Bab 145Tangan Amina gemetar membaca screenshoot yang diberikan Bu Hesti. Di sana ada nomor dan foto dirinya yang mengekspos bagian – bagian vital tubuhnya. Matanya mengamati dengan jeli dan menemukan keganjilan. Andai ada Eril, pria itu pasti akan menolongnya.“Semua ini salah paham dan saya menduga ada orang yang sengaja mau menfitnah saya,” ucap Amina dengan suara bergetar.“Tidak usah muter – muter, jelaskan semuanya pada saya sekarang!” perintah Bu Hesti.Amina menarik napas dan menghembuskannya pelan. Berat rasanya menceritakan sebagian masalahnya pada orang lain. Meski itu kepada Bu Hesti. “Saya tidak pernah pinjam kepada rentenir, Bu. Yang meminjam uang itu adalah Bapak. Dia meminjam uangnya dari Jazuli, lelaki yang menyekap saya.”Suara Amina tercekat di tenggorokannya. “Sayangnya, uang saya dibawa Eril, dan dia tidak bisa dihubungi.” Ia menyusut air mata yang mulai menggenang di sudut matanya. “Saya sangat bodoh, saya amat percaya kepada Eril, dan saya tidak pernah mengira k
Bab 146Eril melirik dan hatinya tergerak melihat foto seorang wanita sedang memeluk anak perempuan di sebuah taman. Keduanya tersenyum manis. Ingatan- ingatan Eril melesat memenuhi otaknya.Lelaki itu menelungkupkan kepalanya pada kedua kaki. Ia lalu menangis tergugu teringat senyum yang membuat hatinya meronta – ronta rindu.Amina mengusap pundak Eril. Ia tak pernah melihat pria itu menangis sebelumnya. “Are you okay, Ril?”Eril mendongak, matanya masih basah oleh air mata. “Iya, aku baik – baik saja.”“Apakah kamu ingat sesuatu?” tanya Adrien lagi dengan penuh perhatian.Pria itu tidak menjawab, sebagai gantinya ia menarik napas berat. “Aku sangat mencintai wanita itu. Aku mau menikahinya, sayangnya…” Eril terdiam.“Apakah karena ada pria lain?” tanya Adrien hati – hati.“Tidak ada. Dia setia.” Eril menunduk dan mengambil ranting pohon yang terjatuh di sampingnya. Ia lalu memainkan ranting itu dengan memutarnya.“Kalau kalian sama – sama saling mencintai dan setia, kenapa kalian ti
Bab 147Adrien berbalik dan melangkah perlahan ke mejanya, kemudian meneruskan pekerjaannya.Sikap diam Adrien membuat Eril tidak nyaman. Lelaki itu pergi ke kamarnya yang berjarak 8 meter dari living room, dan sengaja membuka pintu lebar – lebar, membiarkan udara pantai bebas masuk.Lelaki itu diam tanpa melakukan apa - apa, ia hanya merebahkan badannya di atas dipan kayu seraya berpikir.Sampai malam, Eril berbaring di sana, dengan mata nanar menatap dinding bambu. Berulang kali ia terlihat mendesah, terasa berat sekali beban yang ia pikirkan.KRIEKLamat – lamat telinga Eril mendengar suara langkah kaki masuk. Pria itu waspada. Kamarnya gelap dari tadi, dan ia tidak tahu jam berapa sekarang.“Ril?” Apa kamu di situ?” tanya suara perempuan yang sangat dikenal Eril.“Iya,” jawab Eril pendek.“Apa lampunya mati? Aku tak bisa melihat apapun,” keluh Adrien.Eril menyalakan saklar lampu yang berada di sebelahnya. Kamarnya sudah terang sekarang. Dia bisa melihat Adrien sedang membawa rant
Bab 148 “Saran dealer, mobilnya lebih baik dijual. Pihak ansuransi menolak memberikan konpensasi, karena menurut mereka itu akibat kelalaian kita.” Reynard menarik napas panjang. Mukanya kelihatan kesal sekali. “Siapa yang mau membeli mobil yang sudah rusak parah?” tanya Amina getir. Ia masygul menerima berita tak mengenakkan di pagi hari. “Pasti ada, tapi harganya jauh dari pasaran.” Pria itu memandang Amina dengan sedih. “Menurut perkiraanku, mungkin harganya sekitar 50 sampai 60 juta.” Mata Amina mendelik! “Apaaaaa!! Aku membeli mobil itu seharga 400 jutaan, dan sekarang aku hanya dapat 50 juta? Ini tidak masuk akal sama sekali!!” katanya marah. Ia memukul cushion yang ada di sampingnya. Perempuan itu kesal sekali. Saat ini keuangannya tidak baik – baik saja. Sedangkan masalah muncul bertubi – tubi. “Bagaimana kabar Eril? Apa kamu sudah bisa menghubunginya?” tanya Amina kalut. Reynard menggeleng. “Telponnya tidak aktif. Aku sudah memberi tahu mamanya supaya menghubungi kita
Bab 149 “Bagaiaman Jazuli tahu alamat rumahku,” kata Amina dengan suara sangat pelan, hingga hampir tak terdengar. “Aku yakin dia tahu dari preman yang ia suruh,” kata Reynard memegangi tangan Amina yang gemetaran. “Tolong kamu temui Jazuli, aku mau masuk ke dalam.” Amina enggan menemui lelaki gaek yang telah merenggut hidupnya. Akan tetapi Reynard mencegahnya. “Jangan pergi! Aku mau kamu menemui Jazuli. Kamu harus berani dan tak lagi menghindar darinya!” kata Reynard. Tatapan lelaki itu seperti elang, tajam dan keras. “Tidak! Aku tidak mau!” bantah Amina. Suaranya terdengar terdengar. Ia mau menangis dan merasa Reynard memaksanya. “Jangan membantah! Kamu harus dengar kata – kataku! Temui Jazuli dan selesaikan masalahmu dengannya sekarang! Atau dia akan menerormu sepanjang sisa hidupmu dan Ayang!” Reynard memandang Amina lekat. “Tapi… a-aku…” Amina menunduk. Ia tak berani menatap mata Reynard. “Yakinlah, kamu bisa!” Pria itu menepuk lembut punggung Amina. “Aku akan menemanimu.
