tuanya sudah tiada. Mereka sudah menghadap Sang Maha Pencipta. Meskipun seperti itu, Inayah tetap yakin, Allah mempunyai rencana indah untuk kehidupannya di masa yang akan datang.
Allah telah menguji Inayah dengan sebuah cobaan berat, kedua orang tuanya telah meninggal, kembali kepangkuan Sang Maha Kuasa. Inayah tetap berkeyakinan ada hikmah di balik ujian tersebut.
Karena ia paham di sisi lain, Allah sudah memberikan petunjuk terbaik untuknya melalui ujian tersebut, agar Inayah bisa memperbaiki diri dan bertafakur.
وَقَالَ عَلَيْهِ السَّلَامُ:: {الْمَوْتُ جِسْرٌ يُوْصِلُ الْحَبِيْبَ إِلَى الْحَبِيْبِ}
Nabi saw. bersabda, “Kematian itu jembatan yang menghubungkan sang Kekasih (orang mukmin) kepada Kekasihnya (Allah SWT).”
"Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kedua orang tuaku." ucap Inayah sembari melempar toga ke atas.
Selepas kuliah, Inayah lebih fokus di dunia bisnis yang ia rilis bersama Erni. Di samping bisnis, Inayah juga aktif di lembaga ekonomi syariah yang dibentuk oleh ibu-ibu jamaah Masjid yang ada di komplek kediamannya, bisnis fashion menjadi pilihannya waktu itu.
Semenjak berhijrah, Inayah lebih banyak bergaul dengan komunitas wanita Muslimah dan aktifis remaja Muslim Bandung, di sana ia banyak mendapatkan pengetahuan tentang agama dan belajar bersosialisasi dengan masyarakat umum.
Di samping itu, banyak di antara mereka yang tertarik dengan bisnis yang Inayah rilis, terutama di bidang fashion wanita Muslimah, mulai dari hijab, niqab, dan pakaian-pakaian gamis. Sehingga tercipta gagasan untuk membuat brand sendiri.
Karena, ia yakin dengan bisnis yang dijalankannya, di samping menghasilkan uang Inayah niatkan juga sebagai ibadah dan berdakwah di jalan Allah untuk merubah dan mengajak sahabat-sahabatnya agar mengikuti jejaknya berhijrah dan memakai hijab.
Sebagaimana telah diwajibkan oleh Allah Subhanahu Wata'ala kepada para kaum hawa. Perintah mengenakan hijab sebagaimana diterangkan dalam ayat Al-Qur'an.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk di kenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59)
Dari waktu ke waktu, bisnisnya tumbuh berkembang dengan begitu pesat. Banyak di antara teman-teman kuliah dan teman sekolahnya dulu, tertarik dan mengikuti jejak langkah Inayah, berhijrah dengan mengenakan hijab dan menjalankan hidup sesuai kaidah agama.
Mereka ikut membantu memasarkan produk-produk fashion milik Inayah dengan cara online dan membuka cabang di tempat lain.
Alhamdulilah hasilnya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh Inayah, bukan hanya Inayah saja yang menikmati hasil dari bisnis tersebut, termasuk Erni sang asisten pribadinya, Erni ikut merasakan hasil dari kerja kerasnya selama ini.
Erni termasuk orang yang pandai dalam mengelola bisnis, dengan bermodalkan kejujuran dan sikap yang ramah ia mampu menjadi sebuah magnet bagi bisnis tersebut, dan menjadi daya tarik tersendiri bagi para pelanggan.
Saat itu, Erni juga sudah berubah. Penghasilannya sudah meningkat dan apa yang ia impikan sudah berhasil diraih. Erni sudah mempunyai satu unit mobil sedan dan beberapa petak sawah di kampung halamannya dan ia pun mampu membiayai adik-adiknya sekolah lebih tinggi lagi.
***
Malam itu, Inayah mengadakan syukuran kecil-kecilan, ia mengundang warga yang ada di sekitar kompleks tempat tinggalnya, dan tidak lupa juga mengundang anak-anak yatim piatu dan kaum dhuafa untuk berdoa bersama sebagai bentuk rasa syukur atas anugerah yang telah Allah berikan.
