Sempat terbersit sebuah tanya, dari mana orang-orang itu mengetahui tempat kerja Aurora yang sekarang? Lalu, Aurora teringat akan kejadian ketika sedang pergi mencari kado Natal untuk Kaira bersama Tita. Mobil coklat itu! Iya.
Tok! Tok! Tok!
Aurora masih memejamkan mata meskipun sudah sepuluh menit lalu terbangun dari tidurnya. Jadi, dengan jelas dia mendengar suara pintu kamarnya yang diketuk seseorang. Dengan malas Aurora beranjak untuk mencari tahu, siapa gerangan yang sepagi ini mencarinya?
“Wake up, Sunshine!” seru sebuah suara di balik sebuah bouquet bunga besar.
 
“Hei, kalian mau minum lagi?” Gael dan Baron mengangkat masing-masing gelas mereka yang masih penuh. Mereka ingin menunjukkan pada pria yang menawarkan minuman itu bahwa keduanya tidak sehebat seorang Aaron Theodore Johansson. “Pecundang!” seru Aaron lalu sekali lagi meminum isi gelasnya. Dan dengan segera senyum manisnya seolah memberi tanda agar para wanita penghibur yang dia sewa mendekat dan mulai menunjukkan kepiawaian mereka. “Aku harap dia kembali gila seperti dulu lagi,” ucap Gael seraya meletakkan gelas di ujung bibir lalu sedikit menyesapnya. “Ini kuat s
“Kamu …?” Aurora begitu terkejut dan tidak menyangka akan sampai di situasi ini juga. Dia hendak cepat-cepat keluar dari ruang yang berisi banyak sapu, ember, dan alat kebersihan lainnya itu. Namun, ada yang lebih cepat geraknya. Sebuah ciuman menukik turun mengunci bibir wanita berusia tiga puluh tahun itu. Aurora mencoba menepisnya, namun tidak bisa. Hisapan itu terlalu kuat dan tubuh Aurora terdesak ke dinding ruang kebersihan rumah sakit. Berteriak? Mana bisa? Akhirnya, tidak ada cara lain, kecuali pasrah sampai bibir itu lepas dengan sendirinya. “Aku ingin lagi!”
Hoaaahh! Untuk kesekian kalinya, Aurora menguap. Matanya pedas bukan main. Semalam suntuk dia menjalani shif tanpa memejamkan mata. Ditambah lagi dia harus melewati hampir satu jam bersama seseorang yang perlu tenaga ekstra untuk melunakkannya. Siapa lagi jika bukan si tuan muda kastil putih itu. Pagi ini cuaca juga tidak mendukung, tiba-tiba saja dingin secara ekstrim. Seingat Aurora dia membawa jaket sewaktu berangkat kerja, namun sepertinya tertinggal di laci. Ingin dia kembali masuk lagi ke dalam tempat kerjanya. Sayangnya, niat itu urung sebab saking mengantuknya. “Lembur lagi?” tiba-tiba
“Bukan kamu yang gagal, tapi memang Aaron yang nggak mau.” Kalimat pamungkas yang Gael ucapkan masih terngiang di telinga. Alice juga dengan sangat teliti memeriksa raut muka adik sepupu Aaron itu dan tidak menemukan kebohongan di sana. Gael yang banyak bicara, suka seenaknya, ‘playboy’ kelas kakap, dan sangat menjengkelkan itu jujur belaka. Namun, masih ada yang mengganjal hati wanita itu. Masih ada cukup alasan untuk tidak setuju jika Aaron dan Aurora bersatu. Aaron tidak hanya menjadi salah satu ambisi Alice saja, pria itu juga membuatnya tidak rela dengan semua kelebihan yang Aaron punya.&
“Apa aku mengganggu waktumu, Raa?” Untuk sesaat Raanana tidak mempercayai penglihatannya. Apa yang ada di depannya itu benar Amanda? “Jika iya … .” “Silakan duduk!” potong Raanana cepat setelah memastikan bahwa tamunya pagi ini benar-benar ibu kandung Aaron. Puluhan tahun menjadi menantu dari keluarga bangsawan kaya membuat Amanda Carelia harus menjaga sikap di mana saja, termasuk di depan teman kuliahnya sendiri. Namun, kali ini entah mengapa, wanita itu tampak tida
Dalam hidup Alice selama tiga puluh tahun ini selalu dipenuhi dengan pilihan-pilihan. Namun, entah apa yang terjadi padanya di awal usia tiga puluh satu tahun hingga Alice merasa sudah tidak memiliki pilihan lagi. “Klo gelas itu penuh maka aku akan menuang isinya secara paksa!” putus Alice dengan tekadnya. Anak pertama Surya Praja Pangestu itu masih terlihat cantik seperti biasa. Hari ini dia juga mengenakan busana dari koleksi terbaiknya, kelompok baju-baju yang dia desain khusus untuk diri sendiri dan tidak ada satu pun penggemar baju rancangannya yang bisa memiliki mereka. Seperti biasa pul
Dua sepupu itu datang hampir bersamaan dan bertemu di perempatan sebuah lorong. Mereka itu Gael dan Ken yang kemudian melihat apa yang Nick lakukan pada Aurora. Mereka juga menjadi saksi bagaimana bibi mereka membela wanita itu. Tentu saja itu di luar dugaan, namun melihat dari yang terjadi sepertinya memang hati seorang ibu lebih mudah luluh daripada seorang ayah. “Aku lelah,” tutur Amanda. Nick diam menatap istrinya. Cinta pertamanya itu terlihat berbeda dari wanita yang dikenalnya selama ini. “Nyonya Johansson, Anda tidak perlu … .”&n
Gael datang menemui Alice seusai sidang yang menjatuhkan vonis pada wanita itu bahwa dia sedang ada dalam gangguan jiwa. Kondisi Alice tidak banyak berubah, kecuali rambut yang tampak kusut dan tatapan kosongnya. Gael menggeleng lemah. Seperti itulah akhir untuk orang yang terlalu mengikuti ambisi dalam diri. “Bisa buka aja borgolnya?” pintanya pada salah seorang petugas yang mendampingi Alice. Gael merasa iba pada wanita itu. “Untuk apa kamu datang? Mau menertawakan aku?” Tidak Gael sangka bahwa dia akan mendengar pertanyaan itu dari Alice yang sudah lesu dan layu.&n