Have a nice day :)
Kehidupan Hazel yang semula tenang berubah dalam sekejap menjadi kekacauan yang tak pernah ia bayangkan. Liburan impian ke Italia kini menjelma menjadi mimpi buruk yang hidup. Ia tak pernah menyangka bahwa langkah kakinya di negeri asing justru menuntunnya ke jantung dunia mafia. Semua berawal dari satu kesalahan, mengenal Xavier.Hazel tidak bisa membayangkan jika seandainya dulu Luna benar-benar menikahi pria yang dinginnya bisa membekukan nurani. Xavier bukan tipe pria yang bisa dipahami, ia penuh rahasia, licik, dan menyimpan rencana di balik setiap tatapan tenangnya.“Apa yang kau pikirkan?”Tubuh Hazel tersentak ketika suara gelas yang diletakkan di hadapannya membuyarkan lamunannya. Ia menoleh, mendapati Xavier sudah duduk di sebelahnya. Lelaki itu dengan santai meletakkan sebuah benda mengkilap di meja, sebutir berlian sebesar telur puyuh yang waktu itu ia ambil dari dasar air.Hazel tidak langsung menanggapinya. Ia hanya meneguk air yang disodorkan, mencoba menenangkan degup
Pagi masih remang. Udara dingin menggigit kulit, dan seluruh ruangan masih tenggelam dalam keheningan. Di sampingnya, Xavier masih tertidur pulas, nafasnya teratur nyaris seperti pemangsa yang tertidur lelap setelah malam berburu.Hazel menelan ludah. Ini kesempatan langka.Dengan hati-hati, ia meraih tangan pria itu. Jemarinya gemetar saat menggiring tangan Xavier ke arah lehernya sendiri, tepat ke perangkat mengerikan yang mencengkeram kulitnya sejak kemarin, collar berteknologi tinggi yang terasa seperti borgol tak kasat mata.Klik.Suaranya pelan, namun cukup membuat jantung Hazel berdegup kencang. Matanya membelalak, terlepas. Matanya melirik alat itu di tangannya. Pantas saja tak bisa dilepas paksa, collar itu hanya bisa terbuka dengan sidik jari Xavier. Pria itu benar-benar tak main-main.Hazel tak buang waktu. Ia meraih pakaiannya, bergerak secepat mungkin. Tubuhnya diguyur air seadanya, cukup untuk menghilangkan sisa malam dan membuatnya lebih ringan bergerak. Saat ia melangk
Hazel berjalan kesana kemari di dalam ruangan sempit yang berukuran tak lebih dari empat meter persegi, ia juga tidak bisa menggunakan ponselnya yang belum diisi daya sejak ia tiba di tempat Xavier membawanya.Pria itu bahkan sudah tidak terlihat lagi setelah ia tak sengaja memergokinya membahas upaya balas dendam yang mengerikan, apakah cara mereka menyingkirkan musuhnya seperti itu?Hazel duduk di tepi tempat tidur, hanya ada jam dinding yang terus berputar. Waktu telah menunjukkan pukul dua dini hari, ia masih tak bisa tidur, pintu juga terkunci dari luar."Dia bukan hanya mengurungku…" gumam Hazel pelan, nada suaranya seperti bisikan kepada dirinya sendiri, "…tapi benar-benar memperlakukanku seperti hewan peliharaannya."“Il Fantasma…” bisiknya, mengulang nama itu dengan pelan, seolah rasa ingin tahunya akan membuka tabir sesuatu yang mengerikan. “Kenapa Xavier menyebut nama itu? Apa di akan menjadikan semua korbannya menjadi hantu?”Lamunan Hazel buyar, ia reflek membeku. Suara l
Xavier menyeret Hazel menjauh dari penginapan dengan langkah panjang dan tanpa kompromi. Di kejauhan, sebuah mobil hitam mengkilap telah menunggu dengan mesin menyala. Tanpa banyak kata, Xavier mendorong Hazel masuk ke dalam mobil tanpa memberi celah untuk Hazel melarikan diri.Saat mobil melaju, tiba-tiba saja...“Aw!” erang Xavier pelan, terkejut saat Hazel menggigit tangannya dengan geram. Tapi bukannya merasa bersalah, gadis itu justru memalingkan wajahnya dengan ekspresi dingin.Xavier hanya menghela nafas panjang, menyandarkan tubuh ke kursi. “Liar sekali mulut... dan gigimu.”Perjalanan berlangsung tak terlalu lama. Begitu mobil berhenti di depan sebuah rumah besar yang terlihat seperti benteng rahasia zaman perang, Xavier kembali memaksa Hazel turun."Apa ini? Markas penculik?!" celetuk Hazel sambil menghentakkan kakinya saat ditarik masuk.Seorang pria berbadan tegap, berwajah dingin, berdiri di ambang pintu. Matanya menusuk seperti silet.“Siapa yang Anda bawa?” suaranya din
Yacht melesat membelah ombak, dentuman mesin berpacu dengan detak jantung Hazel yang tak beraturan. Namun di belakang mereka, speedboat hitam terus mengejar, melaju ganas seperti binatang buas yang mencium aroma darah.Tembakan meletus.Peluru menghantam sisi yacht, menciptakan lubang-lubang tajam di dinding logam. Suara pecahan, debur ombak, dan desingan peluru bercampur menjadi simfoni mematikan. Hazel merunduk, menjerit pelan saat kaca kecil di dekatnya pecah.Xavier tetap fokus. Tangannya mencengkeram kemudi, memutar arah secepat mungkin menuju dermaga terdekat. Matanya tajam, rahangnya mengeras. Ia tahu… jika mereka tak bisa keluar dari kapal tepat waktu, maka semuanya akan berakhir di sini.Ketika daratan mulai tampak, tembakan perlahan berhenti. Seolah pengejar sadar, mereka tak bisa menembak di area publik tanpa konsekuensi besar.Yacht menabrak pelampung dermaga dan berhenti kasar. Tanpa ragu, Xavier melompat turun, tangannya terulur ke Hazel."Cepat!"Begitu kaki Hazel menjej
Ternyata ruang bawah tanah yang Xavier tunjukkan pada Hazel bukan hanya sekedar bunker gelap tak terurus, melainkan labirin tersembunyi yang mengarah jauh lebih dalam. Sebuah lorong panjang bercabang membawanya menuju ujung yang tak terduga, berakhir di sebuah celah rahasia yang langsung menghadap ke laut terbuka.Di mulut lorong itu, tanaman liar menjalar liar dan lebat, membentuk tirai alami yang menyamarkan keberadaannya. Hazel memandangi pemandangan itu dengan takjub, di balik semak liar dan reruntuhan batu, terdapat keindahan alam yang tak tersentuh dan menenangkan.“Jadi... saat semua kekacauan itu terjadi, kau dan ibumu sempat bersembunyi di sini?” tanya Hazel saat mereka kembali ke ruang utama bawah tanah.Xavier yang tengah membongkar isi peti kayu tua menoleh sekilas. Cahaya remang memantul di wajahnya, menciptakan bayangan tegas di rahangnya yang kaku.“Kami bersembunyi di sini saat semuanya mulai hancur. Aku masih remaja waktu itu. Setelah ibuku meninggal, aku kabur... ke N