Dari hasil yang ia dapatkan selama berbisnis dan dari hasil panen sawah milik almarhum kedua orang tuanya, sebagian Inayah sumbangkan untuk anak-anak yatim piatu dan kaum dhuafa yang ada di kampung yang tidak jauh dari sekitar komplek tempat tinggalnya.
Pukul sembilan malam acara sudah selesai. Inayah, Fatimah, dan Erni, merapikan rumah dan membereskan piring-piring serta barang lainnya yang berserakan sisa dari acara tersebut.
Setelah selesai merapikan semuanya, mereka berkumpul di ruang tengah sambil menikmati teh hangat dan kue-kue yang dibelinya sore tadi di toko kue yang ada di sebrang jalan komplek kediamannya.
''Alhamdulillah acaranya berjalan lancar," ucap Inayah menghela napas dan bersandar ke bahu Erni.
''Iya, Nay,'' jawab Erni sembari meluruskan hijab yang Inayah kenakan.
"Bagaimana, Teh, sudah lancar belum mengemudikan mobilnya?'' tanya Inayah menatap wajah Erni.
''Kalau di sekitaran komplek sih sudah lancar, tapi kalau di jalan raya Teteh masih belum berani" jawab Erni lirih.
"Syukurlah kalau sudah lancar," desis Inayah.
''Tapi kalau ada yang klakson dari kendaraan lain, Teteh suka panik,'' sambung Erni dengan suara khas berlogat Sunda.
Usai memberitahukan Rafie, Fahmi dan kedua rekannya segera bersiap untuk mendatangi rumah yang dicurigai menjadi tempat disekapnya Lina. Mereka sangat yakin kalau Lina ada di rumah itu, sesuai dengan apa yang dilihat oleh Fahmi. "Aku sangat berharap tidak terjadi apa-apa dengan Lina," kata Fahmi lirih sembari mengemudikan mobilnya menuju ke sebuah komplek yang tidak jauh dari tempat mereka berkumpul tadi. "Aku yakin, pelakunya adalah Alex." Andra mulai menaruh kecurigaan terhadap Alex yang merupakan orang dekat Lina. Karena akhir-akhir ini, Alex sedang bermasalah dengan Lina, semua dipicu oleh sikap Lina yang sudah menolak pinangan Alex. "Jangan su'udzon dulu. Kita buktikan saja nanti!" sahut Riko. Andra menoleh ke arah Riko, kemudian berkata lagi, "Aku berkata seperti ini, karena aku mendengar sendiri bahwa Alex mengancam Lina," tandas Fahmi. Setibanya di persimpangan jalan yang dekat jembatan yang tembus ke pintu gerbang komplek yang dituju, Fahmi menghentikan laju mobilnya sej
Secara tidak langsung Inayah mempunyai tugas dan kepercayaan dari almarhum kedua orang tuanya untuk mengelola beberapa perusahaan peninggalan mereka. Mulai dari pengelolaan keuangan dan pemanfaatannya, Inayah yang harus mengurusnya. Karena Inayah merupakan putri semata wayang dari Almarhum Tommy dan Celly. Akan tetapi, setelah Erni paham dan mengerti dengan tatanan bisnis yang dikelola Inayah. Inayah pun langsung mempercayai Erni sepenuhnya dalam mengelola perusahaan peninggalan dari kedua orang tuanya itu. Saat itu, yang mengurus semuanya adalah Erni dengan dibantu beberapa staf kepercayaannya dan Inayah sudah jarang ikut campur, dan ia sangat percaya dengan kinerja Erni, karena selama ini Erni sudah dinilai baik dalam menjalankan tugas jujur dan amanah. Pukul setengah lima sore, Inayah hanya duduk santai bersama Fatimah dan Jubaedah di ruang tengah kediamannya itu. Rafie sore itu masih belum pulang, karena masih berada di lokasi pondok pesantren yang saat itu masih dalam tahap pe
