Share

4. Hijrah

Kemudian, Inayah bangkit dan mengajak Erni untuk segera menemui tamu tersebut, "Ayo, Teh. Kita ke sana sekarang!"

Erni pun tidak banyak berkata-kata lagi, ia langsung bangkit dan melangkah mengikuti Inayah yang sudah berjalan menuju ke ruang tengah.

Setibanya di ruang tengah, Inayah langsung menyapa tamunya dengan penuh keramahan. ''Assalamu'alaikum! Sudah lama menunggu ya, Teh?" sapa Inayah lirih sambil mengulurkan tangan seraya mengajak bersalaman dengan tamu tersebut. 

''Wa'alaikum salam. Baru beberapa menit saja, Non," jawab wanita berkerudung biru itu lirih.

''Jangan panggil aku non! Panggil saja neng atau Nay!'' pinta Inayah, kemudian duduk di hadapan tamunya.

''Iya, Neng," jawabnya mengangguk perlahan.

''Mohon maaf sebelumnya, nama Teteh, siapa?'' tanya Inayah mengarahkan pandangannya ke wajah tamunya itu.

''Saya Fatimah, Neng," jawabnya tampak lirih.

''Oh, kalau aku Inayah, biasa dipanggil Nay," kata Inayah balas memperkenalkan diri. "Teh Erni sudah menjelaskan masalah pekerjaan di rumah ini, 'kan?" tanya Inayah menambahkan.

"Sudah, Neng. Melalui telepon dan tadi juga kami sudah banyak bicara masalah pekerjaan," jawab Fatimah lirih.

Inayah tampak semringah mendengar kesiapan Fatimah. "Teteh, besok saja mulai kerjanya! Kalau ada yang tidak dipahami, Teteh tanya saja kepada Teh Erni!" Inayah berkata dengan lembut dan ramah. "Anggap saja, rumah ini sebagai rumah Teteh sendiri! Jangan sungkan kalau butuh apa-apa, untuk keperluan dapur tinggal bicara saja kepada aku atau kepada Teh Erni!" sambung Inayah menjelaskan.

Tidak lama kemudian, Erni datang dengan membawa segelas air minum untuk Fatimah. “Ya, sudah, Teteh lanjutkan saja ngobrolnya dengan Teh Erni! Aku tinggal dulu ya, Teh!" pungkas Inayah.

"Iya Neng," sahut Fatimah.

Inayah langsung bangkit, ia kembali melangkah menuju kamar berlalu dari hadapan Fatimah dan Erni.

Sore harinya, Inayah pamit kepada Erni. Sore itu ia hendak menemui rekan bisnisnya di sebuah restoran terkemuka di kota Bandung.

Namun, kejadian naas menimpa Inayah. Mobil yang ia kemudikan dihadang dua mobil mewah tepat di sebuah jalanan sepi.

"Masya Allah! Mereka itu siapa?" Inayah menghentikan laju mobilnya, ia pun tetap bertahan di dalam mobil.

Beberapa pria keluar dari dua mobil tersebut, masing-masing membawa besi berukuran setengah meter melangkah menghampiri mobil milik Inayah.

Tanpa basa-basi para pria bertubuh kekar itu langsung menghancurkan kaca belakang mobil Inayah hingga pecah berantakan. Setelah itu mereka langsung berlalu dan pergi dari tempat tersebut.

"Ya, Allah! Mereka itu siapa?" ucap Inayah merasa ketakutan.

Saat itu juga, Inayah langsung menelepon Erni dan memberitahukan kalau dirinya mendapatkan teror dari orang tidak di kenal.

Niat untuk menemui rekan bisnisnya, ia urungkan, Inayah pun sudah menelepon rekan bisnisnya tersebut, dan menjelaskan tentang kejadian yang ia alami.

Setelah itu, Inayah langsung melajukan mobilnya untuk kembali ke kediamannya. Mobil yang sudah dalam kondisi penyok dan mengalami pecah kaca belakang, melaju deras menuju ke arah selatan.

Setibanya di rumah, Inayah langsung bercerita kepada Erni tentang apa yang baru saja ia alami, dan Inayah meminta Erni untuk segera mencarikan supir pribadi.

"Aku sudah tidak aman lagi, Teh. Sebaiknya, Teteh carikan supir pribadi untukku!" kata Inayah di sela perbincangannya dengan Erni.

"Iya, Nay. Nanti Teteh carikan," tandas Erni mengelus lembut pundak Inayah. "Itu, mobilnya mau dibawa ke bengkel langsung atau bagaimana?" sambung Erni bertanya.

"Nanti saja, Teh! Aku pakai mobil yang lain saja, nanti kalau sudah ada supir baru mobil yang itu diperbaiki!" jawab Inayah raut wajahnya tampak cemas.