Bab 150 Jazuli melongo. “Eh, gak bisa. Hutang ya hutang, cinta ya cinta. Amina jangan mencampur adukkan dong. Ini kan nggak fair sayang?” Amina mencibir, kedua tangannya ia silangkan di depan dada. “Katanya tadi cinta, mau memberikan apa yang saya minta. Halah, embel! Baru uang 300 juta saja Anda tidak mau memberikannya pada saya.” Jazuli nyengir. “Bukan begitu. Maksud Om, Amina akan mendapatkan semua yang Amina mau, asal mau menikah sama Om.” Jazuli mencondongkan badannya pada Amina yang duduk di depannya. “Termasuk warisannya anak lanang yang tak berbakti ini.” Dia menunjuk Wahyu yang cemberut. “Terus… terus,” sindir Wahyu. “Awas lho ya, setibanya di Jember, terus badannya meriang. Jangan minta pijitin sama saya. Gak mau saya mijetin,” sungutnya. “Diam kamu, jangan ganggu Bapak ngomong,” kata Jazuli. “Gimana? Apa kamu mau? Ini tawaran besar buatmu. Kamu bisa membeli mobil baru. Saya denger mobilmu rusak. Kamu gak mampu membeli baru, karena uangmu dibawa kabur sama Eril.” Jazuli
Bab 151 “Jika Amina tidak bisa membayar dalam 1 bulan. Amina akan menjadi istriku? Bagaimana? Deal?” tanya Jazuli, dia merasa posisinya di atas angin. Reynard terpancing emosi. Ia yang masih terkejut dengan hutang bapaknya Amina dan keinginan Jazuli, tak habis pikir, masih ada lelaki sifatnya seperti Datuk Maringgi, Dia sangat kasihan pada Amina dan membuatnya berniat menolong gadis itu. “Gak bisa gitu dong Pak. Ini bukan jamannya Situ Nurbaya. Anda sama saja mau melakukan bisnis kotor dan menjebak Amina supaya menuruti kemauan Anda! Bagaimana dia bisa mengumpulkan uang 650 juta itu dalam tempo 1 bulan? Sedangkan uangnya dibawa pergi Eril?” “Itu terserah dia dong, bukan urusan saya!” tukas Jazuli meremehkan Reynard. “kamu kan managernya? Apa kerjamu terus?” Wahyu ikut nimbrung. Suaranya masih santai. “Benar Pak. Kasihan Amina. Beri dia kelonggaran waktu. Lagipula dia single parent yang harus menghidupi Ayang – putri Bapak. Ingat! Bapak sudah menghancurkan hidup Amina. Berbuat bai
Bab 152BRUK!Sontak Reynard terkejut melihat tubuh ramping Amina melorot ke lantai. “Amina! Amina!” teriaknya sambil menepuk pipi wanita cantik itu.Bik Susi yang selesai menjemur baju, mendengar teriakan Reynard. Wanita paruh itu tergopoh – gopoh mendatangi kamar Amina.“Bik Susi, cepat ambilkan minyak telon,” perintah Reynard sambil membopong tubuh Amina ke pembaringan.Bik Susi dengan cepat mengambil minyak telon dan mengoleskannya ke dekat hidung Amina. “Ibu, kenapa ini Mas?” tanyanya panik.“Saya tidak tahu, tadi dia menerima telepon, setelah itu dia pingsan.” Reynard berpikir keras, apa yang membuat Amina pingsan.Telepon Amina berdering lagi. Dari wali kelas Ayang.Pria itu mengangkangkatnya. “Halo…”“Apakah Ibu Amina baik – baik saja, tadi saya mendengar suara teriakan,” kata Ibu Rosi - wali kelas Ayang di seberang.“Amina pingsan. Maaf, memangnya ada apa? Apakah Ayang dan Fahri nakal di sekolah?” Reynard bertanya dengan hati – hati.Ibu Rosi kaget. “Aduh, mungkin dia terkeju