Sebulan setelah itu, Rafie dan keluarga Tiara sudah menentukan hari pernikahannya dengan Tiara. Hal tersebut sudah sepenuhnya disetujui oleh Inayah yang merupakan istri pertama Rafie. Pukul setengah enam sore, Rafie sudah berada di kediamannya. Ia tampak murung dan merasa kurang bahagia sore itu. Entah apa yang membalut jiwa dan pikirannya saat itu? "Aa kenapa? Mau nikah kok malah murung seperti ini sih?" tanya Inayah duduk di sebelah suaminya. Rafie menoleh ke arah Inayah, kemudian memandang wajah istrinya. "Aa tidak dosa, 'kan kalau menikah lagi?" Rafie menjawab dengan sebuah pertanyaan. Inayah tersenyum sambil memandang wajah suaminya. "Tidak ada yang bisa dikatakan dosa. Ini semua sudah menjadi keputusan aku, dan jika Aa benar-benar mencintaiku. Maka penuhi permintaan ini!" kata Inayah tersenyum. Ucapan Inayah sungguh sulit dimengerti, hal itu membuat Rafie jatuh ke kubangan dilema besar. Entah apa lagi yang hendak ia perbuat saat itu, tidak ada niat untuk menolak. Bukan berar
Beberapa hari kemudian, Inayah mengajak Rafie untuk berkunjung ke rumah Tiara. Dalam rangka menengok Tiara yang saat itu baru saja pulang dari rumah sakit, setelah hampir satu Minggu ia dirawat. Tiara masih dalam proses pemulihan setelan dilakukan perawatan di rumah sakit, ia mengalami gangguan lambung akibat keseringan telat makan dan juga mengalami depresi yang sangat hebat. "A, nanti sore kita ke rumah Tiara yuk!" ajak Inayah lirih. Rafie hanya tersenyum, kemudian menganggukkan kepala sebagai tanda menyetujui ajakan dari istrinya. Lalu Inayah bangkit dan segera bersiap untuk melaksanakan makan siang bersama dengan suaminya. "Ayo, A. Kita makan dulu!" kata Inayah lembut. "Iya, Neng." Rafie segera bangkit dan langsung berjalan mengikuti langkah sang istri menuju ruang makan. "Bedah ... Teh Fatimah!" panggil Inayah. "Iya, Neng. Ada apa?" tanya Fatimah bersikap ramah di hadapan majikannya itu. Inayah tersenyum, lalu menjawab, "Kita makan bareng di sini. Sekalian ajak bedah!" "N
Pagi hari sekitar pukul 03:30, Inayah sudah terbangun dari tidurnya. "Masya Allah!" Inayah tampak kaget setelah sadar kalau suaminya sudah tidak ada di kamar, ia bangkit dan bergegas keluar. Inayah tampak khawatir, mengingat Rafie sedang dalam kondisi tidak sehat, Inayah mencari ke ruang tengah Rafie tidak ada di ruangan tersebut. Kemudian Inayah melangkah ke arah ruang Musala, tersenyumlah ia, ketika mendapati suaminya sedang berdzikir khusyu. "Alhamdulillah ...! Ya Allah, suami hamba sudah sembuh," ucap Inayah penuh rasa syukur. Bukan hanya Inayah dan Rafie saja yang sudah bangun, Fatimah dan Jubaedah pun saat itu sudah terbangun dari tidur mereka. "Neng, mau Teteh buatkan teh manis?" tanya Fatimah mengarah kepada Inayah. "Tidak usah, Teh. Aku mau mandi dulu, tanggung sebentar lagi subuh!" tolak Inayah halus. "Oh ... iya, Neng," kata Fatimah langsung menuju ruang dapur. Inayah pun langsung melangkah menuju kamar mandi dan segera membersihkan diri, bersiap untuk melaksanakan S
Kemudian, Icha langsung merapikan hijab. Ia bangkit dan langsung pamit kepada Inayah. Setelah mengucapkan salam, Icha langsung berlalu dari hadapan Inayah. Inayah hanya berdiri menatap mobil putih yang Icha kemudikan, melaju keluar dari halaman rumahnya. Setelah itu, Inayah bergegas masuk ke dalam untuk kembali melanjutkan pekerjaannya. Membuat desain dan merapikan data-data yang sudah dilaporkan oleh Erni. *** Malam harinya selesai Salat Magrib, Inayah dan suaminya langsung makan malam bersama. “Teh Erni pulangnya kapan, Neng?” tanya Rafie menatap wajah Inayah. “Kalau sedang makan tidak boleh berbicara!” ucap Inayah sedikit bergurau. "Oh, iya. Lupa ... maaf Bu Ustadzah," jawab Rafie tersenyum-senyum. Inayah hanya menganggukan kepala kemudian melanjutkan makannya. Selesai makan Inayah mendampingi suaminya yang sedang mengerjakan tugas kantor membantu dirinya. "Neng, bisa buatkan Aa kopi!" bisik Rafie menoleh ke arah Inayah yang duduk di sebelahnya. "Iya, A." Inayah bangkit da