Inayah beranggapan selama ini ia tidak mempunyai musuh, tapi kenapa teror tersebut bisa terjadi menimpa dirinya.

"Kamu harus sabar dan ikhlas! Ini semua bagian dari ujian Allah untuk kehidupan kamu." Erni terus memberikan nasihat kepada Inayah yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri.

Tak hanya itu, Erni pun menyarankan Inayah agar segera melaporkan hal tersebut kepada pihak kepolisian. Namun, Inayah menolaknya dan tidak mau terlibat lebih dalam lagi dalam peristiwa itu.

Inayah khawatir akan adanya teror baru, jika ia mempermasalahkan kasus tersebut ke pihak kepolisian.

Dua minggu kemudian, Inayah mendaftarkan diri di salah satu perguruan tinggi yang ada di kota Bandung, untuk melanjutkan pendidikannya di Universitas Padjajaran.

Di Universitas tersebut, ia mengambil jurusan management dan bisnis. Karena almarhum ayah dan bundanya menginginkan putrinya itu, untuk menjadi seorang Sarjana Ekonomi dan menjadi pengusaha sukses dalam bidang bisnis seperti mereka.

Setelah diterima di Universitas Padjajaran, Inayah memutuskan untuk memakai hijab dan berhijrah di jalan Allah.

Rasulullah SAW, menjelaskan makna hijrah sebagaimana disebut dalam Hadits Riwayat Al-Bukhori, "Orang-orang yang berhijrah adalah mereka yang meninggalkan segala sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT."

Inayah meniatkan semuanya demi kebaikan almarhum kedua orang tuanya, dengan harapan mereka tenang di alam sana tanpa terbebani lagi dengan kenakalan-kenakalannya.

Sejujurnya, dengan dekat kepada Allah, kita akan meraih posisi yang begitu indah, akan dipermudahkan segala urusan, disuguhi solusi yang tiada tara dan dicukupkan sesuai kebutuhan, persis seperti yang dialami Muhammad Alfatih menaklukkan kota Konstantinopel yang memukau khalayak ramai bahkan menjadi pondasi bagi siapa pun untuk meraih kesuksesaan, itu harus didasari dengan mencintai aturan Rabbi dan menjalankan perintah-Nya penuh cinta serta istiqamah.

“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya”. (QS. Ath Thalaq: 3). 

“Kalau sekiranya kamu bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, tentu kamu akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki, berangkat pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore dalam keadaan kenyang.”(HR. Tirmidzi, ia mengatakan, “Hadits hasan shahih.”)

Dengan berpenampilan baru, banyak di antara sahabat-sahabat Inayah yang tidak setuju dan tidak menyukainya, kebetulan di kampus tersebut, ada beberapa sahabat lama yang dulu satu sekolah dengan Inayah. Salah satunya adalah Tiara, ia adalah sahabat dekat Inayah waktu duduk di bangku sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA).

Tiara sangat benci dengan perubahan sahabatnya itu. Karena saat itu, Inayah sudah tidak bergaul lagi dengannya. Inayah sudah tidak mau lagi ikut pesta atau yang lainnya yang menyangkut pergaulan yang bersifat negatif.

Inayah lebih banyak menolak jika diajak main oleh Tiara dan lebih memilih diam di rumah, belajar mengaji dan belajar tentang pemahaman agama bersama Erni dan juga Fatimah.

Selain menjadi asisten pribadi, Erni juga berperan sebagai guru agama bagi Inayah. Karena, Erni mempunyai pengetahuan agama sangat luas. Erni pernah belajar di salah satu Pondok Pesantren di Purwakarta, jauh sebelum Erni bekerja di kediaman Inayah.

Hari itu Tiara baru saja dari rumah Inayah. Kedatangannya ke kediaman Inayah bermaksud hendak mengajak Inayah main ke rumah temannya yang lain. Namun, Inayah menolaknya, Tiara pun jadi kecewa dengan perubahan sikap pada diri sahabatnya itu.

"Gimana, Ra. Inayah mau tidak ikut main ke rumah Topan?" tanya Dewi duduk di samping Tiara.

"Dia nolak, katanya sih mau ada pengajian di Masjid yang dekat rumahnya," jawab Tiara ketus.

"Yah ... mungkin dia sudah tidak mau gaul lagi dengan kita. Sudahlah, lupakan saja dia!" kata Dewi. "Ayo, kita berangkat berdua saja!" sambung Dewi mengajak Tiara sembari bangkit dari duduknya.

"Iya, deh. Daripada tidak jadi, yang ada nanti Topan malah kecewa sama kita." Tiara bangkit dan langsung melangkah bersama Dewi menuju ke arah mobilnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status