Inayah tersenyum dan menganggukkan kepalanya perlahan ia pun berkata dengan nada rendah. "Aku percaya A. Namun, jika ada rasa cinta dalam diri Aa terhadap Tiara sebaiknya Aa katakan saja! Percayalah ... jika niat Aa baik untuk menikahi Tiara, Inayah ikhlas kok, A!" ujar Inayah mengejutkan. Sejatinya, Inayah tidak merasa benci terhadap Tiara. Dia hanya khawatir Tiara akan berbuat nekat jika tidak berhasil bersanding dengan suaminya. Inayah sudah paham dengan sifat Tiara, ia tidak mau hijrahnya Tiara harus luntur karena merasa sakit hati tidak berhasil menikah dengan Rafie. Rafie tampak kaget dengan kalimat yang diucapkan oleh istrinya itu. Dengan segenap rasa penasaran, Rafie kemudian bertanya, "Maksud kamu apa, Neng?" Inayah hanya diam saja ketika mendengar pertanyaan suaminya. "Tidak sepantasnya kamu bicara seperti itu!" imbuh Rafie masih tetap lembut bertutur kata. Inayah tersenyum dan kembali berkata penuh dengan kebijaksanaan, "Aa tak seharusnya menjawab pertanyaanku sekaran
Pukul setengah sembilan, Rafie dan Inayah sudah berangkat ke tempat proyek pembangunan pondok pesantren. Sementara Erni, pagi itu sudah berada di kantor baru yang tidak jauh dari kediaman Inayah hanya berjarak beberapa meter saja, karena kantor tersebut berada tepat di depan halaman rumah. Dua puluh menit kemudian ... Inayah dan Rafie sudah berada di lokasi proyek. Tiara pun sudah tiba di lokasi proyek itu bersama Icha dan para donatur lainnya. Salah seorang arsitek didatangkan oleh Tiara untuk merancang bangunan pesantren tersebut, memang terkesan baik dan sangat dermawan sikap Tiara saat itu. Ia mendukung sepenuhnya proses pembangunan pondok pesantren tersebut. Meskipun, pada dasarnya ada kemauan yang tersimpan dalam pikiran Tiara dan niat kuat pula dalam benaknya. "Assalamualaikum, selamat pagi, Pak Ustadz," ucap pria paruh baya dengan mengenakan helm putih dan berkacamata hitam, menyapa lirih Rafie yang saat itu sedang duduk bersama istrinya. Rafie dan Inayah menjawab ucapan
Entah kenapa Icha menjadi benci seketika terhadap prilaku Tiara, yang berusaha memanfaatkan kedekatannya dengan Rafie dengan maksud dan tujuan untuk meraih simpati dari Rafie. Sepulang menemani Tiara dan Rafie, Icha langsung memberitahu Inayah tentang kedekatan Tiara yang menurut Icha ada sesuatunya, dan Icha sangat yakin kalau Tiara itu punya perasaan lebih terhadap Rafie bukan hanya dari sekadar persahabatan saja. "Kamu yakin, Cha?" tanya Inayah setelah mendengar laporan dari Icha. Dua bola matanya menatap tajam wajah Icha. Icha merupakan sahabat dekat Inayah sewaktu masih duduk di bangku SMA sama seperti Tiara dan juga Almarhum Rangga, dulu mereka sama-sama satu angkatan. "Masya Allah, Nay! Aku tidak mungkin bohong, aku bicarakan ini semua kepada kamu, karena aku tidak mau melihat kamu terluka," jawab Icha meyakinkan sahabatnya itu. "Terus, A Rafie sekarang ke mana?" tanya Inayah lagi. "Rafie pergi ke kantor cabang, katanya mau menemui Reno." Icha menjawab lirih pertanyaan Ina